Pesan Rahbar

Sekilas Doa Arafah Imam Husain as dan Doa Arafah Imam Husain as

Doa Arafah (Bahasa Arab: دعاء العرفة ) adalah diantara doa-doa Syiah yang menurut riwayat dibaca oleh Imam Husain as pada hari ke-9 Dzul...

Home » » Islam VS Islamisme

Islam VS Islamisme

Written By Unknown on Rabu, 25 Juli 2018 | Juli 25, 2018


Oleh: Kandidat Doktor Ust Usep.

Untuk memahami, mengerti, dan menjelaskan sebuah ideologi, baik Barat maupun timur memiliki kesamaan dalam hal pendekatan. Di Barat kita mengenal berbagai aliran filsafat yaitu aliran empirisme, rasionalisme, dan intuitisme. Dalam penelitiannya tentang nalar Arab Muhammad Abid al Jabiri menjelaskan bahwa di dunia Arab dikenal tiga pendekatan yaitu pendekatan bayani, burhani, dan irfani.

Bayani dapat dipahami sebagai sebuah pendekatan yang mengakaji sebuah teks sebagai pendekatan untuk memahami agama. Pendekatan teks meliputi pendekatan lewat lafadz dengan menggunakan ilmu nahwu dan shorof sebagai kaidah bahasa Arab. Pendekatan kedua adalah pendekatan melalui makna teks yang terdiri dari dua, yaitu (1). Berpegang pada penalaran atau rasio yang berbasis pada maqoshid al dharuriah dengan tujuan agar terjaganya agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. (2). Berpegang pada illah teks atau alasan –alasan yang berasal dari teks itu sendiri atau pendapat mujtahid dan lain-lain.

Pendekatan kedua adalah pendekatan Burhani yaitu pendekatan yang menggunakan akal atau rasio sebagai alat epistemologi untuk memahami sebuah ajaran. Adapun standarnya menggunakan kaidah logika. Filsafat merupakan salah satu ilmu yang ukuran kebenarannya berdasarkan logika. Logika memiliki peran penting untuk menjelaskan sebuah permasalahan. Logika memiliki peran penting sebagaimana yang dikatakan Ibn Sina bahwa logika adalah kunci pengetahuan dan pengetahuan merupakan kunci kebahagiaan.

Pendekatan ketiga adalah pendekatan Irfani. Irfan dalam pandangan Muhammad Abid al Jabiri berbeda dengan Irfan dalam pandangan filosof seperti Mulla Shadra. Irfani yang dimaksud dalam penelitian Abid adalah Tasawuf. Yang menggunakan instuisi sebagai alat epistemologi yang kebenarannya bersifat intersubyektif. Karena kebenarannya sulit dibuktikan secara ilmiah obyektif maka pendekatan Irfani memiliki banyak kelemahan dibanding pendekatan dua di atas lainnya.

Lain ladang lain belalang lain lubuk lain ikannya, lain adat lain tradisi demikian peribahasa mengatakan. Mulla Shadra sebagai filosof Islam dari tanah Persia tidak menolak ketiga epistemologi tersebut di atas. Ia menggabungkan ketiga pendekatan tersebut menjadi sebuah harmoni dalam memahami, menjelaskan dan menjalankan ajaran Islam. Walaupun terminologi yang digunakan berbeda tapi patut diduga bahwa tradisi Arab yang ditemukan Abid juga merupakan bagian dari tradisi masyarakat Persia, jauh sebelum Abid melakukan penelitian, hanya bedanya Abid menemukan temuan bahwa Irfani merupakan suatu pendekatan yang dia kritisi sebagai salah satu yang membawa kemunduran dalam peradaban Islam. Sedangkan Sadra justru menganggap positive peran Irfan dalam membangun peradaban Islam.


Islam, Tuhan dan Islam Manusia

Ketiga pendekatan tersebut di atas merupakan upaya manusia untuk memahami dan mengamalkan ajaran Islam tapi sayangnya ketiga pendekatan tersebut satu sama lain memiliki banyak perbedaan dan pertentangan walaupun muaranya sama yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Perbedaan dalam hal teori aqidah, juga pemahaman dan praktik yang berbeda dalam fiqih serta ibadah tidak serta merta menjadi indikator seseorang keluar dari Islam. Yang patut diingat adalah apakah ketika mengambil sebuah putusan, hukum berbasis metode yang jelas terukur dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

Islam Tuhan yang kebenarannya tidak bisa diperdebatkan yang berasal dari manusia suci sementara Islam di luar manusia suci memiliki beberapa perbedaan sesuai dengan kontek zaman dan tempat makanya Islam manusia yang kita sebut Islamisme berasal dari berbagai paham manusia yang mengalami perbedaan dan pertentangan. Nafsu, kehilafan, dan kebodohan manusia menjadi penghalang orang untuk meraih hakekat kebenaran.

Islamisme yang memiliki ribuan paham dan ihtilaf diantara ulama harus dikembalikan pada sejarah tumbuh kembangnya Islam di era Nabi Muhammad SAW serta keluarganya dan para pengikutnya yang berbasis pada kebenaran rasional dan memiliki nilai-nilai spiritual yang jika merujuk pada logika Islam ilmu dapat dibagi pada ilmu hissi (Panca Indera), Ilmu khayal (Imaginasi), Ilmu wahmi, Ilmu aqly (Intelektual).

Keempat ilmu tersebut di atas merupakan alat untuk memahami dan sekaligus menjelaskan ajaran Islam agar dapat dipahami oleh manusia. Manusia yang multi dimensi tidak hanya memiliki akal tapi juga imajinasi, kasih sayang, rindu-benci, dan lain-lain. Sifat lainnya adalah manusia sebagai mahluk yang memiliki sifat individual juga sosial.

Berbeda dengan terminologi Barat yang mendefinisikan ilmu hanya pada pengetahuan yang hanya bisa dibuktikan oleh panca indera. Sehingga kebenaran bagi mereka adalah harus berdasarkan verifikasi panca indera. Ilmiah adalah sikap seseorang untuk melihat realitas kehidupan dari sisi dhohir dan sisi batin. Islam yang dilihat hanya sisi dlohirnya saja telah kehilangan nilai spiritualnya juga demikian Islam yang dilihat dari sisi spiritualnya saja akan kehilangan sisi realitasnya jadi tidak aktual dan faktual. Islam lahir tumbuh dan berkembang adalah untuk manusia yang bernilai rahmatan lil aalamiin. Islam adalah kebahagiaan dan cinta kasih yang berefek baik secara individual maupun sosial.

(Ikmal-Online/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Posting Komentar

ABNS Video You Tube

Terkait Berita: