Sejak awal PKS memang ingin menyingkirkan Prabowo dalam peta Pilpres 2019. Bagi PKS, sosok Prabowo bukanlah sosok yang tepat untuk berhadapan dengan Jokowi dalam pertarungan nanti.
Dan manuver PKS untuk menggantikan Prabowo, terlihat dari gerakan-gerakan mereka sebelumnya dengan tagar #2019GantiPresiden, tanpa menyinggung sedikitpun bahwa yang dimaksud pengganti Jokowi adalah Prabowo.
Bahkan PKS sudah menyiapkan pengganti Prabowo, diantaranya dengan duet Anies-Aher. Hal ini diungkapkan Direktur Pencapresan Tim Pemenangan Pemilu (TPP) PKS Suhud Alynudin. Bahkan belum lama ini Shohibul Iman Presiden PKS mengatakan, belum pasti mendukung Prabowo.
PKS membuka pintu ke banyak pihak selain Prabowo. Ada Gatot Nurmantyo yang digadang-gadang oleh PKS untuk maju Pilpres. Selain itu PKS juga mencoba menggandeng Agus Yudhoyono untuk dipasangkan dengan Capresnya. Mardani Ali Sera, Ketua DPP PKS bahkan mengatakan bahwa “Demokrat tidak ingin Prabowo maju dalam Pilpres 2019”.
Jelas ini membuat Prabowo kesal bukan kepalang. Gerindra masih berpegang pada “koalisi permanen” yang pernah digalang dengan PKS. Tapi kok lama-lama PKS ngelunjak? Bukannya komitmen mengusung Prabowo, malah sibuk lirik sana lirik sini, bahkan ada niat untuk bikin poros ketiga segala mau meninggalkan Prabowo.
Jelaslah..
Jika PKS akhirnya bergabung dengan Demokrat, maka Prabowo bisa dipastikan tidak bisa maju karena kurangnya koalisi. Dan PKS akan menjadi King Maker yang menentukan siapa koalisi dengan siapa, dan mereka akan dengan mudah menentukan siapa Capres siapa Cawapres, minus Prabowo tentunya.
Yang tidak diperhitungkan oleh PKS adalah Prabowo juga ahli strategi. PKS boleh saja ahli dalam persapian, tetapi masalah kuda, Prabowo ahlinya. Dan buat Prabowo ini sama saja dengan bagaimana mengendalikan kuda liar supaya tunduk kepadanya..
Merapatlah Prabowo kepada Demokrat. Hal yang sama sekali tidak diduga oleh PKS dilakukan Prabowo, di hari-hari terakhir menuju penetapan Capres Agustus nanti. PKS yang awalnya begitu pede bahwa Demokrat hanya mau berkomunikasi dengan mereka, kaget melihat bahwa ternyata Demokrat membuka pintu bagi Prabowo.
Bagi Prabowo mudah membalikkan situasi.
Jumlah kursi Gerindra di DPR adalah 13 persen sedangkan PKS cuman 7 persen. Nah, si 7 persen ini sok2an manuver segala, gak nyadar diri kalau suaranya lebih kecil dari Gerindra.
“Enak aja pake ngatur-ngatur gua..” begitu mungkin pikir Prabowo gemas. “Mending koalisi ma Demokrat aja yang kursinya 10 persen, udah punya duit gak macem-macem lagi. Sono duit kagak ade, belagak jadi penentu segala..”
Gerindra memang jadi penentu situasi ini. Mereka koalisi dengan PAN saja, PKS tetap kelojotan karena gak akan kuat kalau cuman berdua ma Demokrat. Apalagi kalau Gerindra – Demokrat – PAN berkoalisi, wahhh makin ompong PKS.
Dan lucunya, sesudah Gerindra merapat dengan Demokrat, PKS langsung meratap, “PKS adalah teman setia Gerindra, gak mungkin ditinggalkan..”
Prabowo dengernya pasti kesal, “Teman setia biji lu peang. Kemaren aja elu yang mau ninggalin gua, sekarang bilang teman setia..”
Malang nian si biji peang, eh PKS, ketika ternyata manuvernya menjadi senjata makan tuan. Mereka yang tadinya jumawa menjadi King Maker, akhirannya ditinggalkan.
Dan dengar-dengar nih… Katanya PKS ada rencana mau merapat ke Jokowi. Gak dapet nangka, manggapun jadilah.
Mungkin proses ini bisa jadi pegangan untuk pak Jokowi, bahwa PKS itu bukan partner sehidup semati. Mereka bisa melakukan apa saja, tapi setia tidak termasuk dalam kamus mereka. Jika mereka merapat, potensi mereka besar untuk merusak koalisi. Lebih baik biarkan mereka tetap pada alamnya, jangan biarkan mendekat.
Karena sesungguhnya kampret tidak bisa hidup berdampingan dengan cebong. Cebong suka seruput kopi, sedangkan kampret kalau tidur terbalik dan suka terminum kencing sendiri. Seruput. (SFA)
(Denny-Siregar/Suara-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar