Ilustrasi
Pemilihan kepala daerah (Pilkada) seharusnya menjadi momen suka cita bagi warga. Karena setiap warga mempunyai harapan besar untuk perubahan daerah berada di tangan pemimpin yang akan terpilih.
Namun sayang, bagi orang- orang ini momen Pilkada menjadi peristiwa kelam yang tak terlupakan. Mereka harus menerima kenyataan pahit jika tempat mereka bekerja memberhentikannya secara tidak hormat. Alasannya ialah lantaran beda pilihan dengan pimpinan dan karyawan lain di tempat kerja tersebut. Berikut kisah orang-orang yang dipecat gara-gara beda pilihan Pilkada:
1. Gara-gara pilih Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum
Pilkada 27 Juni 2018 lalu menjadi hari yang suram bagi Robiatul Adawiyah, guru SDIT Darul Maza Jatisari, Kecamatan Jatiasih, Kota Bekasi. Dia dipecat gara-gara beda pilihan di Pilkada Jabar dengan pihak sekolahnya.
Pemecatan itu bermula ketika dirinya mengunggah status di media sosial yang memberikan ucapan selamat atas kemenangan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum sebagai Gubernur Jawa Barat, dan Rahmat Effendi-Tri Adhianto sebagai Wali Kota Bekasi versi hitung cepat. “Setelah ada hitung cepat, saya update status, dan memasang foto saya dengan Kang Emil,” kata Robiah di kediamannya Kampung Cakung RT 1 RW 3, Kelurahan Jatisari, Kecamatan Jatiasih, Kota Bekasi, Jumat (29/6).
Rupanya, unggahan status itu direspons oleh Kepala Sekolah SDIT Darul Maza. Menurut dia, seorang pengurus Yayasan di dalam grup WhatsApp langsung mengeluarkan kebijakan sepihak, dan meminta untuk mencari lembaga pendidikan lain. Robiah dianggap tidak sejalan dengan visi dan misi sekolah, sebab dalam percakapan itu bahwa pihak yayasan telah menentukan arahan dalam Pilkada Jawa Barat maupun Kota Bekasi.
2. Tak dukung paslon I Wayan Koster-Tjokorda Oka Arta Ardhana Sukawai (Koster-Ace)
Nasib nahas juga menimpa pecalang bernama Made Sutama asal Banjar Angas Sari, Desa Ungasan Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Sutama dipecat sebagai pecalang lantaran tak memilih pasangan calon I Wayan Koster-Tjokorda Oka Arta Ardhana Sukawai (Koster-Ace) dalam Pilkada Serentak 2018.
Dia lebih memilih pasangan calon (paslon) Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra-I Ketut Sudikerta (Mantra-Kerta). Para pengurus pecalang mengajak Sutama memilih Koster-Ace karena Banjar Angasari Desa Ungasan sudah memiliki kontrak politik dengan pasangan tersebut terkait bansos dan hibah.
“Kalau masih mau satu komando, maka kita ajak. Kalau berbeda ya, berhenti dulu,” ujar Sutama menirukan pimpinan pecalang dalam rapat tersebut, beberapa waktu lalu.
3. Pilih Ahok-Djarot
Pada Pilkada DKI 2017 lalu, seorang pembina Masjid di RT 06 RW 02 Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, dipecat gara-gara memilih pasangan Ahok-Djarot. Pemecatan pembina masjid bernama Rasyidin Nawi (68) itu dilakukan setelah pengurus masjid mengadakan rapat kerja di Puncak, Bogor.
Rasyidin mengaku mendukung Ahok sejak masih menjadi wakil gubernur saat mendampingi Jokowi. Menurutnya, Ahok mempunyai kinerja bagus, bersih dan berani menutup tempat maksiat. “Coba itu di Kalijodo, orang muslim waktu gubernur muslim pada diam saja,” ujarnya, beberapa waktu lalu.
Sejak pemecatan pada 4 Februari 2017, Rasyidin tidak lagi salat di masjid tersebut. Dia lebih memilih untuk mengunjungi masjid di wilayah lain, meskipun Rasyidin ahli waris dari Masjid Darussalam.
(Merdeka/Suara-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar