Keinginan Prabowo yang akan membongkar dan memindahkan makam Pangerang Diponegoro dan Tuanku Imam Bonjol harus ditolak.
Keinginan Prabowo disampaikan dalam halalbihalal yang digelar di aula Ir Soekarno di UBK, Jalan Kimia, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat, detik.com 29/6/2018.
Keinginan Prabowo itu bertentangan dengan tiga alasan, historis, politik perjuangan nasional dan doktrin agama.
Pertama dari sisi historis “pemulangan” makam pahlawan Pangeran Diponegoro dan Tuanku Imam Bonjol ke asal masing-masing akan mengubah sejarah yang pernah terjadi.
Pengasingan penjajah terhadap Pangeran Diponegoro dan Tuanku Imam Bonjol merupakan bukti kezaliman penjajah masa lalu dan merupakan resiko setiap pejuang yang melawan penjajah dengan diasingkan dari tanah dan pengikut mereka. Dengan “memulangkan” makam Pangerang Diponegoro dan Tuanku Imam Bonjol, sama halnya Prabowo ingin menghapus sejarah kekejaman penjajah masa lalu.
Kedua dari sisi politik perjuangan nasional adanya makam-makam pejuang nasional dan kemerdekaan Indonesia di daerah-daerah yang bukan asalnya merupakan bukti perjuangan mereka tidak bersifat kedaerahan–sebagaimana sering dituduhkan mereka hanya berjuang melawan penjajah untuk kepentingan daerah masing-masing dan bersifat lokal saja.
Adanya makam-makam pejuang kemerdekaan Indonesia menjadi pasak bumi yang menyatukan wilayah Indonesia dalam satu kesatuan dan cita-cita mulia mereka yang ingin mengusir penjajah dari bumi Nusantara. Pangeran Diponegoro bukan Pahlawan bagi Yogyakarta saja dan Tuanku Imam Bonjol bukan Pahlawan bagi Sumatera Barat saja tapi pahlawan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pahlawan ini terbaring di bumi ibu pertiwi Indonesia yang mereka perjuangkan kemerdekaannya.
Ketiga, dari sisi doktrin agama dilarang memindahkan makam kecuali ada dasar darurat dan ada kepentingan umum yang mendesak seperti pembangunan fasilitas umum. Apalagi makam sosok bukan orang sembarangan seperti Pangeran Diponegoro dan Tuanku Imam Bonjol.
Permasalahan ini pernah dibahas dalam forum Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (NU) dalam Muktamar NU ke-25 pada 20-25 Desember 1971 di Surabaya.
Dalam kumpulan hasil keputusan Bahtsul Masail “Ahkamul Fuqoha” memindahkan jenazah dari satu kuburan ke kuburan yang lain haram hukumnya. Kecuali, karena alasan darurat.
Bahtsul Masail NU mendasarkan pada kitab al-Mahalli I halaman 252. “Menggali kuburan untuk dipindahkan atau tujuan lainnya hukumnya haram. Kecuali, karena sesuatu yang darurat.”
Tidak adanya alasan darurat dari keinginan Prabowo untuk “memulangkan” makam Pangeran Diponegoro dan Tuanku Imam Bonjol maka harus tolak keras.
Saya menangkap keinginan Prabowo hanyalah bentuk politisasi terhadap makam-makam pahlawan yang tujuannya mencari simpati warga dan asal daerah pahlawan itu. Misalnya “memulangkan” makam Pangeran Diponegoro untuk menarik simpati masyarakat Yogyakarta dan “memulangkan” makam Tuanku Imam Bonjol untuk mencari simpati masyarakat Sumatera Barat.
Saya berharap Prabowo mencabut keinginan itu dan membuang jauh-jauh keinginan mempolitisasi makam-makam Pahlawan Nasional.
Mohamad Guntur Romli, Caleg Partai Solidaritas Indonesia (PSI)
(Gun-Romli/Suara-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar