Pesan Rahbar

Sekilas Doa Arafah Imam Husain as dan Doa Arafah Imam Husain as

Doa Arafah (Bahasa Arab: دعاء العرفة ) adalah diantara doa-doa Syiah yang menurut riwayat dibaca oleh Imam Husain as pada hari ke-9 Dzul...

Home » , » Bagaimana Agar Doa Bisa Menjadi Sebuah Solusi

Bagaimana Agar Doa Bisa Menjadi Sebuah Solusi

Written By Unknown on Jumat, 26 Oktober 2018 | Oktober 26, 2018


Oleh: Suparno


Do’a keselamatan dari Imam Mahdi afj

Allahumma shalli ala Muhammad wa ali Muhammad

Allahummarzuqna taufiqattha’ah

“Ya Allah karuniakan bagi kami taufik ketaatan”

Doa ini diawali dengan permohonan agar kita dikaruniai taufik, tidak sembarang taufik tapi taufik ketataan kepada Allah swt.

Semua orang dituntut untuk memiliki tujuan. Semua orang hidup dan dari hasil interaksi dengan orang lain, dengan lingkungan sekitar, dengan lingkup sosial tertentu dari sini muncullah berbagai permasalahan. Dari permasalahan tadi manusia menjadi stress dan tertekan, dan dia tidak bisa hidup dengan nyaman di muka bumi ini.

Sebagai contoh ketika seorang ayah pulang dari pekerjaan dengan membawa stress, stress dari tempat kerja maupun stress selama perjalanan pulang. Sang ibu dengan semangat emansipasi juga meniti karier di dunia kerja, ia pun pulang kerumah dengan membawa stress, stress persis seperti suaminya. Rumah pun menjadi tempat bertemunya dua stress dari dua orang terpenting dalam rumah tangga.

Tuntutan kerja mengharuskan si ayah dan ibu bangun pagi-pagi dan bersiap untuk memulai kerja, juga karena tuntutan tempat kerja, si ayah dan ibu harus pulang terlambat, belum lagi kadang harus kerja lembur karena sudah mendekati deadline, karena konsumen meminta proyek dipercepat, klient menuntut ada perubahan sementara waktu sudah mepet, demi mempertahankan konsumen dan klient karyawan diharuskan kerja lembur.

Kita bisa bayangkan bagaimana kenyamanan dan ketentraman dari keluarga diatas. Ketika kehidupan didasarkan tidak pada ketaatan kepada Allah swt maka itu sama dengan permasalahan yang akan melahirkan permasalahan-permasalahan yang lain.

Kita kembalikan pada masalah bahwa ketaatan adalah sebuah taufik yang semestinya kita utamakan dalam deret doa kita. Dapat dipahami disini bahwa ketaatan adalah sebuah target, dan dalam menggapai target kita butuh perencanaan, diluar perencanaan bagian yang sangat penting adalah pengenalan pihak yang akan diupgrade ketahap ketaatan, yakni diri kita sendiri. Bagaimana kondisi kita, seberapa jauh kita dari level yang ingin kita raih, berapa tahapan yang harus kita lalui agar kita bisa sampai pada level yang kita harapkan. Apa saja yang kita butuhkan, apa saja kondisi pribadi kita yang menjadi penghalang, sifat apa saja yang kita miliki dan itu menghalangi perjalanan kita, dari perbuatan dan sifat buruk yang kita miliki mana yang lebih berat ditinggalkan, dan mana yang lebih mudah kita tinggalkan, berapa waktu yang dibutuhkan untuk mencapai level itu, apakah egoisme sedang mengungguli nalar normal kita, apakah sifat tidak mau mengalah sedang mengalahkan kita dalam menentukan pilihan kita.dll. Kita berikan skala prioritas.

Doa yang kita panjatkan adalah pengingat kita untuk senantiasa berada dalam satu garis, berada dalam koridor sehingga kita bisa tetap berada dalam zona aman, berada dalam zona perjalanan yang tidak menyalahi tujuan yang akan kita raih.

Demikian juga baris pertama doa keselamatan dari Imam Mahdi afj ini.

Allahummarzuqna taufiqattha’ah

“Ya Allah karuniakan bagi kami taufik ketaatan”

Doa ini mengingatkan kita untuk ingat dan senantiasa melihat tujuan tertinggi kemanusiaan yakni menjadi manusia taat. Dan dalam al Qur’an Allah swt berfirman

“Katakanlah: Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada rasul…… Dan jika kamu taat kepadaNya, niscaya kamu mendapat petunjuk….” (Qs An Nur:54)

Kita diperintahkan untuk menjadi manusia taat, taat kepada Allah swt dan kepada rasulNya. Kita diberitahu melalui ayat ini bahwa seharusnya taat dijadikan tujuan, sebuah tujuan yang akan menghantarkan manusia menjadi makhluk yang berada dalam hidayah Allah swt, “…niscaya kamu mendapat petunjuk…”

“…Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul.” (Qs : Al Ahzab: 66)

Dalam ayat ini digambarkan para ahli neraka menyesali penyebab keberadaan mereka disana, mereka menyesal mengapa selama didunia tidak taat kepada Allah swt dan RasulNya. Tidak menjadikan ketaatan kepada Allah dan rasulNya sebagai parameter dalam menentukan cara hidup di alam dunia. Kebalikan dari kondisi diatas, mereka yang taat kepada Allah dan RasulNya, mereka akan mendapat kebahagiaan SurgaNya Allah swt.

“…Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya; niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dan barang siapa yang berpaling niscaya akan diazab-Nya dengan azab yang pedih. (Qs : Al Fath: 17)

“Dan barang siapa diantara kamu sekalian (isteri-isteri nabi) tetap taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengerjakan amal yang saleh, niscata Kami memberikan kepadanya pahala dua kali lipat dan Kami sediakan baginya rezki yang mulia.” (Qs Al Ahzab: 31)

Dalam ayat ini ketaatan kepada Allah swt dan Rasulnya disebut sebagai amalan yang menjadikan hamba mendapatkan pahala berlipat ganda, dan akan mendapatkan rizki yang mulia.

Doa juga mengingatkan terus-menerus bahwa tujuan dari penciptaan manusia adalah pengghambaan dan penyembahan mutlak kepada Allah swt.

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. “ (Qs Al dzariyaat: 56)

“Janganlah kamu menyembah selain Allah…” (Qs Al Ahqaaf:21)

“Katakanlah: “Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama.” (Qs Al Zumar:11)

Doa ini juga menjadi parameter untuk melihat apakah pilihan kita dalam menjalani hidup sudah sinkron dengan doa ini apa malah bertolak belakang. Apakah pilihan hidup ini kita berlandaskan konsep ketaatan pada Allah swt atau tidak. Ketika semua tahapan ini kita lalui, kita singkronkan dengan koridor ketaatan pada Allah swt maka kita akan hidup dengan tenang, kita akan aman dari berbagai permasalahan, hal-hal yang awalnya bermasalah dimata kita menjadi bukan suatu masalah. Adanya ujian menjadi sumber penyemangat bahwa kita dipersilahkan untuk naik level bukan malah membuat kita mundur dan putus asa. Adanya permasalahan kita hadapi dengan lebih tenang, permasalahan ketika dihadapi dengan sikap tenang, akan lebih mudah dipecahkan dibandingkan jika dihadapi dengan emosi.

Ketaatan berasal dari kata taat, dan dalam bahasa arab memiliki padanan dengan Tha’ah. Ketaatan adalah sebuah kemestian yang muncul dari rasa percaya sepenuh hati kepada Allah swt. Ketika kita melihat anak-anak muda kita bermasalah, bukannya tidak mungkin kalau sebenarnya mereka belum memiliki pemahaman akidah yang runut. Mereka hanya tahu bahwa Allah itu ada dan esa, belum sampai tahap yakin bahwa Allah itu memang harus ada dan tidak mungkin tidak esa. Masih banyak permasalahan akidah yang mereka simpan dan mereka tidak tahu kepada siapa hal itu bisa dipecahkan, karena kalau mereka bertanya tentang Allah bisa jadi beberapa orang langsung dicap kafir atau murtad karena dianggap sedang tidak mengimani Allah swt.

وبعد المعصية

Wa bu’dal ma’siah

“Dan jauhkan (kami) dari maksiat”


Senada dengan doa keselamatan diatas Allah berfirman:

ولا تقربوا الزنى انه كان فحشة وساء سبيلا

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (Qs Al Isra: 32)


Baris kedua dari doa keselamatan Imam Zaman ini berupa permintaan kepada Allah swt agar kita dijauhkan dari maksiat.

Sebenarnya tidak bermaksiat adalah salah satu tanda dari orang yang taat kepada Allah swt. Orang taat kepada Allah swt itu mentaati sepenuh hati dengan meninggalkan yang dilarang dan menjalankan yang diperintahkan. Dan disini ditekankan pada menjauhi, jadi tidak hanya tidak menjalani perbuatan maksiat bahkan menjauhi berbagai hal yang berbau maksiat. Ketika jadi dua tahap, pertama dengan menjauhi tempat maksiat kemungkinan kita untuk melakukan masksiat jauh lebih sedikit. Dibanding ketika kita berada didalam lingkungan tempat orang-orang biasa bermaksiat.

Lingkungan disini tidak selalu bermakna tempat tapi lebih luas, yakni lingkungan berupa sistem maupun lingkungan sosial media yang kita pilih.

Tidak berbeda dengan tempat-tempat bermaksiat ketika kita memilih lingkup sosial media yang salah, kelompok dimana mereka selalu menggunjing, memfitnah, menyebarkan hoaks, dll maka kita disebut juga sebagai orang yang tidak menjauhi tempat maksiat.

Bisa menjauhkan diri dari maksiat adalah sebuah nilai dan hasil dari perjuangan. Pihak yang lebih berwenang seperti pemimpin masyarakat, pemimpin institusi dll, seyogyanya memberikan apresiasi kepada bawahan ketika mereka berusaha menjauhkan diri dari maksiat. Terlebih dalam lingkup keluarga, ketika orang tua mengapresiasi anak-anaknya yang sudah mampu menjauhkan diri dari maksiat pastinya itu akan memberi kekuatan, karena kenyataanya manusia sendiri sebenarnya ada kecenderungan untuk terus menerus berbuat maksiat.


بل يريد الإنسان ليفجرأمامه

“Bahkan manusia itu hendak membuat maksiat terus menerus.” (Al Qiyaamah : 5)


Jadi manusia butuh penyemangat agar tetap teguh dalam menjalani kehidupan yang jauh dari hiruk pikuk kemaksiatan.

Media bermaksiat seiring berkembangnya peradaban juga semakin luas. Dengan media sosial berupa gadget, laman-laman internet, serta program untuk smartphone kekinian seperti tiktok, smule yang menawarkan program live yang tidak mungkin difilter, masyarakat semakin mudah untuk bermaksiat dikamar-kamar tertutup mereka.

Keinginan untuk banyak yang folow, banyak yang subscribs, banyak yang like, tapi tidak mengetahui cara bagaimana memviralkan video dan foto mereka, ada remaja-remaja masih berbaju sekolah yang melakukan perbuatan tidak senonoh live dengan mobile phone mereka. Perbuatan tidak senonoh tanpa dibayar ini dilakukan hanya agar bisa menaikan rating video yang di uploud. Cukup miris karena disaat yang sama orang tua mereka sedang membanting tulang untuk mencari biaya sekolah, sehingga mereka tetap bisa bersekolah.


Menjauhkan dari maksiat

Salah satu pelajaran dari baris doa diatas adalah agar kita menjauhkan diri kita dari maksiat. Dan dalam Al Qur’an kita diajari

يَأَيهَا الّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنفُسكمْ وَ أَهْلِيكمْ نَاراً وَقُودُهَا النّاس وَ الحِجَارَةُ عَلَيهَا مَلَئكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لا يَعْصونَ اللّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَ يَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

Dalam tahapan menjauhi dan tidak mengerjakan maksiat sesuai ayat ini semestinya dimulai dari diri kita (قُوا أَنفُسكمْ) setelah kita sudah mengerjakan baru kita disuruh menyampaikan dan menyuruh keluarga kita (وَ أَهْلِيكمْ نَاراً).


وبعد المعصية

Wa bu’dal ma’siah

“Dan jauhkan (kami) dari maksiat”


Doa ini jelas sangat tepat disegala zaman, termasuk dijaman kekikinian. Kita memohon kemudahan untuk menjauhi maksiat, dan ini adalah modal untuk kemudian bisa mengajak keluarga kita dan orang lain menjauhi maksiat.

Dalam kehidupan rumah tangga banyak hal sederhana yang bisa kita lihat dari anak-anak kita, betapa mudahnya anak-anak menirukan kebiasaan “buruk” sang ayah yang terbiasa meletakkan sepatu tidak di rak sepatu, sementara sang ibu bukan hanya meletakkan sepatu pada tempatnya bahkan seisi rumah ia tata sedemikian rupa, namun yang ditiru bukan sang ibu tapi dari ayah.

Kalau kita telisik perbuatan sang ayah dilakukan setulus hati tanpa sedikitpun pengharapan untuk ditiru dan semacamnya, sementara sang ibu bisa jadi ia melakukan berbagai disiplin tersebut dengan pengharapan seisi rumah juga melakukan hal serupa, jadi dilakukan tidak dengan ikhlas. Walau memang ada kenyataan lain yakni adanya kecenderungan manusia untuk bermaksiat.


بل يريد الإنسان ليفجرأمامه

“Bahkan manusia itu hendak membuat maksiat terus menerus.”

(Al Qiyaamah: 5)

Disini terlihat betapa besar peran seorang kepala rumah tangga. Ketika kepala rumah tangga sudah menjadi yang paling menjauhkan diri dari maksiat kemungkinan untuk membenahi anggota keluarga yang lain akan lebih mudah. Dan selanjutnya bisa memperbaiki masyarakat dengan contoh amalan baik yang dilakukan. Dan dari sini menjauhkan dari maksiat diawali dari pribadi seorang ayah, keluarga dan akhirnya meluas kepada masyarakat.

Untuk menjauhkan seseorang dari maksiat tentu tidak semudah membalikkan tangan. Perlu penelitian latar belakang mengapa pelaku melakukan maksiat, pendekatan psikologis, penanganan sebab-sebab yang menjadikan orang atau masyarakat terjerumus kedalam maksiat.


Menjauhkan masyarakat dari maksiat

Menjauhkan masyarakat dari maksiat tentu tidak serta merta dengan berceramah dan mengungkapkan ribuan dalil dari Al Quran dan sunah. Ketika masyarakat itu lapar maka semestinya mereka dicarikan pekerjaan, dibukakan lapangan kerja terlebih dahulu, didekati dulu dan kita harus bisa menjadi pendengar yang baik. Pendengar yang baik akan lebih didengarkan omongannya dibandingkan para penasihat dan penceramah.

Menjauhkan masyarakat dari maksiat tidak bisa dilakukan orang perorang, perlu bergerak bersama-sama mencari jalan keluar. Butuh perencanaan matang dan semangat membangun masyarakat dalam kebersamaan.

(Ikmal-Online/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Posting Komentar

ABNS Video You Tube

Terkait Berita: