Bawaslu kembali meloloskan gugatan mantan napi korupsi menjadi bakal caleg di Pemilu 2019.
Kali ini bakal caleg DPRD DKI M Taufik asal Gerindra yang semula dicoret KPU karena eks koruptor, namun diloloskan Bawaslu DKI.
Keputusan Bawaslu itu tercapai dalam sidang adjudikasi hari ini.
Taufik menggugat ke Bawaslu karena dicoret KPU sebagai bacaleg karena pernah jadi napi korupsi saat menjadi ketua KPU DKI tahun 2004.
Bawaslu mengabulkan semua permohonan Taufik itu.
“Memutuskan, satu, menerima permohonan termohon seluruhnya. Dua, menyatakan bakal calon anggota DPRD DKI Jakarta Dapil 3 nomor urut 1 dari Partai Gerindra, M Taufik memenuhi syarat verifikasi dalam pileg tahun 2019 oleh KPU Provinsi DKI Jakarta,” ucap ketua majelis hakim sidang adjudikasi sengketa, Fuadi, di Bawaslu DKI, Sunter, Jakarta Utara, Jumat (31/8/18).
Dalam putusan itu, Bawaslu DKI juga memerintahkan KPU DKI melaksanakan putusan tersebut, yaitu memasukkan kembali Taufik sebagai bakal caleg dan ditetapkan dalam Daftar Caleg Tetap (DCT).
Putusan tersebut juga dihasilkan setelah pemeriksaan Bawaslu berdasarkan pandangan ahli dan tinjauan undang-undang tentang hak seseorang dalam pemilu.
Peraturan KPU yang melarang eks koruptor nyaleg dinilai berbenturan dengan UU Pemilu.
“Juga bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 42/UU 13/ 2015 dan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 51/PU15/2016 yang pada pokoknya memberi kesempatan yang sama bagi mantan terpidana untuk ikut dan terlibat dalam memilih dan dipilih sebagai syarat-syarat yang telah ditentukan,” ucap Fuadi.
Sebelumnya, dalam berita acara verifikasi KPU, M Taufik dapat diloloskan menjadi peserta pemilu legislatif akibat pernah terjerat kasus korupsi pengadaan alat peraga kampanye pada pemilu tahun 2004 dan merugikan uang negara sebesar Rp 488 juta rupiah.
M Taufik menjalani hukuman 18 bulan penjara atas perbuatanya tersebut.
Wiranto Akan Panggil Bawaslu yang Loloskan Eks Koruptor Nyaleg
Sejumlah Bawaslu daerah meloloskan eks koruptor nyaleg, termasuk M Taufik yang kembali maju di DPRD DKI. Menko Polhukam Wiranto mengatakan dia akan memanggil Bawaslu RI untuk meminta penjelasan.
"Dilihat dulu lah. Nanti dengan lembaga terkait saya panggil atau undang untuk kita rapatkan bersama, semangatnya bersama," kata Wiranto di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Jumat (31/8/2018).
Wiranto mengatakan, pemanggilan itu bertujuan untuk meminta penjelasan. Agar lembaga tidak membuat bingung masyarakat.
"Tidak setiap lembaga berbeda pendapat, masyarakat jadi bingung. Oleh karena itu, nanti tentu saya koordinasikan. Namanya menteri koordinator, koordinasikan pandangannya bagaimana, maksudnya bagaimana, kalau ada perubahan apa sih alasannya?" ucap Wiranto.
Wiranto menambahkan, semangat antikorupsi sudah menjadi bagian dari pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Semangat inilah yang harus terus dijaga.
"Tentu semangat antikorupsi sudah menjadi bagian pemerintahan Pak Jokowi sejak dulu. Oleh karena itu, nafas ini jaganya bagaimana, nanti satu koordinasi sehingga satu suara," sebut dia.
Wiranto mengatakan, pemanggilan itu akan segera dilakukan. Namun dia membantah jika pemanggilan itu disebut sebagai bentuk teguran ke Bawaslu.
"Jangan macam-macam lah (bukan teguran-red). Negara ini aman-aman damai. Sudah bagus kan? Kemarin pilkada serentak sudah aman. Asian Games Insyaallah aman, tinggal menuju ke IMF Meeting, World Bank Meeting insyaallah aman. Kalau aman kan bagus," jelas Wiranto.
Seperti diketahui, ada 3 mantan narapidana korupsi yang diloloskan Panwaslu atau Bawaslu menjadi bakal caleg DPRD dan bakal calon anggota DPD, yaitu dari daerah Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Utara, dan Aceh. Kemudian, jumlah itu bertambah 2 dari Parepare dan Rembang. Kelima mantan narapidana korupsi ini lolos karena keputusan Bawaslu yang menyatakan pendaftarannya memenuhi syarat.
Terakhir, M Taufik yang merupakan Ketua DPD Gerindra DKI juga diloloskan untuk nyaleg atas keputusan Bawaslu. Keputusan-keputusan Bawasli itu pun menjadi kontroversi.
"Keputusan Bawaslu meloloskan caleg yang sebelumnya sudah dinyatakan TMS (tidak memenuhi syarat) oleh KPU karena bertentangan dengan PKPU Nomor 20 Tahun 2018 sangat memprihatinkan," ucap peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus.
Lucius mempertanyakan sikap Bawaslu yang mengabaikan PKPU tersebut, meski keputusannya mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Namun, bagi Lucius, pertimbangan akal sehat dan moralitas seharusnya juga dikedepankan Bawaslu.
"Bawaslu terkesan justru ingin tampil bak pahlawan kesiangan untuk para koruptor. Mereka seolah-olah tak peduli pada PKPU yang resmi, padahal mereka sudah diajak bermufakat dalam forum konsultasi bersama DPR dan pemerintah," tambah Lucius.
(Detik/Berita-Terheboh/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar