Pada akhirnya, semuanya akan tergantung pada niat,” Inna amalu binniyat….” Apakah kita cinta ulama atau atau sekedar memanfaatkannya ?
Menyalahkan sikap Ki Maruf pada kasus Ahok, rasanya kok lebay dan ini yang akhirnya membuat suara NU bingung di saat penentuan.
Walaupun bagaimana, beliau Kyai Sepuh dengan nazab dari Nabi ke Sunan Gunung Jati sekaligus cicit Syech Nawawi Al Bantani plus mantan santri KH Hasyim Asyari kakek Gus Dur. Sama sekali tidak ada yang janggal dengan latar belakangnya.
Memang, di masa lalu perbedaan fiqh NU-MUI membuat Ki Maruf, terasing dari NU, meskipun sejak 2015, beliau menjabat sebagai Rais Am NU.
“Tragedi Ahok,” membawa hikmah, NU sadar bahwa ternyata Ki Maruf perlu diselamatkan dari pusaran politisasi ulama. Berikutnya, “perang fiqh” NU-MUI nyaris tidak terdengar lagi.
Sebaliknya, Ki Maruf justru menyelamatkan Sukmawati yang hampir di-Ahok-kan gegara masalah adzan. Dan pendulum pun berbalik, Ki Maruf dicaci-maki !
Sekarang, pasca ditetapkan sebagai wakil Jokowi, Beliau dibulli habis-habisan: Tentang usianya, tentang statusnya sebagai ulama justru oleh mereka yang tadinya mengaku sebagai pembela Ulama.
Jadi pilpres mendatang hanyalah langkah awal melenyapkan politisasi agama dari bumi Indonesia.
Tetapi sebagai kecebong beriman, sebaiknya santai saja. Usahlah koar-koar bela ulama (meskipun iya). Takut ditaksir Neno Warisman…..
Lutfi Bakhtiyar
Sumber: https://facebook.com/story.php?story_fbid=10212698712278852&id=1117673302
(Suara-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar