Apakah pembatasan ruang gerak kaum perempuan merupakan sebuah perbuatan yang dapat ditolerir?
Keselamatan suatu komunitas tergantung pada kesalamatan para anggotanya, apa pun jenis kelaminnya (pria atau wanita). Apabila dalam suatu komunitas dan masyarakat hanya kaum perempuan yang sehat dan menunaikan masalah-masalah tarbiyah dan pendidikan, akan tetapi kaum laki-laki dibebaskan dan tidak mengindahkan prinsip-prinsip moral, maka masyarakat tidak akan mendapatkan ketentraman. Atau pun sebaliknya, apabila kaum prianya saja yang sehat dan kaum wanitanya dibebaskan maka tetap masyarakat tidak akan memperoleh keselamatan. Sedemikian sehingga masyarakat senantiasa berada dalam kondisi kritis dan genting. Masyarakat akan sehat apabila kaum pria dan wanitanya juga sehat yang diperoleh dari pendidikan yang benar dan sehat. Dengan mengenal pelbagai penyakit dan bahaya yang mengancam keselamatan ini maka dengan sendirinya, masyarakat tersebut telah menjaga dirinya dari bahaya dan penyakit tersebut.
Mengingat pria dan wanita (atau putra dan putri) masing-masing memiliki tipologi khas tersendiri maka pelbagai faktor pendukung dan penghalang untuk mencapai keselamatan juga berbeda-beda. Sebagaimana dalam sebuah taman atau kebun, masing-masing bunga dan tumbuhan memerlukan perawatan dan perhatian sendiri-sendiri, dalam sebuah komunitas manusia merupakan bunga-bunga bagi taman kehidupan (putra dan putri), yang memerlukan perawatan dan perhatian tersendiri. Wanita dan putri merupakan entitas dan makluk yang sangat lembut sebagaimana hal ini dinyatakan dalam sabda Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As "wanita adalah kusuma yang menawarkan aroma wewangian."[i] Ia lebih peka, lebih rawan dan boleh jadi dengan sentuhan semilir angin, ia akan mengelepak. Oleh itu, ia harus diperlakukan ekstra hati-hati.
Atas dasar inilah, Islam mewajibkan hijab dan pakaian khusus bagi kaum wanita. Hijab ini menjadi penyebab terjaganya kaum wanita dari pelbagai bahaya dan penyakit yang boleh jadi menjatuhkan nilai, kemuliaan dan mutiara kehormatannya. Hijab ini sejatinya merupakan bentuk pemuliaan dan penghormatan yang diberikan kepada wanita. Bukan pembatasan dan penghinaan kepadanya. Apakah Anda dengan menyimpan harta benda yang sangat berharga pada sebuah brankas dan kemudian menguncinya dengan rapat dan meletakkannya pada sebuah tempat yang aman akan menurunkan nilai mutiara tersebut? Tentu saja tidak. Karena nilai mutiara tersebut tinggi sehingga Anda melakukan hal tersebut. Aturan-aturan Islam tentang hijab dan pakaian juga demikian adanya. Namun hal ini tidak berlaku bagi kaum pria. Lantaran kaum pria tidak memiliki tipologi dan kelembutan seperti ini. Karena itu, ia tidak memerlukan perawatan dan perhatian khusus (sebagaimana kaum wanita). Namun pada saat yang sama, Islam meletakkan pelbagai tugas di atas pundak pria dimana apabila ia menunaikannya dengan baik dan kaum wanita juga mengamalkan tugasnya dengan baik maka masyarakat akan tetap terpelihara keselamatannya.
Poin lainnya adalah perbedaan mental dan perasaan yang terdapat pada pria dan wanita. Mengingat bahwa kaum wanita memiliki perasaan yang sangat peka, Allah Swt memberikan aturan-aturan khusus bagi wanita dimana dengan mengamalkan aturan-aturan ini akan menghasilkan stabilitas mental dan perasaan wanita. Karena apabila mental ini tidak stabil (alias labil) maka institusi keluarga akan mengalami keruntuhan.
Singkatnya, seluruh aturan ini yang diberikan Islam kepada kaum wanita dan tugas-tugas syariat (taklif) yang ditetapkan kepadanya adalah berada pada tataran untuk menjaga kemaslahatannya. Masyarakat yang menyebut tujuan tugas-tugas tersebut adalah menjaga kemaslahatan kaum wanita, bukan membatasi dan mempersulitnya. Demikian juga tugas-tugas dan taklif yang ditetapkan bagi kaum pria juga untuk maksud demikian.
Referensi:
[i]. Ushul Kâfi, jil. 5, hal. 510, bab Ikram Zaujah (Pemuliaan Wanita).
(Islam-Quest/Tanya-Islam/Tebyan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar