Gus Yaqut Cholil Qoumas, Ketum GP Ansor (Foto; Istimewa)
Hukuman penjara selama 1,5 tahun terhadap Meiliana, perempuan yang mengeluhkan volume azan di Tanjungbalai, Sumatera Utara, dianggap berlebihan, oleh sejumlah aktivis.
Pasalnya, sejumlah pelaku pembakaran rumah ibadah hingga penyerangan umat beragama kerap dijatuhi vonis yang lebih ringan, bahkan bebas.
Namun perwakilan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sumut menilai Meiliana seharusnya mendapatkan hukuman yang lebih berat.
Ia dituding sebagai pemicu pengerusakan massal terhadap sejumlah kelenteng dan wihara di kota itu tahun 2016.
Peneliti Pusat Studi Agama dan Demokrasi Universitas Paramadina, Saidiman Ahmad, menyebut vonis Pengadilan Negeri Medan terhadap Meiliana mengusik rasa keadilan.
“Dibandingkan kasus lain, perlakuan untuk Meiliana jauh sekali. Tafsir penodaan agama itu longgar, tidak tahu ukuran pastinya.”
Vonis untuk Meiliana diketok 21 Agustus. Ketua Majelis Hakim PN Medan, Wahyu Prasetyo Wibowo, menyatakan Meiliana terbukti menista agama Islam.
Keluhan Meiliana soal volume azan juga disebut memicu kerusuhan bernuansa SARA di Tanjungbalai.
Dalam dakwaan jaksa penuntut umum, seperti dilansir Kantor Berita Radio (KBR), suami Meiliana, Lian Tui, telah meminta maaf ke masjid Al Makhsum setelah sejumlah orang bereaksi negatif atas keluhan volume azan.
Berita ini mendapat tanggapan dari Ketum GP Ansor, Gus Yaqut yang diposting melalui akun facebooknya .
“Satu lagi catatan hitam intoleransi di negeri ini. Bangsa beradab yang mulai muncul benih2 kebiadaban karena sebagian orang yg memahami agama hanya secuil tapi bersikap seolah2 paling benar. Saya berharap muncul gelombang besar dukungan terhadap Ibu Meliana ini. Bukan semata2 untuk beliau. Tapi yang lebih penting lagi, bagaimana peradaban dan kemanusiaan negeri ini terawat oleh orang2 yg waras dan tidak dirusak oleh orang2 gila agama itu..”
(BBC/Suara-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar