Ada apa di balik multazam? Pertanyaan ini banyak ditanyakan para jemaah haji dan umrah. Multazam berasal dari bahasa Arab dan dari kata lazima-yalzamu yang berarti tetap, pasti, dan wajib. Kemudian membentuk kata multazam berarti sesuatu yang dimintai pertanggungjawaban.
Multazam sebagai nama sebuah tempat yang terletak antara Hajar Aswad dan pintu Kakbah dihubungkan dengan hadis Nabi yang mengatakan, “Multazam adalah tempat berdoa yang dikabulkan (mustajabah), tak seorang pun hamba Allah yang berdoa di tempat ini tanpa terkabulkan doanya”.
Disebut multazam karena seolah ada kepastian dan ketetapan, siapa pun yang bermohon di tempat itu, maka Allah akan mengijabah doa-doanya. Ada sejumlah hadis Nabi menjelaskan tentang hal ini.
Tidak heran jika para sahabat Nabi menjadikan tempat ini sebagai salah satu tepat khusus untuk berdoa.
Dalam suatu riwayat sebagaimana diungkapkan di dalam Sunan Abu Dawud, dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya berkata, “Saya (menunaikan) tawaf bersama Abdullah, ketika sampai di belakang Kakbah, saya berkata: “Apakah kita tidak berlindung?” (Beliau) berkata: “Kita berlindung dengan (nama) Allah dari neraka.” Ketika telah lewat, saya menyentuh Hajar (Aswad), dan berdiri di antara rukun (Hajar Aswad) dan pintu (Kakbah). Maka (beliau) menaruh dada, wajah, lengan, dan kedua tangannya begini dan membentangkan lebar keduanya. Kemudian berkata: “Beginilah saya melihat Rasulullah SAW melakukannya.”
Keutamaan multazam dijelaskan dalam beberapa hadis, di antara keutamaannya ialah menunaikan salat sunah dan berdoa. Di dalam multazam inilah juga kita dianjurkan untuk salat dua rakaat setelah melakukan tawaf tujuh kali putaran.
Dalam buku-buku manasik haji disuguhkan redaksi doa yang sebaiknya dibaca saat kita berdoa di tempat ini setelah melaksanakan salat dua rakaat. Hanya, perlu hati-hati karena tempat ini sangat terbatas dan di musim haji hampir sulit salat di pelataran Kakbah di arah multazam.
Salat dan doa juga dapat dilakukan dalam garis lurus ke belakang, tempat lebih memungkinkan kita salat lebih aman dan tenang sambal berdoa secara khusyuk. Di sebelah kanan multazam di situ ada tempat air minum zamzam yang dianjurkan untuk diminum seusai melakukan tawaf.
Doa yang banyak dipanjatkan di tempat ini secara turun temurun semenjak dari masa sahabat hingga sekarang ialah sebagai berikut.
“Ya Allah, Tuhan kami, sesungguhnya saya adalah hamba-Mu dan anak dari hamba-Mu, anak budak-Mu. Engkau bawa kami dengan apa yang telah Engkau jalankan kepadaku dari makhluk-Mu. Dan Engkau jalankan diriku dari negeri-Mu sehingga Engkau sampaikan dengan nikmat-Mu ke rumah-Mu. Dan Engkau bantu kami agar dapat menunaikan manasikku.
Kalau sekiranya Engkau rida kepada diriku, maka tambahkanlah kepadaku keridaan-Mu. Kalau sekiranya (belum), maka dari sekarang (berikanlah) keridaan kepadaku sebelum meninggalkan rumah-Mu (menuju) rumahku. Ini adalah waktu kepergianku, jikalau Engkau mengizinkan kepadaku tanpa (ada rasa) menggantikan dari diri-Mu, juga rumah-Mu, dan (tidak ada perasaan) benci kepada-Mu dan pada rumah-Mu.
Ya Allah, Tuhanku. Sertakanlah kepada diriku kesehatan pada badanku, dan kesehatan di tubuhku serta jagalah agamaku, dan perbaikilah tempat kembaliku, berikanlah rezeki (dengan) ketaatan kepada-Mu selagi saya (masih) hidup. Dan gabungkanlah untuk diriku kebaikan dunia dan akhirat. Sesungguhnya Engkau terhadap sesuatu Mahamampu”.
Bukan hanya doa ini, melainkan doa apa pun yang dianggap sangat prioritas dapat dipanjatkan di tempat mustajabah ini. Allahu a’lam.
Nasaruddin Umar, Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta
(Media-Indonesia/Suara-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar