Mahfud Md buka-bukaan soal cerita di balik kegagalan dirinya menjadi cawapres untuk mendampingi Joko Widodo (Jokowi). Mahfud Md 'dijegal' lewat 'label' kader NU termasuk adanya ancaman NU meninggalkan Jokowi di Pilpres 2019.
Mahfud Md dalam program Indonesia Lawyers Club tvOne memaparkan dinamika politik terkait pemilihan cawapres. Selain soal komunikasi dirinya dengan pihak Istana, Mahfud juga pernah ditemui Ketum PBNU Said Aqil Siroj.
"Saya ketemu Pak Aqil Siroj pada hari Rabu (8/8), saya bilang Pak Aqil itu NU ngeluarkan surat pernyataan begitu harus kader 4 orang. OK, saya tidak keberatan tapi juga kalau presiden mau di luar itu, tidak menolak," kata Mahfud.
Dalam pertemuan dengan Said Aqil Siroj, Mahfud menyinggung pernyataan soal dirinya yang diberi label bukan kader NU. "Saya bilang apa juga haknya NU itu mengancam-ngancam kalau bukan kader NU, NU akan tidur. NU akan meninggalkan pemerintah. Apa betul ada begitu," kata Mahfud mengulangi pembicaraannya dengan Said Aqil.
Mahfud Md bicara soal pernyataan Ketua PBNU Robikin Emhas pada Rabu (8/8) yang menyatakan NU akan meninggalkan Jokowi bila cawapres yang dipilih bukan kader NU. Pernyataan ini disebut Mahfud memunculkan 'kegaduhan'
"Lalu dibantah (Said Aqil), (yang bicara), nggak ada pernyataan itu. Padahal pernyataan itu ada Robikin yang menyatakan dan yang menyuruh itu Kiai Maruf amin. Bagaimana saya tahu kiai Maruf Amin? Muhaimin yang bilang ke saya. Hehehe...ini saya ceritain, menarik ini ceritanya, loh saya memang jujur sih," lanjut Mahfud.
Konfirmasi soal label kader NU dan ancaman NU meninggalkan Jokowi ditanyakan langsung saat Mahfud bertemu Muhaimin Iskandar
di restoran, Jl. Taman MPU Sendok, Kebayoran Baru, Jaksel. Mahfud mengaku dipertemukan dengan Cak Imin atas inisiatif eks Waketum PBNU As'ad Said Ali.
"Ketemu lah saya dengan Muhaimin. Di situ Muhaimin mengatakan Pak Mahfud kita dipermainkan politik...," kata Mahfud.
"Terus saya tanya gimana itu main ancam-ancam? Nggak itu yang nyuruh Kiai Ma'ruf katanya. Gimana ceritanya? Gini katanya, biar clear ya, Rabu jam 11 atau jam berapa Kiai Ma'ruf dipanggil oleh presiden, Aqil Siroj dipanggil oleh presiden, Muhaimin dipanggil," lanjut Mahfud.
Dalam pertemuan dengan Jokowi, Muhaimin--dijelaskan Mahfud-- bicara soal Jokowi yang tidak menyebut nama cawapres dalam pertemuan terpisah dengan tiga tokoh tersebut.
"Nah ketemu tiga orang ini di PBNU dan berkesimpulan berarti bertiga ini bukan calonnya karena waktu dipanggil tidak disebut calon. Lalu mereka sepertinya marah-marah dan membahas. Kemudian Kiai Ma'ruf kalau gitu kita nyatakan kita tidak bertanggungjawab secara moral atas pemerintah ini kalau bukan kader NU yang diambil. Ini kata Muhaimin, Robikin bilang begitu ke pers, datang Robikin ini kata Muhaimin. Didikte kalimatnya oleh Ma'ruf amin," sambung Mahfud menegaskan pernyataannya ini didapat dari perbincangan dengan Cak Imin.
"Itu lah permainan," sebut Mahfud Md
Tapi Mahfud Md menegaskan, persoalan kegagalan dirinya menjadi cawapres sudah diselesaikan personal dengan Jokowi. Mahfud bertemu Jokowi di Istana usai Jokowi mengumumkan nama Ma'ruf Amin sebagai cawapres pada Jumat (10/8).
"Begini saya katakan begini saya ini orang NU tetapi mau berangkat bukan sebagai kader NU tapi kader bangsa. Kenapa NU mengancam ngancam, ini kesan saya. Sehingga saya bilang di NU banyak guyonan sehingga saya merasa tidak sakit hati tapi senang mengungkap ini saya lahir batin saya NU," tutur Mahfud.
Menanggapi hal tersebut sejak pagi viral cuitan Andi Arief politisi demokrat.
Sejak cuitan soal jenderal kardus dan uang Rp500 miliar, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Andi Arief hingga kini masih terus aktif berkicau di dunia maya.
Ia kembali mencuit soal posisi Partai Demokrat saat ini di koalisi yang diisi Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Amanat Nasional, melalui akun twitternya @AndiArief.
"Meneruskan koalisi dengan Prabowo ini, bagi Demokrat ibarat istri setia meneruskan bahtera rumah tangga, di mana suami yang baru menikah tertangkap selingkuh dan diam-diam punya istri muda yang mata duitan," kata Andi, Rabu 15 Agustus 2018.
Ia menilai, gerakan #2019GantiPresiden bukan untuk mengganti Presiden. Tetapi, hanya taktik 'menaikkan uang belanja'.
"Hanya taktik dua istri muda untuk menaikkan uang belanja. Rakyat dimobilisasi, elitnya bagi-bagi uang," kata Andi.
Ia pun membandingkan koalisinya dengan kubu sebelah. Dia berpendapat, penentuan calon wakil presiden dari koalisi Joko Widodo, justru menunjukkan ada tekanan politik yang serius dan tak bisa ditukar dengan uang.
"Saya menyaksikan penjelasan Pak Prof @mohmahfudmd semalam, kesimpulan saya murni pertarungan kegagalannya. Ada tekanan politik yang serius dan tak bisa ditukar dengan uang. Beda dengan tekanan politik ditukar mahar dalam kardus Sandi Uno," kata Andi.
. .Saya menyaksikan Penjelasan Pak Prof @mohmahfudmd semalam kesimpulan saya murni pertarungan kegagalannya. Ada tekanan politik yg serius dan tidak biaa ditukar dengan uang. Beda dengan Tekanan politik ditukar Mahar dalam kasus Sandi Uno.— andi arief (@AndiArief__) August 15, 2018
. .Meneruskan koalisi dengan Ptabowo ini bagi Demokrat Ibarat Istri setia meneruskan bahtera rumah tangga dimana suami yang baru menikah tertangkap selingkuh dan diam-diam punya istri muda yg mata duitan.— andi arief (@AndiArief__) August 15, 2018
Gerakan #2019GantiPresiden bukan untuk mengganti Ptesiden, tapi itu hanya taktik dua istri muda untuk menaikkan uang belanja. Rakyat dimobilisasi, elitenya bagi-bagi uang.— andi arief (@AndiArief__) August 15, 2018
(Berita-Terheboh/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar