Pesan Rahbar

Sekilas Doa Arafah Imam Husain as dan Doa Arafah Imam Husain as

Doa Arafah (Bahasa Arab: دعاء العرفة ) adalah diantara doa-doa Syiah yang menurut riwayat dibaca oleh Imam Husain as pada hari ke-9 Dzul...

Home » » Eko Kuntadhi: Melihat Anggaran Pemda DKI, Saya Kangen Ahok

Eko Kuntadhi: Melihat Anggaran Pemda DKI, Saya Kangen Ahok

Written By Unknown on Selasa, 21 November 2017 | November 21, 2017


Selamat siang Koh Ahok, apa kabarmu hari ini.

Jika ada yang kangen, mungkin inilah rasa kangen dengan umpatan, ‘pemahaman nenek lu!’ yang pernah Anda coretkan di kertas anggaran. Saat kamu mencoret anggaran yang aneh karena jumlahnya yang fantastis demi menyelamatkan dana milik rakyat, kamu memang beringas. Justru karena itulah, kata mereka, mulutmu kasar.

Tapi, kekasaran itu, bagi kami bisa dimaklumi. Kamu cuma ingin membaktikan dirimu untuk rakyat. Meskipun saban hari bertempur dengan DPRD, menjaga setiap sen duit agar benar-benar bermanfaat bagi rakyat. “Gak apa-apa kalah dalam politik. Yang penting jangan menggadaikan kepercayaan rakyat,” begitu selalu katamu.

Sekarang Koh Ahok, kami sedang memeloti anggaran Pemda DKI 2018. Ada banyak hal yang luar biasa. Bayangkan, untuk membeli AC split 1,5 PK saja, dianggarkan Rp 7 juta. Padahal jika mau beli di toko online, paling mahal Rp 4 juta. Itu juga sudah merk terbagus.

Lalu Rp 3 jutanya lagi buat apa? Pasti Koh Ahok tahu kemana larinya kelebihan jumlah itu.

Koh, anggaran sekretariat DPRD naiknya melebihi 100% lho. Dulu bisa jalan cuma dengan Rp 129 miliar. Tapi sekarang rupanya gak cukup. Sebelum rapat diajukan Rp 226 miliar. Eh, begitu diketuk jumlahnya menjadi Rp 346 miliar. Hebat, kan?

Ada pos anggaran yang baru saja muncul, yaitu penunjang kehadiran rapat pimpinan dan anggota DPRD Rp 16 miliar. Lha, kok perlu penunjang? Bukankah kita menggaji anggota DPRD itu salah satu fungsinya untuk rapat? Jika harus ada anggaran penunjang lagi, buat apa gaji mereka?

Ohh, mungkin buat beli kertas dan camilan saat rapat. Itu mah, pos-nya beda lagi. Ada lagi anggarannya.

Eh, koh, untuk betulin kolam di halaman gedung, jumlahnya Rp 620 juta. Kolamnya sudah ada. Tinggal poles dikit aja. Ada lagi anggaran Rp 517 juta untuk pengelolaan website DPRD. Hahahahaha…’website nenek lu!’

Yang paling menarik, ada anggaran tim TGUPP yang di jaman Koh Ahok cuma dianggarkan Rp 2 miliar, kini melonjak menjadi Rp 28 miliar. Entah tim itu diisi oleh siapa. Mungkin ini proyek balas jasa buat para pemandu sorak saat kampanye lalu.

Kasian rakyat, koh. Jumlah penerima KJP yang tadinya 700 ribu, mau dipotong menjadi tinggal 400 ribu. Ada 300 ribu anak-anak yang kehilangan KJP. Harga daging subsidi bagi penerima KJP gak bisa Rp 35 ribu sekilo lagi. Pemda gak mau ngucurin duit buat subsidi ke rakyat miskin. Kata Wakil Gubenur, biar rakyat mandiri. Hahahahahah… lucu, ya koh.

RT-RW diberikan kenaikan tunjangan, tapi gak perlu melaporkan informasi tentang lingkungannya. Jadi rakyat diajarkan tidak bertanggungjawab terhadap uang yang diterimanya.

Sekarang Koh Ahok, rakyat tidak bisa lagi mengadu ke Balaikota. Mereka harus mengadu ke Kecamatan atau Kelurahan jika ada masalah.

Kami tahu, koh, kenapa mereka begitu. Waktu itu, untuk menyelesaikan semua aduan rakyat secara cepat, koh Ahok sering menggunakan dana operasional Gubenur yang berjumlah Rp 60 miliar setahun. Padahal uang itu syah jika Koh Ahok bawa pulang sendiri. Tapi, kami tahu kemana uang itu larinya. Ya, ke rakyat yang punya kesulitan.

Bahkan ketika dana itu berlebih, Anda selalu mengembalikan ke kas negara.

Jadi kenapa rakyat sekarang gak bisa ngadu ke Balaikota? Anggaran operasional Gubernur Rp 60 miliar setahun kan. Ngapain dibagi-bagi ke rakyat jika bisa dibawa pulang sendiri? Jadi kalau ada Wagub yang bilang gak akan ambil gajinya, ya itu mah cuma secuil. Paling Rp 150 juta sebulan. Ambil aja gajinya, tapi anggaran operasionalnya kembalikan ke rakyat. Mau gak?

Gak mungkin mau, koh. Wong duit ditangan, kok, dibagi-bagi lagi ke orang. Cuma Koh Ahok yang lakukan itu dengan ikhlas.

Jadi Koh Ahok, pahamkan kenapa kami kangen dengan orang sepertimu. Orang yang menganggap dirinya anjing, yang menjaga harta tuannya. Harta rakyatnya.
Ketika sekrang lagi ribut-ribut anggaran pemda DKI, kami kangen ada orang yang teriak. “Pemahaman nenek, lu!”

Saya melirik ke samping. Bambang Kusnadi diam. Tangannya menghapus ujung matanya. “Kenapa kita memenjarakan orang baik, mas…”

(Eko-Kuntadhi/suaraislam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Posting Komentar

ABNS Video You Tube

Terkait Berita: