Oleh: Pewe
Sekali lagi apa yang kita takutkan terbukti. Ketika pemimpin berganti dengan yang tidak tegas dan hanya bisa berbicara saja tanpa menjadi teladan, maka bawahannya tidak akan pernah mentaati perintahnya dan bahkan mulai melakukan permainan. Dan itulah mengapa Ahok mengatakan betapa pentingnya kepala lurus, supaya di bawahnya juga lurus.
Itulah mengapa Ahok berhasil mengendalikan bawahannya dan berhasil menekan permainan-permainan para bawahannya. Karena kalau ketahuan saja bermain, maka Ahok bisa dengan mudah mengetahuinya dengan aduan dan laporan masyarakat melalui qlue dan langsung di BalaKota.
Prinsip Ahok ini sangat sesuai dengan prinsip yang mengajar dan kepemimpinan seorang guru yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara. Ing Ngarso Sung Tulodo. Ketika menjadi pemimpin jadilah teladan, khususnya ketika keteladanan tersebut menjadi barang langka. Sayangnya, prinsip ini malah diledek Anies-Sandi sebagai one man show.
Nah, berganti kepala, pada akhirnya berganti juga sistem dan kinerja serta produktivitas PNS dan ASN. Bahkan perubahan juga terjadi dalam hal disiplin serta integritas. Bagaimana tidak, Wakil Gubernur bisa seenak dengkulnya pakai sepatu lari dan dibuat disposisi khusus dari Gubernur mengenai hal itu. Disiplin dan integritas dibangun bertahun-tahun, dalam sehari mereka hancurkan.
Dan virus retorika, hanya berkata-kata, dan pengawasan serta disiplin yang rendah dengan mudahnya menyebar dalam pemerintah provinsi DKI Jakarta. Bahkan menyebar sampai kepada para pegawai kontrakan seperti PPSU dan juga sampai level RT dan RW. Kalau perihal mulai kurang sigapnya PPSU, sudah ada warga yang mengeluhkan. Tetapi soal RT yang meminta pungutan untuk membersihkan dan pengerukan got, ini adalah hal yang baru.
Seorang warga yang tinggal di daerah RT 02/RW08, Kelurahan Sunter, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara, mengeluhkan adanya edaran dari RT untuk memungut uang 100 ribu/rumah untuk melakukan kegiatan pembersihan dan pengerukan got. Dana yang dibutuhkan sebesar 12 juta dan salah satunya untuk upah pekerja. Loh Bukannya ada PPSU?? Bukannya ada dana APBD?? Mengapa dipungut biaya??
Apa yang terjadi di lapangan ini tidak sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Gubernur Anies Baswedan yang mengatakan bahwa petugas PPSU tidak akan berkurang di 2018, kontraknya akan diteruskan, bahkan dari sisi pengupahan akan mengalami peningkatan. Namun kenyataannya mengapa ada pungutan biaya untuk mengupah pekerja??
Apakah ini bukti bahwa saat ini permainan-permainan dan pungutan-pungutan liar resmi mulai diberlakukan lagi?? Apalagi dalam surat ini dengan sangat jelas adanya penekanan “Kegiatan yang sudah cukup lama tidak dilakuakan“. Kegiatan yang selama ini tidak dilakukan selama kepemimpinan Ahok, kini dilakukan lagi. Apakah karena tahu bahwa Gubernur kali ini tidak akan melarang??
Hal seperti inilah yang membuat pentingnya image seorang kepala daerah. Kalau kepala daerah imagenya sudah salah tafsir karen memakai semua bahagia, maka para pelaku pungutan liar resmi pun merasa bahwa itu adalah kode mereka untuk bahagia melakukan pelanggaran. Kepala daerah harus tegas mengatakan bahwa para pelaku pungli dan pelanggaran lain tidak boleh macam-macam lagi. Dan itu harus dinyatakan dengan tegas.
Itulah mengapa Ahok bicara dengan tegas di media. Supaya semua unsur di pemprov tahu bahwa kepala daerah tidak suka yang macam-macam dan aneh-aneh. Apalagi seperti yang dilakukan oleh RT di Sunter tersebut. Apakah ini akan sampai dan segera mungkin dianulir oleh Gubernur Anies?? Semoga saja. Karena hal begini kalau dibiarkan akan mewabah lagi setelah lama diberantas Ahok.
Uang 100 ribu memang tidak seberapa bagi warga Sunter yang berada, tetapi budaya mengutip apa yang tidak sepantasnya adalah perperangan bersama. Karena ini adalah tindakan korupsi yang koruptif dan tidak boleh dibiarkan. Karena sikap ini seperti kanker yang kalau tidak dicegah dari dini akan menggeregoti.
Kini, kita tunggu respon Gubernur Anies. Tugas kita?? Tolong share dan ramaikan.
(Indo-Voices/suaraislam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar