Oleh: Mohamad Guntur Romli
Rekomendasi untuk Menkopolhukam Bapak Jend (Purn) Wiranto terkait Kelompok-kelompok Radikal di Indonesia
Pertemuan bersama Menkopolhukam Bapak Jend (Purn) Wiranto yang membahas UU Ormas dan Strategi Menghadapi Ormas-Ormas Radikal, hadir pula Prof Dr Azyumardi Azra, KH Robikin Emhas Ketua PBNU dan tokoh-tokoh yang lain. x
Dalam pertemuan itu, saya menyampaikan beberapa hal terkait saat ini gugatan Hizbut Tahrir pada Pemerintah di PTUN:
1. Jangan gamang menghadapi Hizbut Tahrir (HTI), karena mereka adalah partai politik, organisasi politik, yang ujung-ujungnya merebut dan menggulingkan kekuasaan, bukan dakwah dan syiar Islam, melawan HTI tidak berarti melawan ormas Islam, apalagi agama Islam, karena
(a) HTI mendefinisikan diri mereka sebagai “partai politik”
(b) HTI tidak melakukan aktivitas dan syiar Islam yang lazim, seperti membangun madrasah, pesantren, masjid, pelayanan kesehatan, sosial, ekonomi seperti yang dilakukan NU, Muhammadiyah dll HTI TIDAK PERNAH LAKUKAN HAL INI. HTI tidak pernah melakukan kerja yang bermanfaat bagi umat Islam di Indonesia, HTI hanya lakukan propaganda dan demo.
2. Menghadapi kelompok-kelompok radikal yang merongrong ideologi Negara dan Keutuhan Bangsa adalah tugas semua warga negara tidak hanya Pemerintah, tugas bela negara dan cinta Republik Indonesia adalah panggilan nurani putera-puteri bangsa, bagi umat Islam, khususnya santri, cinta tanah air adalah panggilan keimanan (حب الوطن من الايمان) selama ini nasionalisme diajarkan terlalu “sekuler”, padahal nasionalisme punya argumen keislaman, yang diajarkan oleh para ulama, masyayikh dan kyai-kyai kita.
Misal, kata Republik Indonesia sudah ditulis oleh ulama Aceh tahun 1871 sebelum Tan Malaka menulis Republik Indonesia tahun 1925.
Pada tahun 1871 Seorang ulama Acer bernama Syekh Ibrahim bin Husain Buengcala (Kuto Baro, Aceh), telah menulis nubuatan kapan “Jumhuriyah Indonesia” akan merdeka.
“Negeri bawah Angin [Nusantara] istimewanya akan lepas daripada tangan Holanda [Belanda], sesudah Cina bangsa lukid [mata sipit, maksudnya bangsa Jepang] masuk. Maka insya Allah ta’ala pada tahun Hijrah 1365 [yakni tahun 1945 Masehi] lahir satu kerajaan yang adil-bijaksana dinamakan al-Jumhuriyah al-Indonesiyah yang sah…..” (Dikutip dari buku Ahmad Baso “Islam Nusantara: Ijtihad Jenius dan Ijma Ulama Indonesia”).
Pada tahun 1916, KH Wahab Hasbullah tokoh NU dan KH Mas Mansyur yang jadi tokoh Muhammadiyah mendirikan Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) yang menunjukkan nasionalisme dari kalangan umat Islam dan santri.
Tahun 1924 Kiai Wahab mendirikan Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air), dan tahun 1926, bersama Hadratus Syaikh KH Hasyim Asyari mendirikan NU untuk mendirikan Republik Indonesia.
Tahun 1934, Kiai Wahab mengarang lagu “Syubbanul Wathan/Ya Lal Wathan” yang menjadi lagu kebangsaan kaum santri, setelah sebelummya WR Supratman mengarang lagu Indonesia Raya tahun 1924.
Keterlibatan tokoh-tokoh ormas Islam, khususnya NU, Muhammadiyah, Sarekat Islam dll dalam BPUPKI, PPKI, Tim Sembilan, perumusan UUD 1945, hingga Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan perjuangan mempertahankan Kemerdekaan Indonesia, melalui fatwa Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari 12 September 1945, bahwa membela Kemerdekaan Indonesia adalah wajib setiap muslim, dan yang mati disebut syahid.
Fatwa ini diperkuat dengan Resolusi Jihad, 22 Oktober 1945, yang dikenal sebagai Hari Santri, yang akhirnya mendorong Pertempuran Besar Surabaya, 10 November 1945 yang dikenal sebagai Hari Pahlawan.
Argumen dan sejarah ini adalah bukti yang nyata bahwa nasionalisme, cinta tanah air dan bela negara memiliki dalil dan sejarah perjuangan umat Islam, khususnya santri, yang mengakar kuat dalam sejarah bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Menghadapi kelompok-kelompok radikal adalah perjuangan politik kebangsaan dan kenegaraan, yang tidak hanya dihadapi melalui proses peradilan (PTUN dan MK), maka, Pemerintah harus terus gencar menggandeng dan bersama-sama ormas-ormas keagamaan yang moderat, seperti NU dan Muhammadiyah, sayap pemudanya, seperti GP Ansor NU dan Pemuda Muhammadiyah, untuk terus membentuk opini publik dan pendidikan politik bagi warga negara Indonesia.
Indonesia biladi, anta unwanul fakhama, kullu man ya’tika yawman thamihan yalqa himama…
(Muslimmedia-News/suaraislam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar