Pesan Rahbar

Sekilas Doa Arafah Imam Husain as dan Doa Arafah Imam Husain as

Doa Arafah (Bahasa Arab: دعاء العرفة ) adalah diantara doa-doa Syiah yang menurut riwayat dibaca oleh Imam Husain as pada hari ke-9 Dzul...

Home » » Review Buku: Why We Lost, Mengapa Kita (Amerika) Kalah Perang di Iraq dan Afghanistan

Review Buku: Why We Lost, Mengapa Kita (Amerika) Kalah Perang di Iraq dan Afghanistan

Written By Unknown on Selasa, 26 Desember 2017 | Desember 26, 2017


Buku dengan judul Why We Lost: A General’s Inside Account of the Iraq and Afghanistan Wars yang ditulis oleh Daniel P. Bolger secara harfiyah dapat diterjemahkan sebagai “Mengapa Kita Kalah: Cerita Seorang Jenderal dari dalam Perang Irak dan Afghanistan.” Buku dengan tebal 544 halaman ini pertama kali diterbitkan pada November tahun 2014 oleh An Eamon Dolan Book Houghton Mifflin Harcourt Boston New York.


Buku yang menceritakan tentang kisah peperangan tentara Amerika Serikat di Afghanistan dan Irak ini disusun dalam 18 bab yang dikelompokkan dalam tiga bagian dengan masing-masing bagian mencakup 6 bab. Bagian I: Triumph: The Global War On Terrorism, September 2001 To April 2003 menceritakan kemenangan awal AS dalam Perang Global melawan terorisme. Bagian II: Hubris: The Iraq Campaign, April 2003 To December 2011 menceritakan tentang perang AS di Irak. Bagian III: Nemesis: The Afghan Campaign, April 2003 To December 2014 mengisahkan tentang perang AS di Afghanistan.

Sebelum memasuki bagian utama, penulis mengawali buku ini dengan Catatan Penulis dan Prolog. Setelah mengisahkan bagian utama, buku ini diakhiri dengan Epilog. Pada bagian akhir dilengkapi dengan Catatan Kaki yang mencakup 47 halaman, juga disertakan Daftar Indeks.

Berikut ini adalah ulasan tentang buku ini yang diberikan oleh Dominic Oto seorang tentara Angkata Darat AS dengan pangkat Letnan Kolonel. Oto memegang gelar BS bidang Sejarah dari Oregon State University dan MMA dalam Sejarah Militer dari American Public University. Dia bertugas dalam tiga tur di Irak dan Afghanistan sebagai anggota Garda Nasional, bertindak sebagai Komandan Kompi dan Staf Trainer untuk Tentara Nasional Afghanistan.

Bolger, penulis buku ini adalah seorang purnawiran Jenderal bintang tiga Angkatan Darat Amerika Serikat. Bolger adalah seorang pria yang cerdas. Dia memiliki gelar Master dan PhD bidang Sejarah dari Universitas Chicago. Dia adalah seorang Asisten Profesor Sejarah di Akademi Militer Amerika Serikat, West Point, New York. Dia adalah seorang penulis tujuh buku, kebanyakan tentang Angkatan Darat.

Wilayah sejarah perang dan dampaknya pada militer dan kebijakan nasional bukanlah hal yang baru baginya. Ia benar-benar memiliki wewenang untuk berbicara tentang perang Amerika di Irak dan Afghanistan karena ia telah mengabdi sebagai seorang jenderal pada kedua perang tersebut.

Dari Februari hingga Mei 2005 ia menjadi wakil komandan Tim Pelatihan Bantuan Militer Koalisi, Komando Transisi Keamanan Multinasional Irak. Dari Juni 2005 sampai dengan Juni 2006 ia menjabat sebagai komandan umum. Dia bertanggung jawab untuk melatih semua Pasukan Keamanan Irak saat Amerika keluar dari Irak.

Bolger mengkomando Divisi Kavaleri-1 dari tahun 2008 sampai 2010 di kedua Fort Hood, TX dan Irak. Dalam perannya ini ia menjadi panglima Divisi Multinasional Baghdad. Dari tahun 2011 sampai 2013 ia menjabat sebagai panglima Komando Keamanan Transisi Gabungan Afghanistan dan Panglima Misi Pelatihan NATO di Afghanistan.

Namun ia tidak pernah menjabat sebagai komandan keseluruhan baik di Afghanistan maupun di Irak. Ia ikut berada di ruang ketika keputusan kunci dibuat, ditunda, atau dihindari. Bahkan ia juga seorang pengambil keputusan sendiri. Dia memiliki baik pengalaman maupun pengetahuan untuk menulis tentang kedua perang ini.


“Mengapa Kita Kalah”

Bolger memulai bukunya ini dengan ungkapan, “Saya seorang Jenderal Angkatan Darat Amerika Serikat, dan saya kalah dalam Perang Global Melawan Terorisme.” Dia melihat kekalahan perang di Afghanistan dan Irak disebabkan oleh kegagalan dalam kepemimpinan dan tanggung jawab.

Dia memberikan penilaian tentang apa yang dimaksud kalah. Kekalahan didefinisikan sebagai kegagalan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.

Bolger mengatakan ada beberapa alasan mengapa Amerika telah kalah dalam kedua perang tersebut. Tentara AS pasca perang Vietnam dibangun, secara sengaja, untuk konflik menentukan yang bersifat jangka pendek dan konvensional, melawan musuh berseragam seperti dalam Operasi Desert Storm.

Paska serangan 9/11, militer AS didoktrin untuk memerangi para pemberontak dan teroris. Mereka yangdiperangi mengenal medan, masyarakat dan budaya lebih baik dari yang dikenal oleh AS. Musuh tidak pernah didefinisikan dengan jelas dan diberi nama yang samar seperti “teroris, pengecut, liar, dan ekstremis.” Kesulitan mengidentifikasi musuh adalah momok yang besar dalam perang Vietnam.

Musuh yang sesungguhnya, kata Bolger, adalah para Islamis anti-Barat dan negara-negara Timur Tengah bobrok, kuasi-fasis yang memungkinkan mereka eksis. Kadang-kadang kita akan bermitra dengan negara-negara ini (misal Pakistan) untuk mencapai tujuan kita.

Ini adalah pelajaran yang mana kita akan mengulanginya lagi dan lagi. Kebijakan ini memenuhi definisi Einstein tentang Insanitas: “melakukan hal yang sama berulang-ulang dan mengharapkan hasil yang berbeda”.

Bolger menyatakan bahwa lawan kita tidak berilusi tentang siapa yang mereka targetkan. Perang ini dikobarkan tanpa dengan nyata mendefinisikan tujuannya. Setiap kali ia bertugas di Irak atau Afghanistan strategi perang telah berubah.

Pada tahun-tahun antara tahun 2002 sampai 2009, tidak ada strategi militer nasional terpusat untuk Afghanistan karena Amerika berfokus pada Irak. Sedangkan di Irak strategi bergeser ketika aksi-aksi musuh meningkat.


Mendefinisikan Strategi Militer

Strategi militer didefinisikan sebagai sebuah rencana aksi yang dirancang untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sebuah strategi menyeluruh untuk setiap konflik menyatukan dan mengarahkan semua elemen untuk bekerja menuju pelaksanaan strategi itu. Semua elemen ini (tujuan keamanan nasional, unit-unit dan para sekutu) bekerja menuju pencapaian tujuan dimaksud.

Sebuah contoh tentang hal ini adalah bersatunya Pasukan Sekutu menyebabkan penyerahan tanpa syarat Jepang dan Jerman pada Perang Dunia II. Bolger menyatakan bahwa dari tahun-ke-tahun di Irak dan Afghanistan strategi berubah sehingga membingungkan baik Pasukan Amerika maupun negara-negara koalisi.

Tanpa adanya penyatuan strategi, organisasi militer, khususnya yang tersusun atas pasukan-pasukan multinasional seperti di Afghanistan dan Irak, beroperasi dalam cara yang tidak tersinkronkan. Hasilnya adalah gerakan dan aksi tanpa memperoleh atau mencapai setiap tujuan yang dimaksud.

Kedua perang tersebut telah mengalami perubahan arahan dari para komandan yang didasarkan pada gaya kepemimpinan profesional dan personal. Bolger berbicara tentang perang yang kekurangan strategi kohesif, yang dapat memaksa semua orang di ruang pertempuran yang sama ke arah untuk mencapai seperangkat tujuan yang sama.


Penilaian Strategi

Bolger menulis contoh strategi yang berantakan adalah ketika AS tidak menarik diri dari Afghanistan setelah kekalahan Al Qaeda pada akhir 2001 dan dari Irak setelah mengusir Saddam pada bulan April 2003. Dengan keputusan untuk tetap tinggal menyebabkan pembuat kebijakan dan pemimpin militer terkunci pada pola misi yang bergerak pelan.

Pasukan Amerika berada pada kondisi terbaiknya dalam peperangan manuver. Anda melihat hal ini dalam operasi Desert Storm dan minggu-minggu awal Perang Irak dengan penaklukan Baghdad yang cepat.

Anda pergi ke sebuah medan operasi secara luar biasa dan melakukan operasi menentukan secara cepat. Ini adalah apa yang kita lakukan di Afghanistan pada tahun 2001 dan di Irak pada tahun 2003. Namun alih-alih menyerahkannya ke penduduk setempat, kita malahan tinggal di sekitar. Karena itu misi yang sukses tergantikan oleh berjalannya waktu dari tahun ke tahun. Bolger menulis bahwa di negara-negara dunia kedua dan ketiga seperti Afghanistan dan Irak, model demokrasi Jefferson ala Amerika tidak dapat bekerja.


Solusi

Bolger menggunakan konteks sejarah dalam argumentasinya. Dia menyarankan untuk pergi hanya menyisakan keberadaan penasehat yang sedikit dengan keamanan yang memadai untuk proteksi dan menjalankan apa yang dapat kita bantukan. Dia menyatakan hal ini sebagai formula pemenangan.

Hal ini bekerja dengan baik pada keberadaan AS di Korea. Kita tidak pernah mendikte pemerintah Korea Selatan tentang apa yang seharusnya mereka lakukan. Kita menjamin dukungan untuk beberapa tahun. Hal ini juga bekerja dengan baik untuk Inggris di Malaysia pada tahun 1950-an.

Peran “nasehat dan bantuan” dengan kekuatan udara inilah yang dilakukan AS saat ini di Irak dan Suriah. Pada akhirnya negara-negara tersebut harus memilih pemerintahan mereka sendiri.

Malaki di Irak dan Karzai in Afghanistan keduanya kalah dalam pemilu mereka. Malaki yang kalah dalam pemilu pada tahun 2010 di Irak bermanuver untuk mengembalikan kekuasaannya dengan bantuan AS. Sementara itu Karzai masuk kotak pemungutan suara pada tahun 2009.

Kedua pemimpin tersebut korupsi. Ini seperti pemilihan Tony Soprano untuk menjadi Presiden suatu negara sementara ia mengisi pundi-pundinya. AS gagal untuk mengawal proses demokrasi bekerja di kedua negara tersebut.


Penilaian

Jika militer AS ingin mengkonfigurasi ulang diri sendiri untuk peperangan di masa depan, buku ini menjadi basis yang besar bagaimana Amerika harus berperang di masa depan. Baik perang Irak maupun Afghanistan menjadi pengalaman pahit bagi militer Amerika.

Bolger mengatakan kita harus keluar dari Irak dan Afghanistan secepat mungkin. Begitu kita mulai menyusuri jalan menuju pembangunan bangsa dan melakukan kontra-pemberontakan, militer akan kehilangan momentumnya.

Untuk membawa militer yang besar yang dirancang untuk perang konvensional dan cepat seperti perang Panama dan operasi Desert Storm dan mencoba berpindah ke konflik tak-teratur yang panjang dan tak terbatas, memerlukan jembatan yang sangat panjang. Ia menyatakan bahwa pada skala yang lebih kecil, kita gagal untuk melakukan ini dalam apa yang ia sebut sebagai “perang-perang kecil dan ganas” Amerika di Somalia, Haiti pada 1994, dan Bosnia.

Saya melihat poin-poin Bolger, namun ia melupakan fakta bahwa dia adalah seorang komandan di kedua perang tersebut dan melihat secara langsung bahwa sebagian tentara dan Marinir diperlakukan oleh orang-orang Irak dan Afghanistan dengan hormat dan berkeadilan. Dia menghabiskan banyak waktu untuk “menampar” mantan Jenderal Petraeus, yang jelas dia membencinya, dan McChrystal.

Dia mengatakan serangan dadakan (the surge) di Irak adalah seperti “perbaikan cepat.” Dia menggunakan analogi seorang pasien dengan demam dan serangan dadakan itu seperti aspirin yang menjadikan suhu turun dan memberikan kesembuhan sementara. Ini mengobati gejala, tetapi tidak penyakitnya. Hal ini merupakan sebuah penyederhanaan berlebih terhadap persoalan yang rinci.

Pada akhirnya saya salut atas kejujuran dan usahanya untuk memulai percakapan yang sulit ini. Namun sebagai mantan jenderal dan seorang dengan intelektualitas yang besar, bukunya ini terlalu singkat. Saya berharap mendapatkan lebih dari dia, terutama setelah membaca buku-bukunya sebelum ini.

Baca: http://www.militaryhistoryveteran.com/book-review-why-we-lost-by-daniel-bolger/

(Seraa-Media/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Posting Komentar

ABNS Video You Tube

Terkait Berita: