@GunRomli
Oleh: Mohamad Guntur Romli
Seorang tokoh dari Hizbut Tahrir (HTI) pernah mengatakan mencintai tanah air tidak punya dalil, “kalau membela Islam jelas dalilnya,” katanya.
Saya rasa dia punya pemahaman keislaman yang sempit, Islam dipahami sebagai obyek yang sempit, semacam bendera atau kelompok orang saja, padahal Islam adalah ajaran yang luas dan tak terbatas. Mengasihi semua manusia hingga alam semesta adalah ajaran Islam, inilah keluasan ajaran Islam, bagaimana mungkin Islam hanya disempitkan pada pembelaan sebuah bendera saja?
Sebenarnya mencintai tanah air tak memerlukan dalil, karena ini panggilan nurani yang jernih. Seperti halnya kita tidak perlu dalil menjadi orang baik, tidak perlu dalil mencintai ibu kita, keluarga kita, haruskah kita tahu dalil-dalil agama untuk menjadi orang baik dan mencintai keluarga kita?
Tapi bagi golongan yang hobi “ngedalil” yang sumber kehidupan mereka mencari-cari dalil dan untuk golongan awam yang selalu ditakut-takuti kalau tidak ada dalil maka tidak sah dan absah, akhirnya fenomena “kecanduan dalil” makin menguat. Akhirnya kelatahan ini merebak: semua perlu dalil, semua perlu didalilkan, anehnya, tak ada yang mempersoalkan dalil mengapa jalan di jalur kiri, kenapa tidak di jalur kanan? Bukankan ada dalil yang bisa diatasnamakan agama lebih suka “kanan”, kenapa tidak coba naik sepeda motor di jalur kanan di jalan raya?
Mencintai tanah air tak perlu dalil, seperti halnya kita tidak perlu dalil mencintai rumah kita, ibu kita, keluarga kita. Tanah air bisa diibaratkan rumah, di mana kita dibesarkan, terlindungi dari panas, hujan dan angin, bermain dengan saudara, menerima perhatian dan kasih sayang dari orang tua, atau rumah kita sendiri yang kita peroleh dengan susah-payah dan kerja keras, dengan kredit puluhan tahun, tempat di mana kita merasakan manis, pahit dan segala rasa hidup ini bersama istri atau suami, membesarkan dan mengasuh anak-anak kita.
Tanah Air adalah kampung halaman kita, yang selalu mengabadikan kerinduan dan cinta kita melalui kenangan-kenangan yang senantiasa hidup.
Tanah air sering disebut “Ibu Pertiwi”, disebut ibu, karena tanah air ikut melahirkan karakter, cara pandang, hingga faktor biologis atas kita, seperti halnya ibu kandung kita. Tanah air merujuk pada tempat, kondisi sosial, alam, orang-orang, zaman, kebiasaan dll nya, sehingga ada adagium “anak negeri” ibnul balad, dalam bahasa Arab.
Sampai di sini, masihkah memerlukan dalil mencintai tanah air?
Kalau kamu masih memerlukan dalil-dalil keagamaan, maka tunggu tulisan selanjutnya…
(Gun-Romli/suaraislam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar