Oleh: Husein Alwi
Menurut para ahli, provokasi adalah suatu tindakan penghasudan dan pancingan yang dapat menyebabkan reaksi seseorang menjadi marah atau menyebabkan seseorang untuk mulai melakukan suatu tindakan pembalasan. Sementara arti provokator adalah orang atau pihak yang melakukan tindakan provokasi.
Dalam hal ini bisa kita simpulkan bahwa provokasi adalah suatu aksi yang dilakukan oleh provokator untuk memicu agresi individu atau mengadu domba sehingga individu tersebut cenderung untuk membalasnya dengan suatu perbuatan tertentu atau counter aggression. Sementara kita sudah mendapatkan petunjuk dari para ahli, selanjutnya kita akan mencari petunjuk dari Al-Qur’an, bagaimana provokasi menurut Al-Qur’an?
Sebelumnya perlu kita ketahui bahwa provokator melancarkan aksinya dengan cara menyampaikan pesan, entah itu berupa gambar, lisan, tulisan maupun tindakan. Firman Allah yang terdapat dalam surat Al-Hujarat ayat 6 memberi petunjuk kepada kita mengenai ciri-ciri provokator dengan sebutan orang yang fasik.
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
Dalam ayat berikutnya, ciri-ciri provokator dijelaskan lebih spesifik mengenai sikap dan perilakunya yang dilakukan di hadapan masyarakat.
“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah.” (QS. Al Qalam: 10-11)
Dari petunjuk yang kita dapatkan dalam Al-Qur’an akhir-akhir ini sering kita temukan ciri-ciri orang tersebut di tengah masyarakat, apalagi di tengah maraknya tahun politik yang semakin memanas. Acap kali kita melihat provokasi seperti telah mendarah daging dalam diri tiap politisi, sehingga tindakan tersebut tak jarang menenggelamkan tiap strata masyarakat ke liang sumur busuk tempat bangkai dibuang. Entah itu di kalangan intelektual, ulama, apalagi praktisi politik yang memang punya keahlian propaganda untuk mengadu domba masyarakat.
Alhasil, rata-rata yang sadar politik dan yang tidak, sama-sama terjerumus ke dalam liang sumur busuk tersebut. Bahkan provokasi ini sering memicu konflik fisik antar kelompok yang tak sedikit menelan korban.
Melihat kondisi yang demikian, kita jangan salah kaprah, dalam hal ini penulis ingin menggarisbawahi bahwa tidak semua provokasi itu memiliki makna negatif. Karena satu-satunya cara melawan provokasi adalah dengan provokasi itu sendiri. Jika yang dimaksud provokasi itu adalah suatu tindakan penghasudan dan pancingan, maka kita akan menghasud dan memancing orang lain untuk berbuat baik.
Apabila karakter pelaku tindak provokasi yang disebut dalam Al-Qur’an di atas adalah fasik, hina, pencela dan penyebar fitnah, maka kita harus menjadi sosok yang taat dan beriman kepada Allah, mulia, pemuji dan ucapannya yang selalu memberikan keteduhan dan kedamaian bagi tiap orang. Pengertiannya, apabila kabar yang dibawa oleh orang fasik itu tidak dapat dipercaya maka sebaliknya pun demikian.
Tentu tindakan orang mulia ini adalah provokasi positif yang mana harus dilakukan dengan tindakan yang bersifat konstruktif dan kondusif. Dengan merangkul masyarakat melalui pendekatan psikologis, sosiologis, entrepreneurship, mengajak mereka mereformasi moral dengan perbuatan positif, serta memancing reaksinya untuk memperjuangkan hal yang positif.
Maraknya hoax dan fitnah yang tersebar di media sosial sering terjadi konflik yang memang ada grand design di balik itu semua. Di satu sisi, pemilik kepentingan dan penguasa terus membangun konflik agar kepentingannya terjaga.
Petunjuk dari ayat di atas mengenai orang fasik menjadi pembatas bagi kita untuk melakukan tindakan provokasi positif di tengah kemelut adu domba di antara saudara kita. Hal ini pula bentuk perlawanan kita terhadap provokasi yang ada di media sosial. Namun perlu dicatat, perlawanan tersebut harus disadari betul bahwa kita tidak akan terjerumus dalam liang sumur busuk itu, sehingga kita tidak melakukan hal seperti yang dilakukan oleh orang-orang fasik tersebut.
Hal pertama yang perlu kita lakukan saat kita mendengar kabar atau melihat gambar, berita maupun tindakan dari orang yang tidak kita kenal, perlu dilakukan tabayyun terlebih dahulu. Kita perlu mencari tahu sumber berita tersebut dan mendiskusikannya dengan akal sehat agar kita yakin bahwa pesan yang dibawanya membawa kemaslahatan bagi semua orang. Selain itu, kita juga dapat membuktikan pesan tersebut dengan fakta yang dapat dibuktikan validitasnya dari sumbernya langsung.
Kedua, akibat dari provokasi itu sering memicu konflik dan bentrokan secara verbal maupun fisik antar kelompok di mana ini perlu solusi yang tepat untuk menyelesaikannya. Biasanya solusinya kita menggunakan pendekatan secara sosiologis dan psikologis kepada masyarakat konflik dengan mediasi dan negosiasi bersama mereka. Namun kadang solusi itu tidak berujung dengan baik, bahkan malah semakin memburuk. Dengan kondisi yang demikian sebaiknya kita menghindari terjadinya konflik agar tidak semakin memanas. Namun yang perlu kita lakukan adalah melaporkan tindakan tersebut ke pihak yang berwenang untuk mengatasi masalah tersebut.
Sebetulnya masalah provokasi yang ada saat ini sudah sampai pada tahap yang betul-betul mengkhawatirkan. Apalagi dalam provokasi tersebut terdapat unsur yang menyinggung kepercayaan atau agama di mana akan muncul efek kefanatikan sehingga membuat orang menjadi radikal, anarkis dan membahayakan pihak lain. Oleh karena itu, perlu kita sadari bersama bahwa sesungguhnya hati kita menolak hal buruk namun terkadang karena terprovokasi, secara tidak sadar kita telah terjerumus.
(Ikmal-Online/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar