Surat kabar AS menjelaskan kemungkinan Donald Trump, Presiden AS untuk menutup mata atas peraturan nuklir demi membangun reaktor atom di Saudi.
“Minggu depan Saudi berencana untuk mengumumkan dua pihak pilihannya dalam membangun 2 reaktor besar di tengah padang pasir dekat teluk Persia. Nilai kerjasama tersebut mencapai milyaran dolar,” tulis Washington Post.
Dapat dipastikan bahwa reaktor tersebut akan membangun kekuasaan Bin Salman di mata dunia dan hal itu juga menjadi jawaban atas persaingan mereka dengan Iran.
Keputusan ini menjadi hal yang sangat rumit bagi Presiden AS, Donald Trump. Ia harus memilih antara meningkatkan nilai proyek perusahaan AS atau mengatur kembali kebijakan anti-senjata nuklirnya. Jika AS ingin mencoba konsersium Amerika untuk peningkatan proyek, maka AS harus melakukan perubahan dalam resolusi, peraturan atau hukum nuklir yang telah disepakati. Hal ini bisa meningkatkan kemungkinan instabilitas, bahkan mengajak para pemain Timteng untuk bertanding dalam masalah nuklir.
“Jika Saudi mendapatkan kesepakatan tanpa batas. Maka hal tersebut adalah sebuah paradoks yang jelas di Timteng dan semua langkah politik AS, yang dibangun dalam 50 tahun ini atas nuklir akan mengalami kegagalan,” jelas Jon Wolfsthal, Direktur kontrol senjata Dewan Keamanan Nasional pemerintahan Obama.
“Ini adalah sebuah ujian bagi politik luar negeri dan kekuatan tawar menawar Donald Trump. Dia beserta sang menantu, Jared Kushner dan Rick Perry, Menteri Energi AS mengadakan kunjungan ke Riyadh. Mereka saling tawar menawar dengan Bin Salman. Mereka berhasil mengadakan sebuah kesepakatan terkait satu perusahaan AS. Meskipun saat ini masih terlalu awal untuk memetik buahnya,” tambah Washington Post.
Berdasarkan laporan disebutkan bahwa salah satu kesepakatan terkait penjualan senjata nuklir ke Saudi tertulis dalam data yang disebut kesepakatan 123. Kesepakatan tersebut juga berisi UU atom AS tahun 1945.
AS memiliki kesepakatan 123 dengan 27 Negara dan berisi syarat dan ketentuan yang sesuai dengan daerah masing-masing. Sebagai contoh, AS memiliki kesepakatan dengan Taiwan dan Emirat yang sangat mengikat dan rumit, tetapi kesepakatan dengan Jepang dan India sedikit longgar, bahkan bisa ditawar.
Kesepakatan nuklir AS-Saudi sudah ada sejak kepemimpinan Goerge Bush yang memuat kesepakatan yang cukup rumit tentang pengayaan bahan bakar. Meskipun Saudi tetap yakin bahwa selama memegang hukum NPT, Riyadh berhak untuk mengadakan pengeboran dan pengayaan bahan bakar.
Turki Faisal, Pangeran Saudi kepada Reuters pada bulan Desember lalu menjelaskan, “Riyadh harus sama dengan anggota NPT lainnya, harus memiliki hak nuklir seperti Iran.”
“Masalah nuklir Saudi ini sudah membangkitkan perang politik AS. Sebagian berpendapat bahwa Washington tidak boleh mundur dari ketentuan yang telah ada. Sebagian lain menyatakan, jika konsersium ini dilepas AS, maka Rusia akan masuk mengambilnya. Hal ini akan menyebabkan pengaruh AS di Timteng semakin turun. Dan besar kemungkinan, resolusi nuklir tidak diperhatikan,” lanjut Washington Post.
(Washington-Post/Berita Dunia/Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar