Pesan Rahbar

Sekilas Doa Arafah Imam Husain as dan Doa Arafah Imam Husain as

Doa Arafah (Bahasa Arab: دعاء العرفة ) adalah diantara doa-doa Syiah yang menurut riwayat dibaca oleh Imam Husain as pada hari ke-9 Dzul...

Home » » Kisah Sebelum Kemenangan Revolusi Islam Pada 1979: Saat Iran dan Israel Masih Bersahabat

Kisah Sebelum Kemenangan Revolusi Islam Pada 1979: Saat Iran dan Israel Masih Bersahabat

Written By Unknown on Kamis, 02 Agustus 2018 | Agustus 02, 2018

Ali Khamenei (kiri) saat Perang Iran-Irak. (Wikipedia)

Iran memasok minyak dan balasannya Israel menyuplai senjata.

Iran dan Israel kerap bertukar ancaman. Kedua negara saling memantau perkembangan militer masing-masing dan terus bersaing.

Pemimpin tertinggi Iran Ayatullah Ali Khamenei suka menyebu tIsrael sebagai Iblis Kecil dan tumor ganas. Sedangkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu senang menyamakan rezim Mullah itu dengan Nazi Jerman semasa Perang Dunia Kedua.

Tapi dulu, sebelum kemenangan Revolusi Islam pada 1979, Iran dan Israel berteman baik. Persahabatan mereka jauh lebih langgeng ketimbang permusuhan saat ini.

Kedua negara sama-sama menyadari pentingnya menjalin kemitraan strategis di kawasan Timur Tengah sedang bergolak. Aliansi Iran-Israel sedari pertengahan abad ke-20 hingga akhir 1980-an membikin hubungan politik dan ekonomi antara kedua negara berlangsung mulus. Di satu era, nilai perdagangan senjata dan minyak antara Iran serta Israel mencapai ratusan juta dolar Amerika Serikat.

Berdirinya Israel pada 1948, diwarnai perang dan pengusiran sekitar 700 ribu warga Palestina, membikin marah negara-negara Arab tetangganya. Israel diisolasi. Dikelilingi banyak musuh, negara Zionis ini perlu mencari teman.

"Pada pertengahan 1950-an, Israel dikepung negara-negara Arab musuh," kata Yossi Alpher, mantan pejabat Mossad (dinas rahasia luar negeri Israel) sekaligus penulis buku Periphery Israel's Search for Middle East Allies, kepada Al-Bawaba.

Pendiri sekaligus perdana menteri pertama Israel, David Ben Gurion, akhirnya membangun sebuah strategi buat mengatasi kenyataan buruk itu, yakni menjalin hubungan dengan negara-negara non-Arab di dan sekitar Timur Tengah.

Meski Israel lebih sreg membentuk kemitraan strategis dengan negara-negara Arab, namun menguatnya gelombang pan-Arab menolak Israel, menjadikan gagasan itu mustahil diwujudkan.

Israel akhirnya melirik Iran, Turki, Maroko, Kurdistan, dan Kristen maronit di Libanon. "Pada 1958, Iran, Turki, dan Israel membikin Tridente, sebuah aliansi intelijen dan operasional trilateral," ujar Alpher. Karena terus diancam negara-negara Arab, Iran akhirnya menerima tawaran aliansi dengan Israel.

Iran juga berupaya membangun hubungan lebih erat dengan negara-negara Barat. Israel adalah salah satu batu loncatan. Alpher menekankan sebagian besar elite politik Iran berpandangan anti-Yahudi. Bahkan sebagian dari mereka meyakini gerakan Zionis ingin menguasai dunia.

Menurut Brandon friedman, sejarawan di Universitas Tel Aviv sekaligus direktur riset di the Moshe Dayan Center, bangsa Yahudi dan Persia memiliki ikatan sejarah. "Bagi orang-orang Yahudi, ada ingatan kolektif sangat kuat dan kecintaan terhadap Raja Persia Cyrus Yang Agung karena telah mengembalikan bangsa Yahudi diusir oleh Babylonia ke tanah Israel pada 539 sebelum Masehi," ujarnya.

Sejarah hubungan panjang antara bangsa Yahudi dan Persia itu telah menciptakan kebudayaan sama antara orang-orang Persia dan kaum Yahudi berasal dari kerajaan Persia.

Karena itu wajar saja saat ini hidup puluhan ribu orang Yahudi di Iran, merupakan komunitas Yahudi terbesar di Timur Tengah selain di Israel. Di negara Bintang Daud itu juga terdapat ratusan ribu warga Yahudi berdarah Persia.

Iran memasok minyak ke Israel dan Israel memberikan Iran kesempatan menyuplai minyak ke Eropa melalui jalur pipa Eilat-Ashkelon. Kedua negara membina hubungan diplomatik dan hubungan ekonomi bilaterang berkembang pesat.

Israel membantu memodernisasi angkatan perang Iran. Balasannya, Iran memberikan akses luas kepada Israel terhadap minyak Iran.

Hingga 1977, nilai ekspor Israel ke Iran sebesar US$ 100 juta, sedangkan ekspor Iran ke Israel senilai lebih dari US$ 6 juta.

Seorang pejabat Iran menegaskan hubungan kedua negara seperti orang sedang memadu kasih tapi tanpa ikatan perkawinan.

Walau banyak warga Israel percaya hubungan dengan Iran bakal berlangsung lama, sentimen anti-Barat dan anti-Israel kian berkembang di Iran.

Pemimpin Revolusi Islam Iran Ayatullah Khomeini mengencam hubungan Iran-Israel. Saat berpidato di hadapan ribuan rakyat Iran, dia menuding Israel akan menguasai perekonomian Iran, merusak perdagangan dan pertaniannya, serta merampas kekayaan Iran.

"Israel adalah musuh Islam dan muslim," ucap Khomeini dalam pidatonya di depan jamaah haji Iran pada 1971.

Sehabis kemenangan Revolusi Islam pada 1979, hubungan kedua negara menjadi bersifat informal. Iran dan israel saling mendukung soal senjata dan minyak.

Ketika Perang Iran-Irak meletup selama 1980-1988, Israel melancarkan operasi rahasia untuk memasok senjata kepada Iran dengan sandi Operasi Seashell.

Israel menjadi penyuplai senjata terbesar Iran selama perang itu, senilai lebih dari US$ 100 juta. Balasannya, Israel mengimpor kacang pistacio dari Iran dalam jumlah sangat banyak.

Brandon Friedman mengklaim Israel ingin memperpanjang dan memperluas Perang Iran-Irak. Sebab para pemimpin Israel menyadari kemitraan strategis dengan negara Persia itu sudah hancur. "Melemahkan kedua negara adalah kepentingan Israel," katanya.

Seorang pengusaha membantu untuk memastikan hubungan dagang Iran-Israel tetap terbuka walau secara rahasia adalah Marc Rich. Konglomerat ini merupakan pendiri Glencore.

Rich mengatur supaya pasokan minyak Iran ke Israel terus berlanjut secara diam-diam, dan bahkan sampai ke Afrika Selatan. Dari penjualan minyak Iran secara rahasia ke Israel itu, Rich mengantongi fulus sekitar US$ 2 miliar.

Rich juga menjadi penghubung kunci antara Mossad dan rezim Khomeini. Hubungan dagang Iran dan Israel berlangsung secara informal sepanjang 1980-an. Minyak Iran ditukar dengan senjata Israel.

ketika ditanya apakah Iran dan israel bisa bermitra dan bersahabat lagi, sejumlah ahli ragu. "Rezim islami di Iran berkomitmen terhadap kehancuran Israel," ujar Alpher. "Sampai sekarang...tujuan itu terlihat dalam bentuk program senjata nuklir, mendukung terorisme, dan membangun basis pertahanan di Suriah."

Sebaliknya, Arab Saudi merupakan musuh bebuyutan Iran mulai bersahabat dan bermitra dengan Israel buat melemahkan negara Mullah itu.

(Al-Balad/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Posting Komentar

ABNS Video You Tube

Terkait Berita: