Wartawan yang hilang, Jamal Khashoggi
Komite PBB mengenai Penghilangan Paksa menyatakan sebagai bentuk langkah-langkah segera telah dilakukan lobi dengan petinggi Arab Saudi dan salinan aktivitasnya diserahkan kepada petinggi Turki.
Menurut laporan televisi Aljazeera, Organisasi Wartawan Lintas Batas (RSF) menyatakan Komite PBB mengenai Penghilangan Paksa menegaskan bahwa PBB telah menerima permintaannya untuk menyelediki berkas Jamal Khashoggi. Khashoggi sejak 2 Oktober lalu dinyatakan hilang setelah memasuki konsulat Arab Saudi di Istanbul Turki.
Sekjen RSF Christophe Deloire terkait hal ini mengatakan, tujuan utama kami adalah mendapatkan perincian berita nasib Jamal Khashoggi. Nyatanya ada upaya untuk menyembunyikan realita kasus ini dan terkait hal ini, sangat urgen untuk memanfaatkan posisi PBB guna mendapatkan jawaban dari Arab Saudi.
Di kondisi seperti ini dan dalam koridor standar internasional serta prinsip hukum, Arab Saudi harus menjawa pertanyaan Komite PBB mengenai Penghilangan Paksa. Masyarakat internasional menuntut kejelasan dan jawaban jelas Riaydh terkait masalah ini.
Mujtahid, aktivis Arab saudi menekankan, peran Mohammad bin Salman di pembunuhan Khashoggi sangat jelas dan upaya untuk menutupinya sia-sia. Mujtahid di akun twitternya menulis, seberapa besar upaya menutupi ulah bin Salman dan menyebar kambing hitam, peran putra mahkota Saudi diteror Khashoggi semakin nyata.
Sikap PBB yang bersedia terlibat di kasus Khashoggi merupakan respon atas pergerakan Amerika Serikat dan Arab Saudi untuk menutupi peran mereka di skandal ini dan pergerakan ini menemukan dimesinya yang lebih luas dengan kunjungan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo ke Arab Saudi dan Turki serta pertemuannya dengan petinggi kedua negara tersebut. Kunjungan Pompeo ini juga kian memperumit kasus hilangnya Khashoggi.
Sepertinya untuk saat ini, Arab Saudi tengah berupaya mengarahkan isu Khashoggi melalui pergerakan politik sama seperti krisis Saad Hariri dan krisis lain di negaranya di kasus pembantaian rakyat tak berdosa Yaman. Arab Saudi dalam upayanya tersebut membutuhkan Amerika, dan Presiden AS Donald Trump yang menyadari kebutuhan Riyadh tersebut mulai mengajukan tuntutan finansial lebih besar kepada Arab Saudi.
Di antara tuntutan AS kepada Saudi adalah penambahan produksi minyak dengan tujuan mempengaruhi pasar dan menurunkan harga minyak, di mana peningkatan harga minyak telah menciptakan kendala serius bagi ekonomi Amerika serta memicu ketidakpuasan rakyat negara tersebut.
Dalam kerangka kolusi politik ini, media Amerika mengkonfirmasikan pemberian uang oleh Arab Saudi kepada AS selama kunjungan Mike Pompeo ke Riyadh. New York Times menulis, bersamaan dengan kedatangan Pompeo ke Riyadh, Arab Saudi membayar 100 juta dolar kepada AS.
Pompeo berkunjung ke Arab Saudi untuk berunding dengan petinggi Riyadh terkait nasib salah satu kritikus kerajaan. Pembayaran upeti di kondisi seperti ini dapat dinilai sebagai diplomasi uang antara Arab Saudi dan AS serta memajukan kebijakan tersembunyi mereka di kawasan.
Diplomasi rahasia ini dapat dinilai dalam bentuk kerja sama mereka menghapus tokoh dan kritikus media serta berbentuk interaksi antara AS dan Arab Saudi di Kesepakatan Abad.
Mohammad bin Salman, Pangeran Mahkota Arab Saudi melalui aksi radikal dan di luar aturannya dalam merebut kekuasaan, telah terinfeksi fasisme Arab. Pendekatan ini pastinya sangat berbahaya bagi kawasan dan dunia serta ancaman serius.
Tapi reaksi internasional atas langkah AS dan Arab Saudi menutupi skandal mereka di kawasan termasuk skandal Jamal Khashoggi mengindikasikan kebencian opini publik terhadap terorisme negara Al Saud dan Washington. Kondisi ini mendorong opini publik menuntut upaya PBB memperjelas dimensi kasus Jamal Khashoggi dan peran nyata Al Saud serta peran di balik layar pemerintah AS di aksi konspiratif tersebut.
(Al-Jazeera/Parstoday/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar