Pesan Rahbar

Sekilas Doa Arafah Imam Husain as dan Doa Arafah Imam Husain as

Doa Arafah (Bahasa Arab: دعاء العرفة ) adalah diantara doa-doa Syiah yang menurut riwayat dibaca oleh Imam Husain as pada hari ke-9 Dzul...

Home » » Ahlus Sunnah: Shalat Adalah Sebaik-baik Ibadah, Bukan Shalat Lebih Baik Dari Pada Tidur

Ahlus Sunnah: Shalat Adalah Sebaik-baik Ibadah, Bukan Shalat Lebih Baik Dari Pada Tidur

Written By Unknown on Rabu, 29 November 2017 | November 29, 2017


Diantara amalan-amalan dan ritual-ritual keagamaan yang ada dalam Islam, shalat menempati posisi dan kedudukan spesial dan memiliki urgensitas, dimana ia dianggap sebagai barometer diterima atau ditolaknya amal-amal yang lain; yakni apabila seseorang ingin mengetahui dan melihat amalnya diterima maka hendaklah melihat shalatnya, jika shalatnya diterima maka seluruh amalnya yang lain pun diterima, dan jika shalatnya tidak dianggap penting atau bahkan diremehkan maka amalnya yang lain pun bisa diprediksi seperti apa jadinya.

Dalam kaitannya dengan masalah ini, Rasulullah saw bersabda:

«أَوَّلَ مَا یُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ یَوْمَ الْقِیَامَهِ الصَّلاَهُ فَإِنْ صَلَحَتْ صَلَحَ لَهُ سَائِرُ عَمَلِهِ، وَإِنْ فَسَدَتْ فَسَدَ سَائِرُ عَمَلِهِ.»[1]

Artinya, “Sesungguhnya amal hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya. Apabila shalatnya baik maka baiklah amal-amalnya yang lain dan apabila shalatnya rusak maka rusaklah seluruh amalnya.”


Hadits diatas membincang tentang orang-orang yang shalat dan adapun mengenai seseorang yang tidak menunaikan shalat dan meninggalkannya, Rasulullah saw bersabda tentangnya sebagai berikut:

«بَیْنَ‏ الْعَبْدِ وَ بَیْنَ‏ الْکُفْرِ تَرْکُ الصَّلَاه»[2]

Artinya, “Perbedaan seorang hamba dan seorang yang kafir adalah meninggalkan shalat.”

Shalat termasuk sebuah amal yang karena urgensi dan keagungannya maka sejak awal penciptaan manusia ia telah diwajibkan dan para nabi dan utusan Allah Swt telah mewanti-wanti para pengikutnya akan pentingnya shalat dan memerintahkan mereka untuk menunaikannya.


Allah Swt telah menyiratkan poin ini dalam al-Qur’an sebagaimana firman-Nya berikut ini:

(وَ جَعَلْناهُمْ أَئِمَّهً یَهْدُونَ بِأَمْرِنا وَ أَوْحَیْنا إِلَیْهِمْ فِعْلَ الْخَیْراتِ وَ إِقامَ الصَّلاهِ وَ إیتاءَ الزَّکاهِ وَ کانُوا لَنا عابِدینَ)[3]

Artinya, “Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka untuk mengerjakan kebaikan, mendirikan salat, dan menunaikan zakat, dan hanya kepada Kami-lah mereka selalu menyembah.“


Di tempat lain Allah Swt memerintahkan kepada bani Israil untuk menunaikan shalat. Allah Swt berfirman sebagai berikut:

(وَ أَوْحَیْنا إِلى‏ مُوسى‏ وَ أَخیهِ أَنْ تَبَوَّءا لِقَوْمِکُما بِمِصْرَ بُیُوتاً وَ اجْعَلُوا بُیُوتَکُمْ قِبْلَهً وَ أَقیمُوا الصَّلاهَ وَ بَشِّرِ الْمُؤْمِنینَ)[4]

Artinya, “Dan Kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya, “Ambillah beberapa buah rumah di Mesir untuk tempat tinggal bagi kaummu dan jadikanlah rumah-rumahmu itu berhadap-hadapan (sehingga terfokus menjadi satu), serta dirikanlah salat dan berilah berita gembira kepada orang-orang yang beriman (bahwa mereka pasti memperoleh kemenangan).”


Ketika Nabi Ibrahim as dan putranya membangun Ka’bah, maka dengan alasan pentingnya shalat, mereka mengangkat kedua tangannya ke langit seraya memohon:

(رَبِّ اجْعَلْنی‏ مُقیمَ الصَّلاهِ وَ مِنْ ذُرِّیَّتی‏ رَبَّنا وَ تَقَبَّلْ دُعاءِ)[5]

Artinya, “Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan salat. Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.“


Nabi Isa as tatkala menyampaikan berita gembira tentang kenabiannya, beliau menjelaskan dan mendiskripsikan tujuan risalahnya seperti berikut:

(وَ جَعَلَنی‏ مُبارَکاً أَیْنَ ما کُنْتُ وَ أَوْصانی‏ بِالصَّلاهِ وَ الزَّکاهِ ما دُمْتُ حَیًّا)[6]

Artinya, “Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup.”

Di tempat lain Allah Swt menjelaskan tentang urgensi dan falsafah shalat seraya berfirman sebagai berikut:

(إِنَّنی‏ أَنَا اللَّهُ لا إِلهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدْنی‏ وَ أَقِمِ الصَّلاهَ لِذِکْری)[7]

Artinya, “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat-Ku.”


Di tempat lain, al-Qur’an menyatakan seperti berikut:

(اتْلُ ما أُوحِیَ إِلَیْکَ مِنَ الْکِتابِ وَ أَقِمِ الصَّلاهَ إِنَّ الصَّلاهَ تَنْهى‏ عَنِ الْفَحْشاءِ وَ الْمُنْکَرِ وَ لَذِکْرُ اللَّهِ أَکْبَرُ وَ اللَّهُ یَعْلَمُ ما تَصْنَعُونَ)[8]

Artinya, “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu dari al-Kitab (Al-Qur’an) dan dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.“



Bahan Bacaan: 

1. Al-Qur’an al-Karim.
2. Tanwîr al-Hawâlik, Jalaluddin Suyuti (911 H), riset: Syaikh Muhammad Abdul Aziz al-Khalidi, cet. 1, 1418 H – 1997 M, Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut.
3. Al-Jâmi’ al-Shaghîr, Jalaluddin Suyuti (911 H), cet. 1, 1401 H – 1981 M, Dâr al-Fikr li al-Thabâ’ah wa al-Nasyr wa al-Tauzî’, Beirut.
4. Al-Dur al-Mantsûr, Jalaluddin Suyuti (911 H), Dâr al-Ma’rifah li al-Thabâ’ah wa al-Nasyr wa al-Tauzî’, Beirut.
5. Majma’ al-Zawâ’id, al-Haitsami (807 H), 1408 H – 1988 M, Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut.
6. Mustadrak al-Wasâ’il wa Mustanbath al-Masâ’il, Nuri, Husain bin Muhammad Taqi, 28 jilid, Muassasah âl al-Bait (as), Qom, cet. 1, 1408 H.


Catatan Kaki:

[1] Tanwîr al-Hawâlik, Jalaluddin Suyuti, hal. 191, hadits 418; Majma’ al-Zawâ’id, al-Haitsami, jilid 1, hal. 292; al-Jâmi’ al-Shaghîr, Jalaluddin Suyuti, jilid 1, hal. 432, hadits 2818; al-Dur al-Mantsûr, Jalaluddin Suyuti, jilid 1, hal. 295.

[2] Mustadrak al-Wasâ’il wa Mustanbath al-Masâ’il, Nuri, Husain bin Muhammad Taqi, jilid 3, hal. 45.

[3] Qs. Al-Anbiyâ: 73.

[4] Qs. Yunus: 87.

[5] Qs. Ibrahim: 40.

[6] Qs. Maryam: 31.

[7] Qs. Tha Ha: 14.

[8] Qs. Al-Ankabut: 45.

(Shafei-News/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Posting Komentar

ABNS Video You Tube

Terkait Berita: