Pesan Rahbar

Sekilas Doa Arafah Imam Husain as dan Doa Arafah Imam Husain as

Doa Arafah (Bahasa Arab: دعاء العرفة ) adalah diantara doa-doa Syiah yang menurut riwayat dibaca oleh Imam Husain as pada hari ke-9 Dzul...

Home » » AS, Negara Penuh Teror. Bagaimana Teror Mampu Membentuk Negara Israel?

AS, Negara Penuh Teror. Bagaimana Teror Mampu Membentuk Negara Israel?

Written By Unknown on Minggu, 10 Desember 2017 | Desember 10, 2017


Buku yang berjudul State of Terror: How Terrorism Created Modern Israel secara harfiah dapat diterjemahkan sebagai “Negara Teror: Bagaimana Terorisme Menciptakan Israel Modern”. Buku yang ditulis oleh Thomas Suárez ini diterbitkan oleh Skyscraper Publications, Inggris, pada bulan Desember 2016.

Buku dengan ketebalan sebanyak 418 halaman ini mempunyai ISBN 978-1-911072-03-4 untuk versi cetak sampul tebal.

Isi buku ini disusun menjadi 9 bab yang dikelompokkan menjadi 3 bagian di luar bagian Pendahuluan. Buku ini juga dilengkapi dengan Daftar Catatan Kaki, Daftar Pustaka, dan Daftar Indeks.

Buku ini menunjukkan bagaimana penggunaan teror oleh pendukung gagasan negara Yahudi di Palestina dilakukan secara sistematis, rutin, dan diterima oleh pemimpin Yahudi. Mereka menganggap penggunaan teror ini diperlukan untuk mencapai tujuan mereka.

Pada puncak Mandat Inggris di Palestina, tindakan teroris dilakukan pada frekuensi dan dengan intensitas yang telah dilupakan, meskipun berita utama surat kabar harian di AS, Inggris, dan Palestina berbicara tentang pemboman, pembunuhan, dan pembantaian melawan warga Arab dan warga sipil Inggris, maupun tentara. Suarez menceritakan kisah ini dengan menggunakan cerita dari teroris itu sendiri di dalam laporan internal rahasia yang membanggakan keberhasilan mereka, dan mengutip dari briefing intelijen kontemporer dan korespondensi diplomatik rahasia.


Ulasan Buku Ini

Berikut adalah ulasan terhadap buku ini yang diberikan oleh Eve Mykytyn yang dimuat dalam situs If Americans Knew Blog. “State of Terror” karya Thomas Suarez ini merupakan sejarah Zionisme yang didokumentasikan dengan cermat sejak tahap awal pembentukan Israel sampai tahun 1956. Ini adalah kisah tentang bagaimana sejumlah orang Yahudi sekuler berhasil mendirikan sebuah negara religius yang terletak di tanah bangsa lain. Mitos yang telah mapan adalah bahwa setelah berabad-abad antisemitisme yang berpuncak pada Holocaust, orang-orang Yahudi “layak menerima” Israel, tanah “tanpa penduduk untuk orang-orang tanpa tanah.”

Catatan sejarah seringkali diperdalam dan disempurnakan dengan berjalannya waktu dan dilakukannya kajian-kajian. Buku Suarez (bersama dengan beberapa buku lainnya seperti “Against Our Better Judgment” karya Alison Weir) dengan meyakinkan menolak keseluruhan sejarah yang berlaku umum.Suarez menunjukkan bahwa pada tahun 1897 seorang Zionis mengirimkan berita ke rekan-rekan konspiratornya bahwa Palestina sudah dipadati oleh penduduk. Yang terjadi kemudian adalah sebuah konspirasi teroris untuk mengambil-alih tanah tersebut yang sangat mengejutkan dalam hal ruang lingkup dan kekerasannya.

Berawal pada sekitar tahun 1918, di tempat yang sekarang bernama Israel, Irgun, Lehi (Stern Gang), Haganah, dan Jewish Agency beroperasi pada berbagai waktu sebagai gerombolan penjahat yang saling bersaing dan bekerja sama. Mereka mengumpulkan uang dengan perampokan dan pemerasan, menarik ‘upeti’ dari bisnis lokal, membom orang-orang yang tidak mau membayar.

Gerombolan Zionis tersebut membunuh orang-orang Palestina, polisi, orang-orang Inggris, dan Yahudi yang pendapatnya berbeda dengan pendapat mereka.Perang tidak menghentikan kekerasan mereka. Ketika Inggris mengkonsolidasikan tiga perahu pengungsi ke kapal Patria di Haifa dengan tujuan membawa mereka ke kamp pengungsi di Mauritus, Haganah mengebom kapal pengungsi tersebut. Lebih dari 267 orang meninggal, di antaranya adalah 200 orang Yahudi.

Zionis memutar cerita tersebut sebagai pemunculan kembali cerita alkitab tentang Masada, yang mengklaim bahwa penumpang Patria secara heroik melakukan bunuh diri massal dengan mengebom kapal mereka sendiri ketika mereka gagal mencapai Israel.Selama dan setelah Perang Dunia II, Zionis menuntut dengan keras agar tentara Yahudi dipisahkan dari tentara lainnya dan kemudian disendirikan di dalam kamp pengungsi.

Suarez mengutip ketidaknyamanan Churchill terhadap kaum pro-Zionis dengan pemisahan seperti itu: Churchill menulis bahwa hampir setiap ras di Eropa telah dikirim ke kamp konsentrasi dan “tampaknya ada sedikit perbedaan dalam jumlah penyiksaan yang mereka alami.” (Halaman 120). Orang-orang Yahudi yang ingin tinggal di tanah asal mereka atau yang berhasil menegosiasikan kembali pemukiman bagi orang-orang Yahudi Eropa di manapun kecuali di Israel, dikecam dan digagalkan.Bagaimana Zionis bersikeras bahwa mereka berbicara mengatas-namakan untuk semua orang Yahudi padahal jelas bahwa mereka tidak melakukannya?

Apa yang memberi mereka hak, sebagai pembunuh pengungsi Yahudi, dan untuk berbicara mengatas-namakan orang-orang Yahudi yang mengungsi setelah perang?Zionis secara konsisten mengaku berbicara untuk semua orang Yahudi. Tidak mengherankan jika Zionis bersikeras menggunakan bahasa Ibrani (sejumlah surat kabar berbahasa Jerman dan Yiddish telah dibom). Suarez menunjukkan bahwa para pemukim tersebut berbicara dengan bahasa era alkitab karena mereka mengaku sebagai umatnya (halaman 25). Ben Gurion mengklaim bahwa “Alkitab adalah mandat kami.”

Kelahiran resmi Israel pada tahun 1948 telah membersihkan sejuta orang Palestina dan menghancurkan 400 desa mereka. PBB telah membentuk perbatasan Israel, namun Israel membentangkan wilayahnya di luar perbatasan tersebut dan mengklaim kedaulatan atas seluruh tanah yang didudukinya. Baik Inggris maupun Amerika Serikat mengetahui bahwa Israel tidak akan mengembalikan tanah-tanah tersebut.

Reuven Shiloah, direktur pertama Mossad, tidak hanya memberi tahu mereka, namun juga menyatakan hak Israel untuk mengambil-alih lebih banyak lagi lahan jika diperlukan (halaman 277).Pencurian Israel atas tanah dan aset Palestina bukan hanya merupakan hasil atas klaim tanah Israel yang diberikan oleh PBB.

Suarez menunjukkan bahwa: “analisis ekonomi … menggambarkan bahwa negara Israel berhutang eksistensinya terhadap pencurian barang-barang Palestina … Meskipun suntikan besar modal asing ke Israel dan klaimnya terhadap efisiensi modern, ini merupakan akhir dari aset Palestina yang menyelamatkan negara Israel dari kematian” (halaman 288).

Perlakuan Israel terhadap para penduduk Palestina setelah tahun 1948 sangat mengerikan. Sungguh menyakitkan untuk membaca daftar sebagian kekejaman mereka: pemerkosaan, penyiksaan, pembunuhan dan perampokan. Desa-desa Arab, Kristen dan Muslim, bersahabat atau tidak, dihancurkan.

Dalam satu peristiwa, penduduk desa Arab dibunuh dengan dipaksa tinggal di rumah mereka saat mereka dibom. (halaman 309).Pada saat itu, Israel merupakan lokasi “proporsi yang mengkhawatirkan” atas pembunuhan, pemerkosaan dan perampokan terhadap warga-negaranya sendiri. Seorang Israel berspekulasi bahwa hal ini muncul akibat dari “pengabaian hukum yang umum dan menghina” (halaman 298).

Sebuah laporan Inggris menyatakan: “Intoleransi meledak menjadi kekerasan dengan mudah terjadi di Israel.”Israel masuk ke Irak (dengan bendera operasi palsu melawan orang Yahudi Irak untuk meminta mereka bermigrasi) dan ke Afrika Utara untuk mendapatkan warga negara bagi pemukimannya yang baru.

Orang-orang Yahudi Irak dan Afrika Utara dijaga dalam kondisi menyedihkan sampai mereka ditempatkan sebagai pemegang tempat tinggal di tanah yang baru diduduki.Pada tahun 1954 Israel menanam bom di Mesir dalam sebuah operasi palsu yang dimaksudkan untuk menyampaikan bahwa Mesir tidak stabil.

Ketika rencana tersebut terungkap pada tahun 1955, Amerika Serikat dan Inggris mempertimbangkan tindakan militer terhadap Israel untuk menghentikan pendudukan tanah yang mematikan tersebut. Dalam serangkaian peristiwa perang dingin yang dirinci oleh Suarez, Prancis dan Inggris akhirnya berpihak pada Israel melawan Mesir dalam Krisis Suez, mengakhiri segala kemungkinan bahwa Inggris dan Amerika Serikat akan melakukan tindakan apapun terhadap Israel.

Sejauh ini dalam bukunya Suarez telah menyampaikan sejarah dengan hati-hati, meskipun menyakitkan. Kemudian Suarez menyampaikan dakwaannya, “dengan kesimpulan dari Suez, … Israel telah sepenuhnya menetapkan teknik perluasan dan pembersihan rasialnya yang terus berlanjut hingga hari ini: pemeliharaan ancaman eksistensial, sebagai konsekuensi alami dari agresi dan provokasi untuk mencapai tujuan; pengalihan dan pemborosan bobot moral sejarah anti-Semitisme dan Holocaust; dehumanisasi orang-orang Palestina; kehadirannya sebagai nubuat negara Yahudi; dan rayuannya terhadap penduduk Yahudi dengan pemberian hak istimewa.”

(Israel-Palestine-News/Seraa-Media/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Posting Komentar

ABNS Video You Tube

Terkait Berita: