Pesan Rahbar

Sekilas Doa Arafah Imam Husain as dan Doa Arafah Imam Husain as

Doa Arafah (Bahasa Arab: دعاء العرفة ) adalah diantara doa-doa Syiah yang menurut riwayat dibaca oleh Imam Husain as pada hari ke-9 Dzul...

Home » , » Menuju Armagedon? Kekuatan Evangelis di Balik Trump Soal Yerusalem

Menuju Armagedon? Kekuatan Evangelis di Balik Trump Soal Yerusalem

Written By Unknown on Minggu, 10 Desember 2017 | Desember 10, 2017


Rabu, 6 Desember 2017, AS dibawah kepemimpinan Donald Trump, secara resmi mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel. Bagi sebagian pihak, ini adalah deklarasi perang. Banyak risiko yang mengancam. Konflik regional, hingga stabilitas dunia pun jadi pertaruhan.

Mungkin banyak yang bertanya-tanya, mengapa Trump berani mengambil keputusan semacam itu? Apa yang mendorongnya mengambil ide “gila” tersebut?

Jawabannya mungkin bisa kita lihat gambar yang ditampilkan Trump saat menyampaikan pengumuman.

Dekorasi Natal yang berkilauan menghiasi lorong Gedung Putih yang menyelimuti Trump. Wakil Presiden Mike Pence dengan sengaja ditempatkan tepat di belakang bahu presiden, memastikan bahwa tidak ada sudut kamera yang bisa meninggalkannya dari gambar.

Semuanya seolah dirancang untuk mengirimkan pesan yang kuat kepada para pemilih evangelis Kristen, bahwa ini adalah kemenangan mereka, dan Trump adalah orang mereka.

Trump menunjukkan bahwa dia mendukung agenda evangelis tidak hanya dalam agenda domestik–seperti menentang aborsi, menunjuk hakim konservatif atau mengatakan “Selamat Hari Natal”, namun juga dalam kebijakan luar negeri.

Trump menunjukkan cinta kepada Israel karena pemilih evangelis menjadi basis kuat para pendukungnya. Para pemilih evangelis memberikan dukungan mereka kepada Trump pada pemilu 2016 pada tingkat yang lebih tinggi daripada kandidat presiden sebelumnya, bahkan lebih dari yang mereka berikan kepada rekan evangelis mereka, George W. Bush. Mike Pence sendiri adalah seorang Evangelis sejati.

Evangelis Kristen inilah yang menjadi kekuatan pendorong di balik deklarasi Jerusalem.

Pertanyaannya, mengapa para Evangelis begitu getol menginginkan Jerusalem sebagai ibukota Israel?

Bagi Evangelis, semua itu didasarkan pada keyakinan agama, bukan sekadar masalah politik praktis. Keyakinan ini membuat potensi reaksi kekerasan dari orang-orang Palestina dan dunia Islam tidak begitu dihiraukan oleh Trump dan pengambil keputusan di sekelilingnya.

Keputusan ini menjadi semacam hadiah Natal bagi para evangelis. Di era Trump, Gedung Putih menjadi pemerintahan paling evangelis dalam sejarah Amerika. Anggota kabinet yang memegang kartu anggota evangelis adalah yang terbesar dalam sejarah AS. Bahkan, setiap pekan diadakan pertemuan studi Alkitab, dan Pence adalah salah satu pesertanya.

Sosok lain yang dekat dengan Trump adalah Jay Sekulow–seorang Yahudi mesianis yang memiliki pengaruh kuat dalam komunitas evangelis Kristen. Johnnie Moore, yang dianggap sebagai pemimpin de facto penasihat evangelis Trump, mengatakan kepada CNN bahwa status Yerusalem telah menjadi prioritas utama komunitas mereka. Dengan melakukan langkah ini, Trump telah “menunjukkan kepada pendukung evangelisnya bahwa dia akan melakukan apa yang dia katakan,” tambah Moore.

Pada hari Rabu, situs evangelis Kristen sayap kanan Charisma News dipenuhi dengan pujian dari pemimpin evangelis atas pengumuman Yerusalem.

“Orang-orang evangelis sangat gembira, karena Israel adalah tempat yang suci bagi kita dan orang-orang Yahudi adalah teman kita yang terkasih,” kata Pastor Paula White kepada Charisma. “Orang-orang Yahudi telah mengabdikan diri mereka di Yerusalem selama ribuan tahun, merasa bangga akan hal itu, mempertahankannya dengan darah dan harta, dan hari ini kita bersukacita bersama mereka.”

White adalah salah satu dari 40 pemimpin Evangelis yang mendeklarasikan dukungan dan berdoa untuk kesuksesan Donald Trump.

Mantan Gubernur Mike Huckabee, seorang pemimpin evangelis (dan ayah juru bicara Gedung Putih Trump, Sarah Huckabee Sanders) telah bertahun-tahun melobi agar Kedutaan Besar AS dipindahkan ke Jerusalem. Dia juga memuji langkah Trump tersebut, dan mengacuhkan kekhawatiran bahwa hal itu bisa memicu kekerasan.


Narasi Teologis

Narasi teologis ini sangat penting bagi basis evangelis Trump. Dalam sebuah thread di Twitter yang sedang viral, komentator Kristen progresif, Diana Butler Bass, mengatakan bahwa isu Yerusalem sangat penting bagi evangelis karena mereka merasa sangat penting untuk mendapatkan kembali kendali Yudeo-Kristen di Gunung Kuil (Temple Mount) di kompleks Al Haram Asy-Syarif.

Bagi Yudeo-Kristen, Gunung Kuil sangatlah penting. Butler-Bass menjelaskan bahwa membangun kembali Gunung Kuil akan memulai “akhir zaman” yang tercantum dalam Kitab Wahyu (Book of Revelation) mereka. Di akhir zaman, menurut keyakinan Kristen fundamentalis, segala kejahatan dan penderitaan yang terjadi di dunia ini hanya akan berakhir. Tubuh mereka berubah dan dilindungi di surga.

Butler Bass menegaskan bahwa dari semua narasi teologis yang ia tiupkan kepada basis pendukungnya, deklarasi Yerusalem adalah yang terbesar. “Trump mengingatkan mereka bahwa dia melaksanakan kehendak Tuhan menuju Hari Akhir tersebut. Mereka sudah menunggu ini, berdoa untuk ini,” tulisnya. “Mereka menginginkan perang di Timur Tengah.

Pertempuran Armageddon, pada saat Yesus Kristus diyakini akan kembali ke Bumi dan mengalahkan semua musuh Allah. Bagi evangelis tertentu, ini adalah puncak sejarah. Dan Trump membawa mereka ke sana. Kepada hari yang dijanjikan, untuk kemenangan mereka yang pasti. Orang benar akan diantar ke surga; Orang jahat akan dibuang ke neraka.”

Bagi evangelis sejati ini, dia menambahkan, pengumuman Yerusalem “adalah pemenuhan nubuat Alkitab. Donald Trump tidak hanya bertindak sesuai janji kampanye, tapi juga melakukan tindakan teologis. Mereka percaya bahwa Donald Trump adalah instrumen Tuhan untuk menggerakkan kita lebih dekat ke Hari Akhir. Karena bagi mereka, itu semua sebenarnya adalah permulaan–awal dari pahala dan kebahagiaan surgawi mereka.”

Akibatnya, dia menjelaskan, isu apakah pemindahan ibukota ke Jerusalem adalah provokasi yang bisa membahayakan kepentingan perdamaian, jadi tidak ada artinya, karena “perdamaian di dunia ini tidaklah penting.”

Bagi mereka yang tidak percaya, termasuk kalangan Kristen mainstream yang menganggap ide ini tidak masuk akal, Bulter Bass menambahkan bahwa Injil tersebut secara aktif dikhotbahkan di gereja-gereja di seluruh negeri dan bahwa “jutaan orang Kristen Amerika percaya pada hal ini dan telah mendasarkan iman dan identitas mereka kepadanya.”

Kenyataannya, reaksi pemuka evangelis John Hagee terhadap pengumuman Yerusalem membuktikan argumen Butler Bass.

Berbicara di acara “Faith Nation” CBN News, Hagee mengatakan bahwa “Orang-orang Kristen harus peduli pada Israel, karena keseluruhan Alkitab, dimulai dari Kitab Kejadian sampai akhir adalah naskah tentang posisi Tuhan tentang orang-orang Yahudi.”

“Abraham, Ishak dan Yakub, tercatat dalam kitab Kejadian, bahwa Dia akan memberi mereka sebidang tanah di Timur Tengah, dan tanah itu akan menjadi milik mereka selamanya. Selamanya berarti hari ini, besok dan selamanya,” katanya.

Dia menambahkan sebuah kiasan langsung tentang akhir zaman, “Saya percaya pada saat ini, bahwa Israel adalah stopwatch Tuhan untuk segala hal yang terjadi pada setiap bangsa, termasuk Amerika, mulai sekarang sampai hari Pengangkatan gereja.”

“Pengangkatan gereja” menggambarkan sebuah peristiwa yang diyakini oleh orang Kristen fundamentalis akan terjadi pada akhir zaman, yaitu saat orang-orang baik akan diangkat ke ke surga.

Bagi kaum evangelist konservatif, Jerusalem bukanlah tentang politik, bukan juga tentang rencana perdamaian atau tentang orang-orang Palestina, atau solusi dua negara. Tapi Jerusalem adalah tentang nubuat. Tentang Injil. Dan tentu saja, tentang akhir zaman.

Mungkin Anda ragu bahwa Presiden Trump bisa menjelaskan tentang nubuat ini. Anda pun bisa ragu bahwa dia tahu istilahnya. Tapi pendukung evangelisnya tahu. Beberapa penasihatnya mungkin membisikkan nubuat ini di telinganya. Trump mungkin tidak begitu peduli bagaimana mereka menafsirkan Alkitab, tapi dia peduli bahwa kaum evangelis kulit putih terus berdiri bersamanya.

Memindahkan kedutaan ke Yerusalem adalah salah satu cara untuk menegaskan komitmennya kepada para evangelis ini – mengingatkan mereka bahwa dia, Donald J. Trump, sedang mendesak sejarah biblikal sampai pada kesimpulannya, dan bahwa dia adalah pilihan Tuhan dalam berlangsungnya hari-hari terakhir ini. Anda mungkin tidak percaya. Donald Trump mungkin bahkan tidak benar-benar mempercayainya. Tapi jutaan orang meyakininya. Itu yang penting.

(CBN-News/Seraa-Media/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Posting Komentar

ABNS Video You Tube

Terkait Berita: