PENDAHULUAN
Akhirat adalah hari akhir, hari pengumpulan setelah kiamat tiba, dan untuk manusia merupakan hari penghisaban terhadap seluruh perbuatannya di dunia. Secara teknis ini disebut dengan proses kembali kepada Tuhan (inna lillahi wa inna ilaihi raji’un), di mana Allah dengan segenap Rakhmat-Nya memberikan kesempatan kepada makhluk-Nya untuk kembali (mendekat) kepada-Nya.[1]
Sebagaimana diketahui, bahwa materi senantiasa bergerak dan bersifat potensial untuk menjadi hal-hal yang memungkinkan secara aktual. Misalnya, tanah jika memenuhi syarat dan sebab-sebabnya yang bergerak menjadi mani, kemudian menjadi darah, daging, dan seterusnya, akan menjadi manusia yang memiliki jasad dan ruh. Selanjutnya ia akan semakin tua dan meninggal dunia. [2] Pasca wafat, jasad materialnya dikuburkan sedangkan ruhnya kembali ke alam barzakh, menanti terjadinya kiamat yang membuat seluruh alam material akan hancur dan mengalami kepunahan.[3] Pada waktu itulah alam dunia beralih menjadi alam akhirat, “Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barangsiapa menghendaki pahala di dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala di dunia itu, dan barangsiapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat. Dan Kami berikan balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (Q.S. Ali Imran: 145).
KARAKTERISTIK ALAM AKHIRAT
Alam akhirat berbeda dengan alam dunia yang material ini. Karena itu, alam akhirat memilki kekhususan-kekhususan yang menjadi karakteristiknya, diantaranya :
Bersifat non-material, kekal dan abadi. Alam dunia adalah alam material, karenanya alam akhirat yang merupakan alam di atas alam material, pastilah bersifat non-material, yang lebih ‘luas’ dari alam dunia, dikarenakan tidak memiliki batas-batas ruang dan waktu. Selain itu, karena ia bersifat non-material, maka alam akhirat tidak akan mengalami kemusnahan dan kehancuran seperti halnya alam dunia yang material.[4]
Tempat yang pasti untuk terealisasinya kenikmatan dan siksa secara utuh. Karena bersifat non-material, maka berbagai kenikmatan atau siksa yang akan diterima manusia di akhirat adalah secara utuh dan langsung, dikarenakan tidak adanya lagi penghalang material.
Tempat pembalasan bukan tempat pembebanan tanggung jawab. Di alam akhirat tidak ada lagi taklif dan tugas, semua itu sudah dilakukan di dunia, karenanya di akhirat, manusia hanya tinggal menerima balasan atas semua amal perbuatanya, apakah itu perbuatan buruk maupun perbuatan baik.
Sesungguhnya dunia ini adalah tempat beramal tanpa hisab, sedangkan akhirat adalah tempat hisab tanpa amal.[5] Kita ketahui bahwa di dunia kita dibebani tanggungjawab dan syariat untuk mengerjakan berbagai perintah Allah dan menjauhi berbagai larangan-Nya, dan semua itu tanpa ada penghisaban dan balasannya. Yang ada hanyalah penilaian baik dan buruk, dosa dan pahala. Sedangkan di akhirat yang merupakan tempat pembalasan, maka tidak ada lagi tanggungjawab, syariat, perintah dan larangan. Yang ada adalah perhitungan (hisab) berbagai amal yang telah dilakukan di dunia.
KEBANGKITAN DI AKHIRAT : JASMANI DAN RUHANI
Dalam sejarah pemikiran Islam, perdebatan tentang kebangkitan di akhirat telah mewarnai blantika khazanah intelektual Islam. Bahkan, perdebatan itu sampai memuncak hingga saling menghujat, menyesatkan, dan mengkafirkan. Perdebatan itu diantaranya berkisar pada persoalan sifat kebangkitan di akhirat, apakah bersifat jasmani atau bersifat ruhani? [6]
Melalui analisis yang cermat dengan argumentasi rasional dan argumentasi kewahyuan maka dapat diyakini bahwa kebangkitan di akhirat bersifat jasmani dan ruhani manusia bersama-sama akan dibangkitkan di akhirat dan bersama-sama pula akan menempuh kehidupan baru, sebab keduanya telah bersama-sama hidup di dunia. Karena itu bersama-sama pula harus menerima balasan yang setimpal, siksa atau kenikmatan.
Di samping itu, sebagian besar ayat-ayat al-Quran yang berbicara mengenai kebangkitan justru mengisyaratkan tentang kebangkitan jasmani, seperti jawaban al-Quran atas kebingungan orang-orang yang menentang kebangkjtan jasmani, yang mempertanyakan bagaimana tulang-tulang yang telah hancur dapat kembali hidup, bahwa:
Katakanlah, yang menghidupkannya adalah yang pertama kali menciptakannya. (QS. 36:79).
Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan tulang belulangnya? Tentu Kami bisa, dan Kami kuasa mengumpulkan jarijemarinya dengan sempuma. (QS. 75:3-4).
Ayat-ayat di atas dan yang sejenisnya dengan jelas menunjukkan adanya kebangkitan jasmani. Demikian pula ayat-ayat yang berbicara mengenai kebangkitan dari kubur. Ya, rnemang sebagian besar ayat-ayat yang berbicara mengenai hari kebangkitan menegaskan adanya kebangkitan jasmani dan ruhani.
Kemungkinan kebangkitan jasmani juga dapat diterima secara filosofis dan rasional. Karena di dalam diri manusia terdapat substansi materi yang selalu menjaga keterhubungan perubahan pada badan duniawi, akan tetapi materi tersebut tidak lagi membentuk badan duniawi karena alam akhirat adalah alam yang lebih tinggi dari alam dunia dengan hukum yang jauh berbeda. Sebab itu, maka badan yang akan terbentuk di akhirat adalah badan ukhrawi yang dibentuk oleh karakter jiwa manusia tersebut.
Yang dimaksud dengan tubuh atau jasmani materi ukhrawi adalah jasmani yang terbentuk melalui inti materi pada manusia tersebut dan selalu terjaga sebagai dasar bagi materinya dan bentuk identitas dari identitas jiwanya yang disebabkan oleh tindakan dan ilmu yang dimiliki manusia tersebut. Karena setiap tindakan yang dilakukan atau ilmu yang dimiliki oleh seorang manusia bersatu dengan eksistensi manusia tersebut dan menempatkan esensi dirinya dalam tingkat tertentu dari kualitas eksistensi, karena setiap aktivitas eksternal dalam tindakan ataupun proses pencerapan ilmu memberikan bentuk eksistensi mental yang bersatu dengan jiwanya.
Dengan proses kebangkitan seperti ini, maka kebangkitan kembali manusia dengan tubuh ukhrawinya akan didasarkan pada wujud mental yang membentuk karakter dirinya. Setidaknya ada enam karakter manusia yang akan dibangkitkan di akhirat kelak yaitu : karakter insani, karakter malaikat, karakter setan, karakter binatang, karakter tumbuh-tumbuhan, dan karakter benda padat. Semua karakter ini dibentuk berdasarkan tindakan yang dilakukan selama kehidupan di dunia dan proses berpikir dalam upaya meningkatkan kualitas ilmunya. Kedua bentuk ini bersatu secara eksistensial pada diri manusia.
Dalam hal ini juga ada pembahasan tentang terbentuknya amal atau penjasmanian amal (tajassum al-amal), yang mana dikarenakan manusia memiliki dimensi jasmani dan ruhani, maka perbuatan-perbuatan manusia di alam jasmani memiliki bentuk dan karakter tesendiri di alam ruhani. Banyak ayat al-Quran dan riwayat-riwayat yang menjelaskan tentang hal ini, misalnya siapa yang memakan harta anak yatim maka sebenarnya ia memakan api diperutnya. (Q.S.) dan siapa yang menggunjing maka sama seperti memakan daging saudaranya sendiri (Q.S.).
BALASAN DI AKHIRAT : MATERIAL DAN SPIRITUAL
Pembalasan di hari kiamat mencakup dua sisi, material dan spiritual. Karena kebangkitan mengandung sisi material dan spiritual. Balasan tersebut terjadi secara sempurna baik itu bersifat siksa neraka maupun kenikmatan surga. Hal ini karena tidak adanya lagi perantara antara diri manusia dengan beragam siksaan dan kenikmatan tersebut. Jika kita membayangkan sesuatu yang nikmat saja sudah dapat merasakan kebahagiaan, bagaimana jika hal itu menjadi nyata dan bukan sekedar khayalan?. Begitu pula, jika kita membayangkan wujud angker saja sudah merasa takut dan tersikasa, bagaiman jika wujud itu menjadi nyata di hadapan kita? Sudah pasti kita akan merasakan nikmat atau siksa yang lebih besar.
Demikian juga, kita sudah menjelaskan bahwa di dunia ini manusia terdiri dari tubuh material serta ruh yang non-material, dan kita juga sudah buktikan bahwa ruh itulah yang sebenarnya hakikat manusia yang sebenarnya. Artinya, tubuh material hanyalah perantara bagi ruh untuk merasakan atau berbuat di alam dunia ini. Karenanya, jika di alam dunia ini saja—dengan perantaraan materi—kita dapat menikmati atau merasakan sakit yang luar biasa, maka bagaimana jika kita di alam akhirat menikmati dan merasakan sakit secara langsung? Jelaslah semuanya akan terasa begitu dahsyat, sehingga Allah dalam al-Quran banyak menyampaikan kedahsyatan siksa neraka atau nikmat surga. Perhatikan ayat-ayat tentang balasan kenikmatan berikut ini :
“Allah telah menyediakan surga untuk mereka yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang besar.” (QS. At-Taubah : 89).
“Perumpamaan sorga yang dtjanjikan kepada orang-orang yang taqwa (ialah surga) yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, makanannya abadi (tak habis-habisnya) begitupun naungannya. Itulah kesudahan orang-orang yang bertaqwa sedang kesudahan bagi orang-orang kafir ialah neraka.” (QS. Al-Ra’d : 35).
“Katakanlah, “Apakah kamu ingin aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikilan itu?” Yaitu untuk orang-orang yang bertaqwa pada sisi Tuhan mereka ada surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya; mereka itu kekal di dalamnya, dan ada pasangan-pasangan yang suci serta keridhaan dari Allah. Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.” (QS. Ali Imran: 15).
“Ridha Allah lebih besar dan bahwa itulah keuntungan yang agung”. (QS. Al-Taubah: 72).
“Wahai jiwa yang tenang, kembalilah pada Tuhanmu dengan ridha dan diridhai. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku dan masuklah ke sorga-Ku.” (QS. 89:27-30).
Perhatikan juga ayat-ayat tentang siksa berikut ini :
“Dan tahukan kamu apa huthamah itu? (Yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan, yang (membakar) sampai ke hati.” (Q.S. al-Humazah: 5-7).
“Di hadapannya ada jahanam dan dia akan diberi minuman dengan air nanah, diminumnya air nanah itu dan hampir dia tidak bisa menelannya dan datanglah (bahaya) maut kepadanya dari segenap penjuru, tetapi dia tidak juga mati; dan dihadapannya masih ada azab yang berat.” (Q.S. Ibrahim: 16-17).
Dari ayat-ayat di atas juga menunjukkan dua dimensi balasan di akhirat, yaitu bersifat material dan juga bersifat spiritual, yang tercermin dalam pancaran cahaya ma’rifat Ilahi, kedekatan rohani pada al-Khaliq, dan penampakan keindahan dan keagungan-Nya, tajaliyah al-jamal wa al-jahl, suatu kenikmatan yang tiada tara, yang tidak dapat dilukiskan oleh kata-kata maupun pena.
HAKIKAT SIKSA DAN KENIKMATAN
Telah dijelaskan di atas bahwa manusia senantiasa bergerak dan mengalami perubahan sesuai dengan kondisi dan usahanya masing-masing. Akan tetapi, ia tetap mewarisi kemanusiaanya. Oleh karena itu, ketika manusia berubah menjadi binatang atau api neraka, maka akan sangat tersiksa. Sebab, hakikatnya adalah api yang manusia, atau binatang yang manusia. Sedangkan, jika manusia berubah total menjadi api atau menjadi binatang, maka siksaan tidak akan terasa lagi, karena setiap wujud menyenangi kewujudannya. Jadi api asli tidak mungkin menyiksa api asli.
Dengan demikian, siksa neraka timbul karena bersatunya berbagai macam esensi yang semestinya berbeda. Hal ini karena, ketika sesesorang memiliki bermacam esensi, maka—sesuai karakter alam akhirat yang defakto—secara otomatis setiap esensi akan berwujud sesuai dengan karakternya. Dan setelah terwujud, akan menyerang atau mencabik-cabiknya. Begitulah seterusnya, hingga dosa-dosanya habis, maka siksa itupun hilang dan berganti menjadi kebahagiaan surga. Kecuali bagi orang-orang kafir yang kekal di dalam neraka.
Jadi, jati diri baru dari seseorang yang tersiksa, akan menimbulkan dua hal, yaitu ‘kesedihan dan ketakutan’. Ia sedih karena mendapat wujud baru yang buruk dan takut karena ia berasal dari manusia. Ketika ia sedih, maka timbullah siksa pertama, dan ketika ia takut, maka akan terciptalah wujud-wujud esensi yang ada pada dirinya –misalnya api, ular, kalajengking, anjing, dan lainnya— yang kemudian menyiksanya.[7]
Jika siksaan di dalam neraka diciptakan oleh manusia melalui kesedihan dan ketakutannya, maka di dalam surga, perwujudan kenikmatan akan sesuai dengan keinginan dan kebebasan yang diberikan Tuhan kepadanya sesuai dengan aturan penciptaan. Hal ini karena, orang yang di surga tidak memiliki rasa sedih dan rasa takut.
Jadi, orang yang di surga akan mewujudkan berbagai keinginannya untuk dinikmatinya. Proses kewujudan nikmat-nikmat tersebut berawal dari perhatian dan keyakinan yang utuh terhadap rahmat, kuasa, dan janji-janji Tuhan.[8]
SURGA DAN KE NERAKA
Setelah pengecekan amal perbuatan para hamba, hukum Tuhan mengumumkan bahwa para hamba-hamba yang taat, supaya berpisah dari hamba-hamba yang selalu membangkang. Mukminin dengan wajah putih berseri-seri bahagia dan dengan tertawa pergi menuju surga. Sedangkan orang-orang kafir dan munafik berwajah hitam penuh sedih, dan dengan penuh kehinaan pergi dan digiring menuju neraka. Namun semuanya akan melewati dan melintasi neraka, dan Mukminin dengan cahaya yang dimiliki akan menerangi jalan mereka, berbeda dengan orang-orang kafir yang akan melalui semua itu dengan kegelapan.
Orang-orang beriman akan memasuki surga, yang di dalamnya terdapat taman-taman yang luas seluas langit dan bumi, yang dipenuhi oleh aneka ragam kenikmatan, seperti buah-buahan, sungai-sungai dengan air jernihnya, susu, dan madu serta minuman yang suci. Para penduduk surga mengenakan pakaian sutra halus dan terhias dengan berbagai macam hiasan. Mereka duduk berhadap-hadapan, dan mereka bersandar di atas dipan-dipan yang empuk dengan bantal yang empuk, mereka senantiasa memuji Tuhan, mereka berbicara dan tidak mendengar omong kosong, tidak merasakan dingin juga tidak kepanasan, tidak tersiksa dan pula tidak lelah dan bosan, tidak takut dan pula tidak susah, dan hati-hati mereka telah tersucikan dari iri hati dan sifat-sifat tercela lainnya.
Begitu pula para bidadari yang cantik jelita dan suci menemani para penghuni surga. Mereka menuangkan cawan-cawan berisikan minuman-minuman surga yang rasanya tak bisa disifati lagi dan tak ada hal yang membahyakan di dalamnya (memiliki efek samping). Dan lebih dari itu, semua nikmat spiritual berupa keridhaan Allah SWT yang akan mereka dapatkan. Berbagai anugerah dan kelembutan agung dari Tuhan mereka rasakan yang membuat mereka tenggelam dalam kebahagian puncak, kebahagian yang tak pernah dan tak akan terlintas dalam benak siapapun juga. Yang lebih penting lagi, kebahagiaan yang tak terhingga, dan nikmat-nikmat yang tak dapat disifati, serta rahmat dan kedekatan terhadap Tuhan ini akan terus berjalan selamanya, dan tidak ada kata akhir di dalamnya.
Sedangkan neraka adalah tempat tinggal orang-orang kafir dan munafik yang hati mereka tak pernah disinari oleh cahaya keimanan. Neraka merupakan tempat yang di dalamnya dipenuhi oleh segala macam siksaan dan penderitaan, seperti api yang menyala-nyala, teriakan dan hardikan, kebengisan dan kemarahan para penjaga neraka. Wajah-wajah mereka kotor, penuh emosi, hitam, jelek, dan bengis, sehingga para malaikat yang tinggal di sana tak terlihat lagi rasa sayang dan lemah lembut.
Para penduduk neraka akan dibelenggu dengan rantai besi, dan sekujur tubuhnya akan dijilat oleh api membara, dan mereka sebagai kayu bakarnya. Kepala mereka akan dituangi air mendidih yang akan mendidih dalam badanya, dan kapanpun permintaan air akibat haus yang mencicik terdengar dari mereka, maka air panas dan kotor serta menjijikkan disajikan. Makanan mereka adalah pohon zaqqûm, sebuah pohon yang tumbuh dari api dan menambah rasa panas dalam tubuh mereka. Pakaian mereka dari ter yang panas. Dan ketika kulit mereka habis dan hangus, kulit mereka akan diganti dengan yang baru dan begitu seterusnya azab dan siksa tetap berlanjut dan lebih pedih dan menyakitkan. (QS. An-Nisâ`: 56) Teman duduk para penduduk neraka adalah para setan dan jin. Para penduduk nereka saling melaknat dan mengejek satu sama lain.
Penjelasan di atas sangatlah ringkas dan tidak memadai untuk menguraikan tentang kehidupan di dalam surga dan neraka, tetapi setidaknya dapat menggambarkan kepada kita akan posisi surga sebagai tampat kenikmatan dan nerakan tempat penderitaan.
BALASAN BAGI ORANGORANG UDZUR
Jika seseorang tidak mampu mengetahui ushuluddin karena udzur seperti berpenyakit gila, tidak waras, atau karena kondisi yang meliputinya, maka orang seperti ini akan diampuni sesuai dengan kadar udzur dan kelemahannya. Tetapi jika memiliki kesiapan untuk mengenal ushuluddin dan agama, akan tetapi ia lalai dan tetap dalam keraguan atau mengingkari ushuluddin setelah jelas, maka ia akan mendapat siksa yang abadi.[9] Adapun amal-amal baik yang dilakukannya hanya berpengaruh dalam meringankan siksanya atau akan mendapatkan balasannya langsung di dunia.[10] Sedangkan orang-orang yang masih beriman di dalam hatinya, namun karena berbuat dosa sehingga masuk neraka, maka mereka akan keluar dari dalamnya setelah disucikan di neraka dan kemudian akan masuk ke dalam surga.[11]
Catatan Kaki:
[1] Allah berfirman : “Katakanlah, ‘kepunyaan siapakah apa yang ada di langit dan di bumi?’ Katakanlah, ‘kepunyaan Allah.’ Dia telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang. Dia sungguh-sungguh akan menghimpun kamu pada hari kiamat yang tidak ada keraguan terhadapnya…” (Q.S. al-An’am: 12).
[2] Allah berfirman : “Dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan (dengan dunia)”. (Q.S. al-Qiyamah: 28).
[3] Perhatikan ayat-ayat berikut ini : “Sesungguhnya apa yang dijanjikan kepadamu itu pasti terjadi. Maka apabila bintang-bintang telah dihapuskan. Dan apabila langit telah dibelah. Dan apabila gunung-gunung telah dihancurkan menjadi debu.” (Q.S. al-Mursalat: 7-10); “Dan ketika langit dilenyapkan.” (Q.S. al-Takwir: 11).
[4] Perhatikan firman Allah : “Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah..” (Q.S. az-Zumar: 68).
[5] Lihat Syarif Radhi. Nahj al-Nalaghah khutbah ke-42.
[6] Lihat misalnya kritik al-Ghazali dalam kitabnya Tahafut al-Falasifah, dan jawaban Ibnu Rusyd dalam Tahafut al-Tahafut.
[7] Penciptaan makhluk-makhluk tersebut dikarenakan rasa takut yang kuat menjadikan munculnya keyakinan total yaitu terfokusnya ruh manusia secara menyeluruh (tanpa keraguan sedikitpun), di mana dengan kekuatan yang penuh itu terciptalah wujud-wujud yang ada dalam titik fokusnya.
[8] Perhatikan ayat ini : “Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur. (Yaitu) mata air (dalam surga) yang darinya hamba-hamba Allah minum, yang mereka dapat mengalirkannya dengan sebaik-baiknya. (Q.S. al-Dahr : 5-6).
[9] Lihat M.T. Misbah Yazdi. Iman Semesta. (Jakarta: Al-Huda, 2005), h. 428-430.
[10] Allah berfirman : “Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. (Q.S. Hud: 15) .
[11] Perhatikan ayat berikut : “Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar.” (Q.S. al-Nisa: 40); “(Ingatlah) hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan kamu pada hari pengumpulan (untuk dihisab), itulah hari (waktu itu) ditampakkkan kesalahan-kesalahan. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan mengerjakan amal saleh, niscaya Allah akan menghapuskan kesalahan-kesalahannya dan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah keberuntungan yang besar. Dan orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.” (Q.S. at-Taghabun : 9-10).
(Abu-Thalib/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar