The Independent melaporkan bahwa kebijakan politik Putera Mahkota Arab Saudi, Mohammad bin Salman tidak hanya akan merugikan dirinya sendiri, tapi juga mempengaruhi perdamaian dan stabilitas kawasan (Asia Barat), terutama di Yaman.
The Independent menulis, “Dengan berakhirnya riwayat ISIS di tahun 2018, stabilitas di Irak dan Suriah akan mulai terbentuk, namun ketidakstabilan akan terjadi di Jazirah Arab, terutama di selatan, yaitu Yaman.”
Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh wartawan Irlandia Patrick Cockburn (sebelumnya adalah seorang wartawan di Spesialis Timur Tengah di Financial Times sejak tahun 1979 dan sekarang menjadi jurnalis The Independent), mengatakan bahwa pada tahun 2017, kita menyaksikan akhir ISIS di Irak dan Suriah, dan ini adalah kabar baik, tapi saat ini timbul ancaman di bagian selatan Semenanjung Arab, terutama di Yaman.
Patrick menulis, ketidakstabilan dan ketegangan di kawasan ini diprediksi akan lebih sadis vdan lebih banyak pertumpahan darah. Karena delapan juta orang yang merupakan objek invasi militer Arab Saudi juga harus menghadapi masalah kelaparan yang disebabkan oleh blokade negara tersebut dari masuknya bahan-bahan makanan dan kebutuhan primer lainnya. Selain itu, jutaan warga Yaman menderita wabah kolera dan ini adalah jumlah yang paling banyak dilaporkan sepanjang sejarah penyakit ini.
Wartawan asal Irlandia tersebut menyebutkan bahwa ketidakstabilan yang disaksikan oleh Jazirah Arab adalah hasil dari basis politik yang diambil oleh Mohammad bin Salman dan hasil kunjungan Presiden Donald Trump pada bulan Mei tahun lalu ke Riyadh. Bin Salman berpikir bahwa semuanya akan berjalan sesuai keinginannya, tapi hanya sebagian kecil dari keinginannya tercapai.
Sementara itu, Putera Mahkota Arab Saudi dan Trump mengklaim dan sepakat bahwa Iran lah yang menyebabkan ketidakstabilan di wilayah Timur Tengah. Namun jelas bahwa tuduhan tersebut tak berdasar.
Menurut The Independent, salah satu kebijakan yang diadopsi oleh Muhammad bin Salman adalah bersama-sama dengan Uni Emirat Arab (UEA) untuk ‘mengepung’ Qatar. Tapi kebijakan ini juga tidak menghasilkan apa pun, tapi malah membuat Doha lebih dekat ke Turki dan Iran dan menjadikan hubungan antara Turki dan UEA semakin tegang.
Wartawan tersebut juga menulis bahwa Amerika Serikat dan Barat (dilihat secara kasat mata) memperlakukan Arab Saudi sebagai sebuah kekuatan besar di Timur Tengah. Sikap itu ditunjukkan agar mereka dapat menjual senjata-senjata produksi mereka ke negara sekutu terpentingnya yang terletak di Kawasan Teluk tersebut.
(The-Independent/Berita-Dunia/Shabestan/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar