Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 sudah dipastikan diikuti dua pasangan calon yakni Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Meskipun sudah ada calon, sejumlah massa masih menggaungkan aksi #2019GantiPresiden. Melihat fenomena ini, pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra memberikan komentarnya.
Menurutnya, #2019GantiPresiden tak lagi mendidik dan tidak layak untuk dikampayekan lagi. Pasalnya, tidak jelas iapa presiden yang akan diganti, dan juga tidak jelas siapa penggantinya.
“Sudah jelas nama yang mana yang mau di pilih, dan tidak akan keluar dari dua pasang calon itu,” kata Yusril dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (9/9)
Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) ini memberikan dukungan kepada Jokowi sebagai petahanan atau Prabowo yang menantangnya kembali setelah 2014 adalah hal yang lumrah sah dan konstitusional dalam sistem negara yang demokratis.
Namun demikian, ia menyarankan kepada kedua pendukung capres/cawapres agar dalam membuat gerakan untuk kampanye Pilpres 2019 dengan menciptakan pendidikan politik yang menyehatkan masyarakat.
“Pendidikan politik berkaitan erat dengan peningkatan kualitas demokrasi, Dalam tagar #Jokowi2Periode jelas disebutkan nama Jokowi sebagai capres yang didukung. Sementara dalam tagar #2019GantiPresiden, tidak jelas president siapa yang mau di ganti, dan juga tidak jelas siapa penggantinya,” katanya.
Oleh karena itu, ia menilai gerakan #2019GantiPresiden tidak layak. Hal tersebut lantaran tak menyebutkan nama Capresnya.
“Rasanya suda kurang pas #2019GantiPresident itu, (sebab), kurang mendidik dan terlalu propokatif. tidak jelas siapa Presiden yang mau diganti dan siapa penggantinya. Padahal dalam Pilpres 2019 capresnya hanya ada dua, Joko Widodo dan Prabowo Subianto,” tegas dia.
Bukan hanya kurang mendidik dan tak layak dikampanyekan, Yusril menegaskan #2019GantiPresiden juga dinilai merupakan propaganda politik.
“Tagar #2019GantiPresiden akan mendorong publik ke arah “pokoknya tahun 2019 ganti Presiden”,” ujarnya.
Padahal, kata Yusril, pemilu termasuk pemilihan presiden selain bertujuan untuk melaksanakan demokrasi, juga dimaksudkan sebagai wahana pendidikan politik.
“Kita ingin rakyat kita menjadi dewasa san rasional dalam menentukan pilihan politik, bukan penggiringan opini melalui propaganda. Bangsa yang besar harus mampu membangun dirinya dengan kesadaran politik yang tinggi. Kesadaran pilitik itu harus dibangun dengan rasionalitas,” jelas dia.
(Babe.topbuzz/Suara-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar