Oleh: Eko Kuntadhi
Felix Siauw bilang dia sudah talak tiga dengan nasionalisme. Tujuannya apalagi jika tidak ingin membenturkan nasionalisme dengan Islam. Sebuah perdebatan yang sejak dulu mengemuka dan di Indonesia bisa diselesaikan dengan baik oleh NU : Hubhul Wathan minal Iman (mencintai tanah air adalah bagian dari Iman).
Bagi Felix mencintai tanah air adalah pekerjaan sia-sia. Sebab orang-orang sejenis Felix memang tidak punya ikatan dengan tanah airnya. Sama seperti orang-orang Hzbut Tahrir di Libya.
Kita ingat, Libya adalah sebuah negara paling makmur di Afrika pada jaman Khadafi. Sekolah dan kesehatan di subsidi negara. Rakyat hidup makmur dan sejahtera. Bahkan sampai Arifin Ilham saja kecipratan bantuan Khadafi untuk membangun masjid. Dulu masjid itu namanya masjid Khadafi. Sekarang diganti menjadi masjid Azzikra. Entah, apakah jasa Khadafi ingin dicoret dari masjid itu.
Libya di jaman Khadafi adalah sebuah negeri yang jauh dari jangkauan kapitalis dunia. IMF dan World Bank tidak diperlukan. Perusahaan asing wajib tunduk pada aturan. Rakyatnya relatif sejahtera.
Tapi karena selalu menentang hegemoni barat Libya selalu dipersepsikan sebagai negara yang otoriter. Khadafi dicitrakan tidak becus mengurus rakyatnya. Media bermain untuk kampanye negatif soal Libya. Demokrasi dijajakan sebagai alasan untuk intervensi.
Hizbut Tahrir melirik kesempatan ini. Mereka ikut membakar sentimen anti Khadafi dengan slogan khilafah. Rakyat Libya diiming-imingi sistem pemerintahan islami. Makanya sebagian rakyat yang tertipu ikut berontak sampai Khadafi terbunuh. HT ikut gembira atas terbunuhnya Khadafi.
Apa yang terjadi kemudian? Gerombolan pemangsa asing datang ke Libya. Mengeruk kekayaan Libya yang sebelumnya dilindungi Khadafi. Dibuat pemerintahan boneka. Rakyat Libya hidup dalam kekacauan.
Kini bahkan Libya jauh lebih miskin dan menderita dibanding negara Afrika lainnya. Lantas dimana khilafah? HT ikut menghancurkan Libya, tapi setelah itu seperti membiarkan para pemangsa dari luar negeri berdatangan. Boro-boro khilafah, mungkin mereka sendiri menikmati kehancuran Libya dan pesta pora memakan bangkai rakyat di sana.
Adakah penyesalan dari orang-orang HT di Libya? Tidak ada. Kenapa? Mungkin saja ideologi mereka sama seperti Felix : talak tiga dengan nasionalisme. Mau negara rusak kek. Rakyatnya saling bunuh, kek. Masa bodo. Yang penting Khilafah. Di Libya khilafah yang jadi cuma jargon doang.
Di Libya saat ini yang terjadi adalah hukum rimba. Sistem lumpuh. Aturan hukum diabaikan. Setiap orang bertindak seperti binatang buas yang siap memangsa orang lainnya. Kekacauan merajalela.
Salah satunya adalah kreasi Hizbut Tahrir dan banyak organisasi penjaja agama sejenis. Ujung-ujungnya hanya kehancuran yang didapat.
Sebagai orang Indonesia, jika ada orang mentalak tiga kecintaan pada negerimu, terus apakah engkau masih tetap memuja-muja dia? Saya sih, najong.
Jika dia dengan arogan mentalak tiga Indonesia, mestinya Indonesia juga mentalak tiga dia. Buktikan saja apa benar dia mentalak tiga.
Serahkan KTP dan pasport ke negara. Jangan lagi mencari penghidupan disini. Angkat kaki dari Indonesia. Silakan ke negara manapun yang mau menerima seseorang yang di dalam hatinya membenci tanah air tempat dia hidup.
Nabi saja begitu mencintai Mekkah dan Madinah sebagai kota yang menghidupinya. Tempat beliau tinggal dan menyebarkan dakwahnya. Kanjeng Nabi saja mengajarkan kita harus berterimakasih dengan tanah air tempat kita berpijak.
Koh Felix, kalau memang sudah talak tiga dengan Indonesia, buktikan. Jangan cuma ngomong doang. Talak kok, masih tidur di ranjang yang namanya Indonesia. Masih mau menikmati keindahan negeri ini. Itu mah, namanya bukan talak. Tapi provokasi.
“Talak itu merek bedak ya, mas?” ujar Bambang Kusnadi.
Judul Asli: Cinta Tanah Air Sebagian dari Iman
(ekokuntadhi/suaraislam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar