Menurut keyakinan umat muslim, mekanisme pemerintahan Cina di kawasan Xinjiang, khususnya populasi besar muslim Uighur yang tinggal di kawasan ini, merupakan refleksi dari pemerintahan tertutup Korea Utara dan Apartheid Afrika Selatan.
Menurut laporan IQNA dilansir dari TGAM, sejumlah jalan propinsi Xinjiang di barat Cina penuh dengan kamera-kamera tersembunyi dan di sebagian kota-kotanya, di setiap 500 m ada halte-halte polisi. Sejumlah gedung umum dijaga oleh pasukan keamanan seperti sebuah situs militer. Petugas menggunakan alat deteksi wajah dan pemindai tubuh di pos pemeriksaan.
Para pejabat Cina dengan Xinjiang bersikap laksana lembaga ekstremis dan menjalankan kampanye-kampanye menyukarkan dengan hadirnya pasukan keamanan berskala besar dan politik terhadap umat muslim kawasan ini.
Kini campur tangan ini dalam kehidupan umat muslim Uighur yang tinggal kawasan ini semakin lebih mendalam seperti campur tangan dalam urusan pribadi dan bahkan pengecekan dalam tauladan otak dan catatan genetik individu.
Dikarenakan sejumlah tekanan dan batasan-batasan pemerintah, dilakukan studi kuantitatif oleh cendekaiwan terkait kondisi muslim Uighur pada tahun-tahun terakhir.
Namun, Rayan Tsum yang ada dari tahun 1999 di kawsan ini dan di akhir lawatannya ke Xinjiang pada bulan lalu dengan menghadapi perubahan-perubahan substansial yang ada di kawasan ini, yang dijalankan dalam rangka lebih membatasi umat muslim.
Tsum yang menjadi dosen sejarah universitas Loyola di New Orleans mengatakan, kondisi Xinjiang merupakan kombinasi dari kontrol penuh Korea Utara atas pemikiran dan tindakan-tindakan masyarakat dan juga implementasi ekstrem undang-undang apartheid di Afrika Selatan dan demikian juga menggunakan kecerdasan buatan dan teknologi mata-mata Cina.
Ia menjelaskan, kondisi umat muslim di Cina dalam barometer dunia juga kondisi yang patut diperhatikan.
Seluruh aktivitas agamis dari tempat-tempat umum dan khusus dipindahkan ke masjid dan sejumlah masjid juga dikontrol ketat. Masyarakat sampai sekarang memiliki opini agamanya, namun mengeluarkannya sangatlah berbahaya. Pemerintah Cina sangat memperlakukan sejumlah batasan-batasan ketat.
Dari pengumpulan DNA muslim dan penggunaan kecerdasan buatan untuk mencatat tauladan otak mereka, merupakan sebuah langkah yang mengeluarkan suara lembaga-lembaga HAM termasuk lembaga-lembaga pengamat HAM.
(TGAM/IQNA/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar