Pesan Rahbar

Sekilas Doa Arafah Imam Husain as dan Doa Arafah Imam Husain as

Doa Arafah (Bahasa Arab: دعاء العرفة ) adalah diantara doa-doa Syiah yang menurut riwayat dibaca oleh Imam Husain as pada hari ke-9 Dzul...

Home » » Pameran Kairo; Gelanggang Ajaran Qurani Islami Dengan Para Audien Sosial

Pameran Kairo; Gelanggang Ajaran Qurani Islami Dengan Para Audien Sosial

Written By Unknown on Jumat, 09 Februari 2018 | Februari 09, 2018


Pameran Buku Internasional Kairo, yang diselenggarakan setiap tahun oleh Kementerian Kebudayaan Mesir, adalah gelanggang pertarungan ilmuwan dan cendekiawan untuk secara aktif terlibat dalam kehidupan sosial dan menarik audien semaksimal mungkin.

Menurut laporan IQNA, Pameran Buku Internasional Kairo memulai kinerjanya pada tahun 1969. Selama bertahun-tahun, pameran tersebut telah mengkonsolidasikan kehadiran internasionalnya dan memikat sejumlah penerbit terkenal di dunia, sampai-sampai pada tahun 2006 dikenal sebagai pameran internasional buku terbesar kedua setelah pameran buku internasional Frankfurt dan dalam hal ini, memiliki signifikansi dan pengaruhnya tersendiri.

Pameran Buku Internasional Kairo dalam berbagai aktivitasnya dan pada berbagai periode politik di Mesir, melanjutkan rute dan jalannya untuk menunjukkan efek positif dan baik ke arah budaya, dan dengan usaha keras mencapai sejumlah popularitas dan urgensi, dimana dalam pemeran ke -49, yang dimulai pada 27 Januari dan berakhir pada10 Februari, ada 849 penerbit dari 27 negara Arab dan non-Arab, dan mempresentasikan karya ilmiah terakhir.

Termasuk poin penting dalam pameran Kairo, kehadiran Aljazair merupakan tamu istimewa, salah satu negara terkemuka di bidang budaya dan penelitian.


Pameran Kairo terlihat kuat dalam bidang kebudayaan Islam dan presentasi karya-karya yang berkaitan dengan bidang agama, dan telah mengumpulkan banyak karya dari berbagai penerbit di satu tempat, namun pertunjukan budaya ini masih terimbas oleh prosen dan tren politik yang mendominasi masyarakat Mesir saat ini dan menjadi tempat presentasi karya religius sebuah kelompok Islam besar dan mencegah karya religius sebuah kelompok besar lainnya di negara ini.

Mungkin yang luar biasa dari pameran ini adalah kampanye budaya dua kelompok besar Islamisme di Mesir, Ikhwanul Muslimin dan Al-Azhar.


Front Ikhwanul Muslimin

Mesir sedari dulu menjadi tempat dua front penting Islam. Front pertama, yang mayoritas sudah akrab dan mengenalnya dikarenakan kiprah di kancah politik dan sosial yaitu front Ikhwanul Muslimin.


Ikhwanul Muslimin, yang merupakan gerakan transnasional Islamisme dan memiliki banyak pendukung di banyak negara Arab, dapat dianggap sebagai kelompok agama-politik terbesar di dunia. Gerakan ini didirikan pada tahun 1928 di kota Ismailiyah, Mesir, dipimpin oleh Hasan al-Banna, dan kemudian memperluas aktivitasnya ke negara-negara Arab dan Islam lainnya.

Di satu sisi, gerakan ini mencoba untuk mengatur ajaran dasar Islam dalam kehidupan sosial dan politik dan di sisi lain, berusaha menghilangkan kepercayaan Islam dari keadaan stagnasi.

Gerakan ini terinspirasi oleh pandangan pemikir Islam Sayyid Qutub, cendekiawan Islam; Muhammad Ghazali, ilmuwan Islam terkemuka Mesir; Sayyid Jamaluddin Asad Abadi dan Muhammad Abduh, dalam menanggapi degenerasi internal umat Islam dan dominasi orang asing mengenai negara-negara Islam, terutama negara Mesir. Ikhwanul Muslimin berjuang untuk mencapai tujuannya di berbagai bidang budaya, militer dan politik, dan selama masa itu, pemerintah raja Farouk mengalami disintegrasi, di mana sejumlah besar anggotanya ditangkap atau dieksekusi.


Adapun kebijakan penguasa Mesir yang diikuti dan dibela adalah front lembaga Islam Al-Azhar, yang telah mengambil langkah penting di bidang budaya dan telah mencoba menampilkan dirinya sebagai "Islam" moderat ke dunia.

Salah satu kegiatan terpenting di pusat ini adalah stan yang besar dan spesial di Pameran Buku Internasional Kairo ke-40, yang menyajikan banyak karya ilmiah yang ditulis dalam bahasa Arab dan bahasa lainnya, serta mengadakan berbagai pertemuan dan seminar di sela-sela pameran tentang "Soft power" yang menjadi slogan Pameran tahun ini.

Markas Islam Al-Azhar telah menyajikan karya-karyanya pada Pameran Buku Internasional Kairo untuk tahun kedua berturut-turut, dengan tujuan menghadapi gagasan ekstremisme dan meluruskan konsep, menjelaskan koeksistensi damai, konsep perdamaian, persahabatan, keadilan dan persamaan serta berusaha untuk menaklukkan gagasan dari front oposisinya.


Salah satu karya dari markas ini adalah terjemahan dari buku "100 pertanyaan tentang Islam" oleh Syaikh Muhammad Ghazali, seorang pemikir dan duta besar Mesir kontemporer dalam 13 bahasa, "Love in the Qur'an" oleh Ghazi bin Muhammad ibn Talal al-Hashemi, anggota Dewan Penguasa Muslim, "Kebebasan dalam Islam "oleh Sheikh Mohammad Khidr Hussein, Eks Syaikh Al-Azhar", "Dasar-dasar Islam, Islam, Keyakinan dan Syariat", "Alquran dan Jihad", "Metode Alquran di awal masyarakat","Pelajaran dari Alquran", "Penelitian seputar Terjemahan Alquran dan hukum-hukumnya", "Agama, Wahyu dan Islam", yang juga diterjemahkan ke dalam bahasa lain.

Gerakan Ikhwanul Muslimin untuk menghadiri Pameran Buku Internasional Kairo selama beberapa tahun terakhir menghadapi kendala tertentu dan dalam pameran ini gagal menunjukkan kehadirannya. Alasan untuk ini adalah larangan masuknya buku-buku yang diterbitkan berdasarkan pemikiran Ikhwanul Muslimin oleh Komite Pengawas Penulisan Mesir.

Karya-karya Tulisan Ikhwanul Muslimin bukan yang pertama kalinya dilarang. Dan di tahun-tahun sebelumnya, juga ada batasan ini, dan bahkan lebih parah, Kementerian Wakaf Mesir memerintahkan semua karya terkait gerakan ini dari tingkat masjid-masjid di negara ini dikumpulkan.

Adanya batasan-batasan untuk gerakan ini, dikarenakan pengaruh arus politik dalam kancah pemilihan presiden Mesir.

Sementara itu dalam menghadapi situasi ini, Ikhwanul Muslimin berkeyakinan, al-Azhar telah lalai dalam memenuhi tujuannya untuk mengenalkan Islam kepada umat Islam dan tidak menjalankan kewajibannya secara nyata, dan kelalaian ini menyebabkan penyelewengan di pelbagai kancah dalam komunitas muslim dan alasan kelalaian ini terjadi dalam pendidikan dan pengajaran Al-Azhar, yang masih mengajarkan itu semua dengan metode tradisional dan klasik dan tidak menjawab dan memenuhi kebutuhan umat Islam saat ini.


Sejak awal, gerakan Ikhwanul Muslimin telah mengalami banyak pasang surut dalam pemikiran dan aspirasinya, sebagaimana juga Al-Azhar telah menjalani pasang surut .

Gelanggang pemikir Kairo adalah sebuah tempat pertemuan budaya antara dua kelompok besar Islamisme di Mesir, dan kendati artikel ini tidak berusaha membela kelompok-kelompok Islam manapun di negara ini, namun pelarangan buku-buku yang berkaitan dengan Gerakan Ikhwanul Muslimin dan sebaliknya sejumlah penerbit penting Saudi dengan tendensi Salafi dan Wahabi telah memunculkan tanda pertanyaan penting yaitu tolok ukur penilaian buku-buku Islam dilakukan berdasarkan apa?!

(IQNA/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Posting Komentar

ABNS Video You Tube

Terkait Berita: