Imam Hasan as adalah cucu kesayangan Rasulullah saw. Beliau menyerupai Rasulullah saw dalam kelembutan hati, kesabaran, kepribadian, dan kedermawanan. Rasulullah saw telah mencurahkan kecintaan dan kasih sayang kepadanya di tengah-tengah kaum muslimin. Banyak hadis yang telah diriwayatkan darinya mengenai kedudukan dan ketinggian kedudukan Imam Hasan as. ini. Antara lain:
1. Diriwayatkan bahwa ‘Aisyah berkata: “Sesungguhnya Nabi saw pernah mengambil Hasan dan memeluknya kemudian berkata, ‘Ya Allah, sesungguhnya ini adalah anakku dan aku mencintainya dan mencintai orang yang mencintainya.’”
2. Menurut sebuah riwayat, Al-Barâ’ bin ‘zib pernah berkata: “Aku pernah melihat Rasulullah saw, sedang Hasan berada di atas pundaknya sambil berkata, ‘Ya Allah, sesungguhnya aku mencintainya, maka cintailah orang yang mencintainya.’”
3. Diriwayatkan bahawa Ibn Abbâs berkata: “Rasulullah saw datang sambil memanggul Hasan di pundaknya. Seorang laki-laki yang menjumpainya berkata, ‘Hai anak, kamu telah menunggangi tunggangan yang paling baik.’ Rasulullah pun menimpali, ‘Dan penunggang yang paling baik penunggang adalah dia (Hasan).’”
4. Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa yang ingin melihat penghulu pemuda ahli syurga, maka lihatlah Hasan.”
5. Rasulullah saw bersabda: “Hasan adalah buah hatiku di dunia ini.”
6. Menurut sebuah riwayat, Anas bin Malik RA pernah berkata: “Hasan datang menemui Rasulullah saw. Aku menahannya. Rasulullah saw lantas berkata, ‘Celaka engkau hai Anas, lepaskanlah anak dan buah hatiku itu. Barang siapa yang menyakitinya, maka ia telah menyakitiku, dan barang siapa yang menyakitiku, bererti ia telah menyakiti Allah.’”
7. Ketika Rasulullah saw. sedang mengerjakan salah satu salat Maghrib atau Isya”, ia saw. memperpanjang sujud. Setelah selesai salam, orang-orang bertanya mengapa ia melakukan hal itu. Ia menjawab: “Ini (Hasan) adalah anakku. Ia menaikiku. Maka aku tidak ingin mengusiknya.”
8. Diriwayatkan bahwa Abdullah bin Abdurahman bin Zubair berkata: “Di antara keluarga Nabi saw. yang paling mirip dengannya dan yang palingnya cintai adalah Hasan. Aku melihat Rasulullah saw. sujud dan Hasan naik ke atas punggungnya. Ia tidak mau menurunkannya hingga ia sendiri yang turun. Dan aku melihat Rasulullah saw. sedang rukuk, dan Rasulullah merenggangkan celah-celah kedua kakinya, sehingga Hasan dapat keluar dari arah lain.”
Banyak sekali hadis seperti itu yang telah disabdakan oleh Rasulullah saw. tentang keutamaan cucu kesayangan dan buah hatinya itu. Para perawi menukil sekelompok hadis lain yang menjelaskan keutamaannya, keutamaan saudaranya; Imam Husain as. penghulu para syahid, dan keutamaan Ahlul Bait as. Dan Imam Hasan termasuk salah seorang dari mereka. Hal itu telah kami jelaskan dalam buku kami, Hayâh Al-Imam Hasan as., jilid 2.
Perkembangan Hidup Imam Hasan as
Rasulullah saw mengasuh dan memberikan teladan yang baik kepada Imam Hasan as. Baginda SAW mencurahkan seluruh perhatian kepada cucunya yang satu ini. Ayahnya, Amirul Mukminin AS sebagai pendidik terbaik dalam dunia Islam juga telah mendidiknya dengan baik. Ia telah menanamkan suri teladan yang mulia dan karakter yang agung di dalam lubuk hatinya sehingga Hasan AS menjadi manifestasi yang sempurna untuk seluruh karakter tersebut. Hasan juga dididik oleh penghulu semesta alam, Sayyidah Az-Zahrâ’ as. Ibunya ini telah menanamkan jiwa keimanan yang murni dan kecintaan yang mendalam kepada Allah swt.
Imam Hasan AS tumbuh di dalam rumah kenabian, curahan wahyu, dan pusat imâmah. Oleh karena itu, ia wajar menjadi teladan terbaik untuk pendidikan Islam dalam tingkah laku dan kepribadiannya yang agung.
Teladan Yang Agung
Dalam diri Imam Hasan as terpancar sifat yang luhur dan teladan yang agung. Dalam dirinya terpancar karakteristik datuk dan ayahnya yang telah berhasil menegakkan simbol-simbol kesedaran dan kemuliaan di muka bumi ini.
Imam Hasan as telah mencapai puncak kemuliaan, kehormatan, pandangan yang dalam, pemikiran yang tinggi, kewarakan, kesabaran yang luas, dan budi pekerti yang luhur. Semua itu adalah mutiara kemuliaannya.
Imâmah
Sifat utama Imam Hasan as yang paling menonjol adalah imâmah (kepemimpinan). Hal itu, kerana ia memiliki keutamaan dan potensi yang tidak dimiliki kecuali oleh orang yang telah dipilih oleh Allah SWT di antara hamba-hamba-Nya. Dan Allah swt telah menganugerahkan hal itu kepadanya. Rasulullah saw pernah menegaskan kepemimpinan Imam Hasan as dan Imam Husain as. Baginda bersabda: “Hasan dan Husain adalah pemimpin, baik ketika mereka berkuasa maupun ketika diam.”
Hendaknya kita merenung sejenak untuk memikirkan erti imâmah. Semua itu akan mengungkap bagi kita kemuliaan kedudukan dan keagungan Imam Hasan as.
a. Arti Imâmah
Definisi imâmah menurut persepsi ahli teologi adalah kepemimpinan umum seseorang yang menyangkut urusan agama dan dunia. Menurut definisi ini, imam adalah pemimpin umum yang wajib ditaati. Ia memiliki kekuasaan mutlak atas umat manusia dalam semua urusan agama dan dunia.
b. Perlu Kepada Imâmah
Kepemimpinan adalah salah satu keperluan utama dalam kehidupan umat manusia. Dan keperluan ini tidak dapat diabaikan dalam keadaan apapun. Dengan imâmah, urusan dunia dan agama yang menyimpang dapat diluruskan. Dengan imâmah, keadilan yang telah dicanangkan oleh Allah akan tercapai di muka bumi ini, kestabilan umum dan ketenteraman di kalangan umat manusia akan terwujud, berbagai kesusahan dan bencana akan dapat diatasi, dan kesewenang-wenangan orang yang kuat atas orang yang lemah dapat dicegah.
Faktor paling penting yang menuntut kehadiran seorang imam adalah menuntun umat manusia kepada penghambaan kepada Allah swt., menyebarkan hukum-hukum dan ajaran-Nya, dan menanamkan roh iman dan takwa di dalam diri masyarakat, agar mereka dapat menjauhi kejahatan dan mendekati kebaikan. Seluruh umat manusia wajib mengikutinya dan menjalankan perintahnya agar ia dapat menegakkan asas kehidupan mereka dan memberikan petunjuk kepada jalan yang benar.
c. Tugas-Tugas Seorang Imam
Tugas-tugas seorang pemimpin dan wali kaum muslimin adalah sebagai berikut:
1. Menjaga dan memelihara agama Islam dari orang-orang yang ingin merosakkan nilai-nilai akhlak.
2. Menjalankan hukum, menyelesaikan pertikaian masyarakat, dan membela orang yang teraniaya.
3. Menjaga negara Islam dari serangan musuh, baik berbentuk serangan militer mahupun pemikiran.
4. Melaksanakan sekatan dan hukuman atas seluruh perbuatan kejahatan yang menyebabkan umat menjadi sengsara.
5. Mengawal daerah-daerah perbatasan negara Islam.
6. Jihad.
7. Mengumpulkan dan menyalurkan harta negara, seperti zakat dan sebagainya, sesuai dengan ketentuan syariat Islam.
8. Melantik orang-orang yang jujur sebagai pegawai negara dan tidak mengangkat seorang pegawai hanya kerana ia mencintai atau mengutamakannya.
9. Mengawal urusan rakyat secara langsung dan tidak menyerahkannya kepada orang lain. Kerana hal itu merupakan hak rakyat atasnya.
10. Mengatasi pengangguran, meratakan kesejahteraan sosial sehingga meliputi seluruh lapisan masyarakat, dan membebaskan mereka dari kefakiran dan kepapaan.
Ini semua adalah sebagian tugas yang wajib dijalankan oleh seorang imam untuk umatnya. Perbahasan ini telah disiarkan dalam buku, Nizhâm Al-Hukm wa Al-Idârah fi Al-Islam.
d. Karakteristik Imam
Seorang imam harus memiliki syarat-syarat berikut ini:
1. Adil dengan seluruh syaratnya; yakni menghindari dosa-dosa besar dan tidak melakukan dosa-dosa kecil secara terus menerus.
2. Memiliki ilmu yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam seluruh bidang dan mengetahui sebab-sebab turun dan hukum Al-Qur’an.
3. Panca indera yang sihat, seperti pendengaran, penglihatan, dan lisan, agar ia dapat melakukan sesuatu yang ia ketahui secara langsung. Begitu pula disyaratkan supaya anggota badannya yang lain sehat.
4. Memiliki wawasan yang luas untuk mengatur rakyat dan kemaslahatan umum.
5. Berani, tegar, mampu menjaga negara Islam, dan berjuang melawan musuh.
6. Seorang imam harus berasal dari keturunan Quraisy.
Syarat-syarat dan karakteristik di atas telah dijelaskan oleh Al-Mâwardî dan Ibn Khaldûn.
7. ‘Ishmah (keterjagaan dari dosa). Menurut ahli teologi, defini ‘ishmah adalah anugerah Ilahi (luthf) yang Dia berikan kepada hamba pilihan-Nya. Dengan itu, ia tercegah dari perbuatan dosa dan kesalahan, baik dosa yang dilakukan dengan sengaja mahupun lupa.
Syi’ah sepakat bahawa seorang imam harus memiliki karakter ‘ishmah. Dalil mereka adalah hadis Tsaqalain. Dalam hadis ini, Rasulullah saw. telah mengaitkan Al-Qur’an dan ‘Itrah. Sebagaimana Al-Qur’an terjaga dari kesalahan dan kekeliruan, begitu pula dengan ‘Itrah yang suci. Jika tidak demikian, maka kaitan dan penyamaan antara kedua pusaka itu tidak bererti.
Seluruh karakter itu tidak dapat terpenuhi kecuali pada diri para imam Ahlul Bait as. sebagai ketua dan pemelihara Islam serta penunjuk jalan kepada keridhaan dan ketaatan kepada Allah swt.
Sejarah dan praktikal para imam Ahlul Bait as. sendiri membuktikan bahawa mereka terjaga dari setiap kesalahan dan penyimpangan. Berbagai peristiwa telah membuktikan realit ini. Lebih dari itu, seluruh peristiwa itu juga menegaskan bahawa mereka adalah pribadi-pribadi agung yang tidak ada tandingannya dalam sejarah umat manusia. Hal itu kerana mereka memiliki kemuliaan yang agung, ketakwaan, dan kepedulian yang tinggi terhadap agama.
e. Penentuan Imam
Syi’ah berpendapat bahawa penentuan seorang imam tidak berada di tangan umat manusia dan tidak pula di tangan Ahl Al-Hall wa Al-‘Aqd (Badan Penentu Kemaslahatan dan Kesepakatan Bersama). Teori pemilihan dalam mengangkat seorang imam tidak dapat dibenarkan. Kita mustahil dapat memilihnya. Imâmah tak ubahnya seperti kenabian. Sebagaimana kenabian tidak dapat ditentukan oleh umat manusia, demikian pula halnya dengan imâmah. Hal itu kerana ‘ishmah sebagai syarat utama dalam imâmah tidak dapat diketahui kecuali oleh Allah swt. yang mengetahui rahsia setiap jiwa insan.
Hujah keluarga Muhammad dan Mahdî umat ini afs. telah menjelaskan konsep ini dengan sebuah dalil ketika ia berdialog dengan Sa’d bin Abdillah. Sa’d pernah bertanya kepadanya tentang sebab mengapa umat manusia tidak boleh memilih imam mereka sendiri. Imam Mahdî afs. menjawab: “Mereka memilih seorang penegak kebaikan ataukah keburukan?”
“Tentu memilih penegak kebaikan”, jawab Sa’d singkat.
“Mungkinkah pemilihan mereka itu jatuh kepada seorang pelaku keburukan, maka tidak seorang pun dari mereka yang mengetahui apa yang tersirat di dalam hati orang lain; kebaikan ataukah keburukan?”, kata Imam Mahdî afs.
“Ya, boleh terjadi”, jawab Sa’d pendek.
Imam Mahdî afs. menambah: “Itulah penyebabnya. Aku akan menjelaskan kepadamu dengan dalil yang dapat diterima oleh akalmu. Jawablah pertanyaanku ini. Terdapat para rasul yang telah dipilih oleh Allah dan diturunkan kitab kepada mereka, lalu mereka diperkuat dengan wahyu dan ‘ishmah. Karena itu mereka menjadi penuntun umat dan lebih jitu dalam menentukan pilihan, seperti Mûsâ dan Isa. Sekarang dengan kesempurnaan akal dan ilmu mereka berdua, apakah mungkin pilihan mereka jatuh kepada seorang munafik, sementara mereka meyakini bahwa dia adalah seorang mukmin?”
“Jelas tidak mungkin”, jawab Sa’d.
Imam Mahdî afs menambah: “Lihatlah Mûsâ. Ia adalah Kalîmullâh. Dengan akalnya yang tinggi, ilmunya yang sempurna, dan wahyu pun turun kepadanya, ia telah memilih orang-orang terkemuka di antara kaumnya dan orang besar dalam bala tentaranya untuk menemui Tuhannya sebanyak 70 orang. Keimanan dan keikhlasan orang besar pilihan itu tidak diragukan lagi. Tetapi ternyata pilihannya itu jatuh kepada orang-orang munafik.
Allah swt. berfirman, ‘Dan Mûsâ memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohon tobat kepada Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan.’ Dalam ayat lain Allah swt. berfirman, ‘Mereka berkata, ‘Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata.’ Maka mereka disambar petir kerana kezaliman mereka.’ Jika kita melihat bahawa pilihan orang yang telah dipilih Allah swt. untuk tugas kenabian ternyata jatuh kepada orang yang tidak layak, bukan kepada orang yang baik, tetapi ia menilai bahawa orang itu adalah orang baik, maka kita tahu bahawa pemilihan itu harus berada di tangan Dzat yang mengetahui segala yang tersembunyi di dalam dada dan jiwa.”
Sesungguhnya kemampuan manusia tidak mampu untuk mengetahui kemaslahatan yang dapat membawa umat kepada kebahagiaan. Oleh itu, pemilihan imam itu tidak mungkin berada di tangan manusia, tetapi di tangan Allah yang mengetahui segala rahsia.
Inilah gambaran umum mengenai imâmah. Untuk lebih detailnya, pembaca budiman boleh merujuk buku-buku teologi.
Ketinggian Akhlak Imam Hasan as
Imam Hasan as. mewarisi akhlak datuknya yang memiliki kelebihan atas seluruh nabi dengan ketinggian akhlaknya. Perawi hadis banyak meriwayatkan tentang keutamaan akhlaknya. Di antaranya ialah kisah berikut ini:
a. Pada suatu hari, seseorang yang berasal dari Syam melewati Imam Hasan as. Orang itu mencela dan menghina Imam Hasan as. Imam Hasan diam dan tidak membalasnya. Setelah orang itu selesai lontar celaannya, Imam Hasan mendatanginya dengan kelembutan dan senyum yang lebar. Imam Hasan as. berkata kepadanya: “Hai Syaikh, aku yakin Anda adalah orang asing. Jika Anda meminta sesuatu dari kami, pasti kami akan berikan. Jika Anda memerlukan petunjuk, niscaya kami akan beri petunjuk. Jika Anda meminta untuk memikul suatu barang, pasti kami akan pikul. Jika Anda lapar, kami pasti beri makan. Jika Anda memerlukan hajat, kami akan penuhi. Jika Anda terusir, kami siap melindungi.”
Imam Hasan selalu bersikap lemah lembut terhadap orang Syam itu sehingga membuatnya tercengang. Orang itu tidak mampu menjawab sepatah kata pun. Ia merasa hairan bagaimana harus meminta maaf kepada Imam Hasan untuk kesalahan yang telah dilakukannya. Akhirnya ia berkata: “Allah lebih mengetahui di manakah Dia meletakkan risalah-Nya.”
b. Pada suatu ketika, Imam Hasan as. duduk di suatu tempat. Ketika ia ingin meninggalkan tempat itu, tiba-tiba seorang fakir datang kepadanya. Imam Hasan menyambutnya dengan lemah lembut kemudian berkata: “Kamu datang ketika kami hendak berdiri. Apakah kamu izinkan saya meninggalkan tempat ini?”
Lelaki fakir itu merasa kagum dengan ketinggian akhlak Imam Hasan as. Akhirnya, ia mengizinkan Imam Hasan untuk meninggalkan tempat tersebut.
c. Ketika Imam Hasan as. melewati sekelompok orang-orang fakir yang telah meletakkan roti di atas tanah dan kemudian memakannya. Mereka mengajak Imam Hasan untuk makan bersama. Imam Hasan turut serta duduk di tengah-tengah mereka dan makan bersama mereka. Imam Hasan berkata: “Sesungguhnya Allah swt. tidak menyukai orang-orang sombong.” Kemudian ia mengajak mereka untuk memenuhi undangannya. Maka mereka bergegas pergi bersama Imam Hasan, dan ia memberi makan dan pakaian kepada mereka hingga mereka puas.
Kesabaran Imam Hasan as yang Luas
Salah satu karakter Imam Hasan as. yang menonjol adalah kesabarannya yang luas. Ia sentiasa membalas setiap orang yang berbuat buruk dan dengki kepadanya dengan kebaikan. Para ahli sejarah telah meriwayatkan banyak kisah mengenai kesabaran Imam Hasan yang maha luas ini. Di antaranya adalah kisah berikut ini:
a. Suatu hari Imam Hasan as melihat kaki kambing miliknya patah. Ia bertanya kepada budaknya: “Siapakah yang melakukan hal itu?”
“Saya”, jawab budak itu pendek.
“Mengapa kamu lakukan itu?”, tanya Imam Hasan.
“Agar Anda merasa sedih”, jawab budak itu.
Imam tersenyum seraya berkata: “Aku akan membahagiakanmu.”
Setelah berkata begitu, Imam Hasan as. memberi hadiah kepadanya dan membebaskannya.
b. Seorang musuh Imam Hasan as. adalah Marwân bin Hakam. Marwân telah mengakui luasnya kesabaran Imam Hasan. Pengakuan ini Marwân tegaskan ketika Imam Hasan as. pulang ke haribaan Ilahi. Ketika itu Marwân segera memikul jenazah Imam Hasan. Imam Husain terkejut dengan sikap Marwân tersebut kemudian bertanya: “Sekarang engkau memikul jenazahnya, padahal kelmarin engkau membuatnya murka?”
Marwân menjawab: “Aku lakukan ini kepada orang yang kesabarannya menyerupai gunung.”
Imam Hasan as. adalah seseorang yang miliki kesabaran tinggi, berakhlak luhur, dan berbudi pekerti agung. Ia dapat menarik hati orang lain dengan sifat-sifat mulia seperti ini.
Kedermawanan Imam Hasan as
Imam Hasan as. adalah orang yang paling pemurah dan paling banyak berbuat baik kepada fakir miskin. Ia tidak pernah menolak pengemis. Ada seseorang yang bertanya kepadanya: “Mengapa Anda tidak pernah menolak pengemis?”
Imam Hasan as. menjawab: “Aku mengemis kepada Allah dan mencintai-Nya. Aku malu menjadi pengemis kepada Allah, sementara aku menolak seorang pengemis. Sesungguhnya Allah sentiasa melimpahkan nikmat-Nya kepadaku. Dan aku berusaha untuk sentiasa melimpahkan nikmat-Nya kepada manusia. Aku takut, jika aku memutuskan kebiasaan ini, Allah akan memutuskan kebiasaan-Nya.”
Kemudian Imam Hasan mendendangkan syair:
Apabila datang kepadaku seorang pengemis, kusambut dia dengan ucapan: “Selamat datang, wahai yang karunianya segera dianugerahkan kepadaku dengan pasti.”
Dan karunianya adalah karunia bagi setiap pengutama, sebaik-baik hari bagi seseorang adalah ketika ia diminta.
Orang-orang kelaparan dan fakir miskin sentiasa datang di depan pintu rumah Imam Hasan as. Dengan tangan terbuka dan penuh anugerah, ia memberi santunan kepada mereka, dan memperbanyak santunan itu.
Ahli sejarah telah menulis berbagai kisah mengenai kedermawanan Imam Hasan as. sebagai berikut ini:
1. Seorang Arab Badui datang kepada Imam Hasan as. untuk meminta sesuatu. Imam Hasan berkata: “Berikanlah kepadanya apa yang ada di dalam almari itu.” Ketika itu, terdapat 10.000 dirham di dalam almari tersebut. Orang Badui berkata: “Bolehkah aku mengutarakan hajatku dan menebarkan pujianku?”
Imam Hasan as. menjawabnya dengan ucapan:
Kamilah pemilik ladang yang subur, harapan dan cita datang untuk menggembala di sana.
Kamilah pemilik jiwa derma sebelum kau minta, menjaga kehormatan orang yang meminta.
Sekiranya laut tahu keutamaan orang yang meminta pada kami, pasti ia melimpahkan karunianya karena malu.
2. Suatu hari, Imam Hasan as. berlalu melewati seorang budak hitam yang sedang memegang sepotong roti. Satu suap ia makan dan satu suap lainnya ia berikan kepada anjing. Imam Hasan bertanya kepadanya: “Mengapa kamu berbuat seperti itu?” Budak itu menjawab: “Aku malu memakannya bila aku tidak memberinya.”
Imam Hasan as. melihat pada diri budak itu terdapat sifat terpuji. Kerana itu ia ingin membalas perbuatan baiknya itu dengan kebaikan pula demi menebarkan keutamaan di tengah-tengah masyarakat. Imam Hasan berkata kepadanya: “Jangan beranjak dari tempat dudukmu.”
Setelah berkata begitu, Imam Hasan as. pergi dan membeli budak itu dari majikannya. Lebih dari itu, ia juga membeli kebun yang budak itu duduk di situ. Kemudian Imam Hasan membebaskan budak tersebut dan memberikan kebun itu kepadanya.
3. Suatu hari, Imam Hasan as. melewati sebuah lorong kecil di kota Madinah. Tiba-tiba ia mendengar seorang lelaki sedang memohon kepada Allah agar diberikan wang sebanyak 10.000 dirham. Imam segera pulang ke rumahnya dan mengirim wang itu kepadanya.
Inilah sebagian contoh dari kedermawanan Imam Hasan as. Untuk mengenali lebih lagi boleh merujuk, Hayâh Al-Imam Hasan as., jilid 1.
Kezuhudan Imam Hasan as
Buah hati dan cucu Rasulullah saw. yang pertama ini memiliki kezuhudan dalam semua sisi kehidupan. Ia memfokuskan diri kepada Allah swt. dengan segenap jiwa raga dan merasa cukup dengan harta dunia yang sedikit. Ia pernah berkata:
Sedikit roti kering dapat mengenyangkan perutku, dan seteguk air putih dapat menghilangkan dahagaku.
Sehelai baju dapat menutupi badanku kala aku hidup, dan kain kafan pun cukup bagiku bila aku mati.
Imam Hasan as. mengukir dua bait syair pada cincinnya yang melukiskan ia adalah seorang yang zuhud. Dua bait itu adalah:
Hidangkanlah takwa untuk dirimu semampumu, sungguh kematian akan datang padamu, hai pemuda.
Di pagi hari engkau bergembira seakan tak melihat para kekasih hatimu hancur luluh di dalam kubur dan hancur.
Muhammad bin Babawaeh telah menulis sebuah kitab tentang kezuhudan Imam Hasan as. Buku itu ia beri judul Zuhd Al-Imam Hasan as. Para penulis biografi juga sepakat bahawa Imam Hasan as. adalah figur manusia terzuhud pada masanya, sebagaimana ayah dan datuknya.
Ilmu Pengetahuan Imam Hasan as
Imam Hasan as. adalah sumber ilmu pengetahuan dan hikmah dalam Islam. Ketinggian ilmunya dan juga ilmu saudaranya, Imam Husain as., telah dijelaskan dalam banyak riwayat. Imam Hasan dan Imam Husain as. adalah penuang ilmu pengetahuan. Dan Imam Hasan as. menjadi tempat rujukan kaum muslimin dalam fatwa. Para sahabat Rasulullah saw. datang beramai-ramai untuk menimba ilmu darinya. Banyak sahabatnya yang meriwayatkan hadis dari Imam Hasan.
Perlu kami ingatkan di sini bahawa Muhammad bin Ahmad ad-Dawlâbî (wafat 32 H.) pernah menulis sebuah musnad yang ia masukkan dalam kitab Adz-Dzurriyyah Ath-Thâhirah. Dalam kitab ini ia menghimpun riwayat-riwayat yang telah diriwayatkannya dari Imam Hasan as. dari datuknya, Rasululah saw.
Kata Mutiara Imam Hasan as
1. Imam Hasan as. berkata: “Tinggallah di dunia ini dengan badanmu dan di akhirat dengan hatimu.”
2. Imam Hasan as. berkata: “Anggaplah apa yang kamu inginkan tentang dunia ini, tetapi kamu tidak memperolehnya, seakan-akan keinginan itu tidak pernah terpancar di hatimu.”
3. Imam Hasan as. berkata: “Yang lebih besar daripada sebuah musibah adalah akhlak yang buruk.”
4. Imam Hasan as. berpesan: “Barang siapa yang memulai pembicaraan tanpa salam, maka janganlah kamu jawab.”
5. Imam Hasan as. berkata kepada seorang laki-laki yang telah sembuh dari sakitnya: “Sesungguhnya Allah swt. telah mengingatmu, maka ingatlah Dia. Dan Dia telah memaafkanmu, maka bersyukurlah kepada-Nya.”
6. Imam Hasan as. berpesan: “Nikmat adalah sebuah ujian. Jika kamu bersyukur, maka nikmat itu laksana harta karun. Jika engkau tidak mensyukurinya, maka nikmat tersebut akan menjadi bencana.”
Ceramah Imam Hasan as
Imam Hasan as. adalah seorang pidato ulung yang mampu berceramah secara spontan dan pandai menyusun rangkaian kata yang indah. Berikut ini sebagian dari ceramahnya:
1. Pernah Imam Ali as. menyuruh Imam Hasan as. untuk menyampaikan ceramah di hadapan khalayak. Ia segera naik mimbar dan menyampaikan ceramah berikut ini:
Wahai manusia, fahamilah ketetapan Tuhan kalian. Sesungguhnya Allah swt. telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim, dan keluarga ‘Imrân atas semesta alam ini. Mereka adalah keturunan dari sebahagian yang lain. Dan Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui. Kami adalah anak cucu Adam, keluarga Nuh, pilihan dari keluarga Ibrahim, keturunan dari Isma’il, dan keluarga Muhamamd saw. Kami di tengah-tengah kalian bagaikan langit yang tinggi, bumi yang terhampar, matahari yang bersinar, dan laksana pohon zaitun (tidak ke barat dan tidak ke timur) yang minyaknya diberkahi. Nabi adalah pokoknya, Ali adalah cAbângnya, dan kami adalah buahnya. Barang siapa yang berpegangan kepada salah satu cAbângnya, niscaya ia akan selamat. Dan barang siapa yang meningalkannya, maka ia akan terjerumus ke dalam neraka ….”
2. Salah satu ceramah Imam Hasan as. yang sangat indah adalah ceramah berikut ini. Dalam ceramah ini, ia memaparkan masalah akhlak dan budi pekerti yang mulia:
Ketahuilah bahwa akal adalah benteng, kesabaran adalah hiasan, menepati janji adalah kehormatan, ketergesa-gesaan adalah kebodohan, kebodohan itu adalah kelemahan, berteman dengan ahli dunia adalah kehinaan, dan bergaul dengan orang-orang fasik adalah kebinasaan. Barang siapa yang meremehkan saudaranya, maka rosaklah harga dirinya. Tidak ada yang rosak kecuali orang-orang ragu. Sementara orang-orang yang mendapat petunjuk akan selamat. Yaitu mereka yang sedikit pun tidak pernah memprotes Allah tentang ajal mereka dan tidak pula tentang rezeki mereka. Oleh karena itu, kesucian mereka sempurna dan rasa malu mereka juga sempurna. Mereka bersabar diri sehingga rezeki mereka datang sendiri. Mereka sama sekali tidak menjual agama dan kehormatan mereka sedikit pun dengan harta dunia. Mereka pun tidak mencari sedikit pun dari dunia itu dengan jalan bermaksiat kepada Allah. Termasuk kesempurnaan akal dan kehormatan seseorang adalah ia bersegera memenuhi hajat saudara-saudaranya sekalipun mereka tidak mengutarakannya. Akal adalah pemberian Allah yang paling baik kepada hamba-Nya. Kerana dengan akal, ia akan selamat di dunia dari mara bahayanya dan akan selamat dari siksa akhirat.
Dikisahkan bahawa para sahabat Rasulullah saw. pernah menceritakan seseorang di hadapan Rasulullah saw. dengan ibadahnya yang bagus. Rasulullah saw. bersabda: “Lihatlah akalnya. Kerana sesungguhnya seorang hamba akan diberi pahala pada hari kiamat kelak sesuai dengan kadar akalnya. Berbudi luhur adalah tanda bahawa akalnya sehat ….”
Ibadah Imam Hasan as
Imam Hasan as adalah seorang ahli ibadah pada masanya. Para perawi hadis berkata tentang hal ini: “Kami tidak pernah melihat Imam Hasan pada setiap waktu melainkan ia sentiasa berzikir kepada Allah swt.”
Apabila disebutkan tentang syurga dan neraka, Imam Hasan as. tampak gementar bagai disengat kalajengking. Kemudian ia memohon surga dan berlindung dari api neraka. Apabila disebutkan tentang kematian dan hal-hal yang mengiringinya seperti kebangkitan dan hari mahsyar, ia menangis seperti orang yang takut dan bertaubat. Dan apabila disebutkan mengenai realiti penampakkan amal di hadapan Allah, ia pingsan sejenak kerana takutnya.
Kisah-kisah ini melukiskan betapa ketaatan Imam Hasan as. sangat tinggi dan betapa ia takut kepada Allah swt.
Wudhu dan Salat Imam Hasan as
Apabila Imam Hasan as. ingin berwudu, kondisi fisik dan batinnya berubah karena takut kepada Allah swt. sehingga wajahnya tampak pucat dan anggotanya gementar. Ia pernah ditanya tentang hal itu. Ia menjawab: “Sudah pasti tubuh orang yang berdiri di hadapan Tuhan ‘Arsy merasa gementar dan wajahnya pucat.”
Apabila selesai berwudu dan hendak memasuki masjid, Imam Hasan as. berkata dengan suara keras: “Ya Tuhanku, tamu-Mu berada di ambang pintu-Mu. Wahai Dzat yang berbuat baik, telah datang orang yang berbuat buruk. Maka maafkanlah segala keburukan yang ada pada diri kami dengan keindahan anugerah yang ada di sisi-Mu, wahai Yang Maha Mulia.”
Ketika Imam Hasan as. mulai mengerjakan salat, ia tampak merasa takut dan gementar sehingga seluruh anggota tubuhnya tampak bergetar.
Manakala selesai mengerjakan salat Shubuh, Imam Hasan as. tidak berbicara sedikit pun kecuali zikir kepada Allah hingga matahari terbit.
Ibadah Haji Imam Hasan as
Salah satu manifestasi ibadah dan ketaatan Imam Hasan as kepada Allah swt. adalah ibadah haji ke Baitullah sebanyak dua puluh lima kali dengan berjalan kaki. Sementara unta-unta dituntun di hadapannya.
Imam Hasan as. pernah ditanya mengapa ia sering pergi haji dengan berjalan kaki. Ia menjawab: “Aku merasa malu kepada Tuhanku, jika mendatangi rumah-Nya tidak dengan berjalan kaki.”
Imam Hasan as. Bersedekah
Imam Hasan as. menyedekahkan harta bendanya yang sangat berharga di jalan Allah demi mencapai ridha dan ketaatan kepada-Nya. Ia pernah menyedekahkan seluruh harta kekayaan yang dimilikinya sebanyak dua kali. Malah ia pernah menyedekahkan seluruh hartanya karena Allah sebanyak tiga kali, sehingga ia tidak memiliki cara lain untuk bersedekah kecuali dengan menyedekahkan satu sandalnya dan menahan sandal yang lain untuk dirinya.
Ini adalah sebagian contoh dari ketaatan Imam Hasan as. kepada Allah swt. Dan ibadahnya ini adalah sebuah gambaran tentang ibadah datuk dan ayahnya, Sayyidul Muttaqîn wal Muwahhidîn.
Imam Hasan as. Menghadapi Tuduhan
Imam Hasan as. dituduh banyak kahwin. Menurut sebuah riwayat, ia pernah kawin dengan tiga ratus orang wanita. Semua itu adalah merupakan fitnah belaka yang tidak memiliki kenyataan. Tuduhan itu adalah ciptaan yang dibuat oleh Manshûr Ad-Dawâniqî pada saat keturunan Imam Hasan as. mengadakan perlawanan terhadapnya, dan hampir gerakan perlawanan ini meruntuhkan bangunan kerajaannya. Manshûr telah berbuat penipuan atas Imam Amirul Mukminin as. dan keturunannya dengan tuduhan-tuduhan palsu.
Seandainya semua riwayat buatan itu benar, tentunya Imam Hasan as. mempunyai anak yang sangat banyak sesuai dengan bilangan istrinya itu. Namun kenyataannya, para ahli nasab berasumsi bahawa putra-putri Imam Hasan as. hanya berjumlah dua puluh dua orang. Hal ini sama sekali tidak sesuai dengan jumlah wanita yang mereka duga telah dikahwini oleh Imam Hasan.
Selain itu, mereka juga menuduh Imam Hasan as. dengan banyak melakukan perceraian. Seandainya tuduhan itu benar, pasti ia telah mencerai istrinya yang bernama Ja’dah binti Asy’ast. Telah dibuktikan kepalsuan semua tuduhan itu dengan dalil yang mudah dalam kitab, Hayâh Al-Imam Hasan as., jilid 2.
Kekhalifahan Imam Hasan as
Ketika dunia Islam ditimpa musibah dan duka yang mendalam dengan syahadah Imam Amirul Mukminin as., pelopor keadilan itu, Imam Hasan as. menduduki kursi kekhalifahan Islam pada kondisi yang sangat genting dan kritis itu. Bala tentara Imam Hasan as. dikenal sebagai prajurit pembangkang dan tidak patuh. Mereka ingin hidup santai dan telah penat menghadapi peperangan. Sikap seperti itu pernah dilakukan oleh kaum Khawârij yang telah menjatuhkan hukum kafir dan keluar dari agama atas Imam Amirul Mukminin Ali as. Mereka itu bagaikan ulat-ulat dan serangga yang menggerogoti pasukan Imam Hasan as. dan menyeru untuk membelot dan keluar dari wilayah ketaatan dan kepemimpinannya.
Peristiwa yang paling menyakitkan dan menyedihkan Imam Hasan as. adalah pembelotan dan pengkhianatan yang dilakukan oleh komander pasukannya, yaitu ‘Ubaidillah bin Abbâs. ‘Ubaidillah adalah komander pasukan bersenjata. ‘Ubaidillah bin Abbâs bersama rakan-rakannya telah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya serta kaum muslimin. Mereka mengirim surat kepada Mu’âwiyah dan menyatakan kesetiaan dan ketaatan untuk menjalankan segala perintah. Bila Mu’âwiyah menginginkan, mereka siap untuk membunuh Imam Hasan as. atau menyerahkannya kepada Mu’âwiyah sebagai tawanan.
‘Ubaidillah bin Abbâs, anak kepada bapa saudara Imam Hasan as. itu, telah menerima sejumlah wang dari Mu’âwiyah. Pada suatu malam hari yang gelap gelita, ‘Ubaidillah pergi menjumpai Mu’âwiyah. Secara diam-diam, ia meninggalkan bala tentara Imam Hasan, padahal kondisi mental mereka tengah goncang akibat berbagai fitnah. ‘Ubaidillah telah membuka jalan pengkhianatan bagi orang-orang yang berjiwa lemah dan beriman rapuh, sehingga dengan mudah mereka menyeberang dan bergabung dengan pasukan tirani Mu’âwiyah. Dengan terjadinya bencana dan musibah itu, bumi menjadi sempit bagi Imam Hasan as. Ketika Imam Hasan tengah mengerjakan salat dan berdiri di hadapan Allah swt., seorang pengkhianat dari pasukannya menikam bahagian pahanya.
Imam Hasan as. menghadapi berbagai ujian dan fitnah yang berat ini dengan penuh kesabaran dan ketabahan. Pada saat itu, ia dihadapkan pada salah satu dari dua pilihan yang tidak ada ketiganya, yaitu:
Pertama, mengadakan perlawanan terhadap Mu’âwiyah dengan bala tentara yang sudah lemah dan tidak ada harapan untuk menang. Dengan perlawanan ini, Imam Hasan as. tentunya akan terkorban, juga seluruh Bani Hâsyim, dan para pengikut setianya yang selalu siap membela agama dan memberi petunjuk kepada jalan yang lurus. Dan yang jelas, apabila Imam Hasan as. diserahkan kepada Mu’âwiyah sebagai tawanan, Mu’âwiyah pasti akan membebaskannya. Dengan perlakuan semacam itu, Mu’âwiyah dapat menaikkan popularitinya seperti perlakuan Rasulullah saw. terhadap orang-orang yang telah ia bebaskan pada hari pembebasan kota Mekah. Dengan demikian, Bani Umaiyyah dapat memperoleh kemenangan yang gemilang. Sementara pengorbanan Imam Hasan as. di mata masyarakat umum menjadi sia-sia dan tidak bererti sama sekali.
Kedua, berdamai dengan Mu’âwiyah, walaupun hal itu bagaikan kotoran di mata dan makanan yang tersendat di tekak, dan membiarkan Mu’âwiyah dengan segala maharajalelanya, lalu menyingkap segala kedurjanaan itu di hadapan masyarakat Islam. Sebagai akibatnya, kejahatan Mu’âwiyah terhadap Islam akan terungkap, aibnya akan tersingkap dan segala tipu dayanya akan terbukti.
Kenyataanya memang demikian. Semua itu terbukti dengan jelas dan tidak terdapat kesamaran sedikit pun. Setelah menandatangani perdamaian, Mu’âwiyah naik ke atas mimbar dan berpidato di hadapan masyarakat Irak. Ia menegaskan: “Hai penduduk Irak! Demi Allah, sesungguhnya aku tidak memerangi kalian agar kalian mengerjakan salat atau menunaikan zakat, tidak juga agar kalian berpuasa atau menunaikan ibadah haji. Aku memerangi kalian hanya agar aku dapat berkuasa dan memerintah kalian. Allah telah menganugerahkan kekuasaan kepadaku, tetapi kalian tidak menyukainya. Ketahuilah sesungguhnya setiap kesepakatan yang telah kuberikan kepada Hasan bin Ali, kini aku letakkan di bawah kedua tapak kakiku ini.”
Perhatikanlah Mu’âwiyah ini. Ia telah menyingkap kejahiliahannya sendiri dan menghancurkan nilai-nilai Islam. Perdamaian dengan Imam Hasan as. tidak memiliki manfaat kecuali kejahiliahan dan kekotoran hati Mu’âwiyah terungkap; roh Islam dan hidayah tidak berbekas di dalam hatinya sama sekali. Mu’âwiyah tak ubahnya seperti ayahnya, Abu Sufyân, musuh pertama Rasulullah saw., dan juga ibunya, Hindun yang telah mengorek hati penghulu para syahid, Hamzah, dan meratahnya dengan keji dan kejam. Permusuhan terhadap Islam dan kedengkiannya kepada Rasulullah saw. telah ia warisi dari kedua orang tuanya itu.
Yang jelas, Imam Hasan as. telah memilih jalan damai yang merupakan ketentuan syariat. Sekiranya tidak demikian, maka umat Islam telah mengalami berbagai bencana dan petaka yang hanya diketahui oleh Allah swt.
Dalam perdamaian tersebut, Imam Hasan as. mensyaratkan kepada Mu’âwiyah beberapa syarat yang telah berhasil menegaskan bahawa ia tidak berhak memiliki kekuasaan syar’î. Di antara syarat-syarat itu adalah hendaknya ia tidak menyebut dirinya sebagai Amirul Mukminin. Ini bererti bahawa ia bukan penguasa yang telah mendapatkan legitimasi syar’î dan bukan pemimpin bagi orang-orang yang beriman. Ia hanyalah penguasa yang zalim dan tiran.
Syarat yang lain adalah ia tidak boleh melangkahi Al-Qur’an dan Sunah sedikit pun, baik dalam urusan politik mahupun tingkah lakunya sehari-hari. Seandainya Imam Hasan as. yakin dengan keislamannya, tentu ia tidak akan memberikan syarat-syarat seperti itu. Imam Hasan as. juga memberikan syarat-syarat lainnya yang bertentangan dengan hawa nafsu Mu’âwiyah. Mu’âwiyah tidak menepati satu pun dari syarat-syarat yang telah diajukan oleh Imam Hasan itu. Ia telah menginjak-injak semua syarat itu. Hal ini telah kami uraikan dalam kitab kami.
Hayâh (dibaca Hayat/Meninggalnya) Al-Imam Hasan as
Akhirnya, setelah peristiwa perdamaian tersebut terjadi, terbongkarlah topeng politik Mu’âwiyah yang dengan terang-terangan menentang Al-Qur’an dan Sunah Rasulullah saw. Ia membunuh orang-orang yang tidak berdosa dan orang-orang saleh, seperti Hujr bin ‘Adî, ‘Amr bin Al-Hamaq Al-Khuzâ’î, dan para sahabat yang lain dengan sewenang-wenang. Dia juga merusak kehormatan kaum muslimin, menawan kaum wanita, merampas harta benda, dan mengangkat orang-orang durjana sebagai pegawai dalam pemerintahan, seperti Ibn ‘Ash, Ibn Syu’bah, Ibn Arthah, Ibn Hakam, Ibn Marjânah, dan Ibn Sumayyah. Orang terakhir ini telah dipisahkan oleh Mu’âwiyah dari ayahnya yang sah, yaitu ‘Ubaid Ar-Rûmî, kemudian menisbahkan kepada ayahnya sendiri yang durjana, Abu Sufyân. Mu’âwiyah telah memberikan kekuasaan untuk memerintah penduduk Syi’ah Irak kepada anak durjana ini. Dengan kekuasaannya itu, ia telah menimpakan berbagai kesengsaraan kepada mereka, menyembelih anak-anak mereka, mempermalukan kaum wanita mereka, membakar rumah-rumah mereka, dan merampas harta benda mereka ….
Salah satu kejahatan dan kezaliman Mu’âwiyah yang terbesar adalah usahanya untuk membunuh cucu Rasulullah saw., Imam Hasan as. Mu’âwiyah telah memberi racun untuk Imam Hasan as. melalui tangan istrinya yang bernama Ja’dah bin Asy’ats. Mu’âwiyah telah merayu Ja’dah dan berjanji untuk menikahkannya dengan Yazîd. Ja’dah terkutuk itu memberikan racun, sementara Imam Hasan as. sedang puasa. Racun itu merobek-robek usus Imam Hasan as. dengan cepat. Tidak lama serelah itu, rohnya yang suci segera kembali ke haribaan Tuhannya dengan membawa berbagai musibah, duka, dan kesedihan yang ditimpakan oleh Mu’âwiyah. Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji’ûn!
Mu’âwiyah mengakhiri kejahatan dan kedurjanaannya dengan mengangkat anaknya yang terkutuk, Yazîd, sebagai khalifah kaum muslimin. Yazîd telah merosak dan menghancurkan agama dan dunia umat Islam. Tidak ada kejahatan pun melainkan ia telah lakukan. Di antara kejahatan-kejahatan itu adalah tragedi Thuff di Mekah dan tragedi Harrah, serta berbagai kejahatan lainnya yang telah mengubah kehidupan muslimin menjadi neraka Jahanam yang sulit dibayangkan.
Catatan Kaki :
1. Kanz Al-‘Ummâl, jilid 7, hal. 104; Majma’ Az-Zawâ’id, jilid 9, hal. 176.
2. Shahîh Al-Bukhâri, bab Manâqib Al-Hasan wa Al-Husain, jilid 3, hal. 1370; Shahih At-Tirmidzî, jilid 2, hal. 207; Al-Bidâyah wa An-Nihâyah, jilid 8, hal. 34.
3. Ash-Shawâ’iq Al-Muhariqah, hal. 82; Hilyah Al-Awliyâ’, jilid 2, hal. 35
4. Al-Istî’âb, jilid 2, hal. 369.
5. Al-Bidâyah wa An-Nihâyah, jilid 8, hal. 35; Fadhâ’il Al-Ashhâb, hal. 165.
6. Kanz Al-‘Ummâl, jilid 6, hal. 222.
7. Al-Bidâyah wa An-Nihâyah, jilid 8, hal. 33.
8. Al-Ishâbah, jilid 2, hal. 12.
9. As-Siyâsah Asy-Syar’iyah, hal. 7.
10. Al-Ahkâm As-Sulthâniyyah, hal. 4, mukadimah ke-135.
11. QS. Al-A’râf [7]:155.
12. QS. An-Nisâ’ [4]:153.
12. Bihâr Al-Anwâr, jilid 13, hal. 127.
13. Manâqib Ibn Syahri ?syûb, jilid 2, hal.149; Al-Kâmil, karya Al-Mubarrad, jilid 1 hal. 190.
14. Târîkh Al-Khulafâ’, karya As-Suyûthî, hal. 73.
15. A’yân Asy-Syi’ah, jilid 4, hal. 24.
16. Maqtal Al-Husain, karya Al-Khârazmî, jilid 1, 147.
17. Syarah Nahjul Balâghah, karya Ibn Abil Hadîd, jilid 4, hal. 5.
18. Nûr Al-Abshâr, hal. 111.
19. A’yân Asy-Syi’ah, jilid 4, hal. 89-90.
20. Al-Bidâyah wa An-Nihâyah, jilid 8, hal. 38.
21. Ath-Thabaqât Al-Kubrâ, karya Asy-Sya’rânî, jilid 1, hal. 23; Ash-Shabbân, hal. 117.
22. Târîkh Ibn ‘Asâkir, jilid 4, hal. 219.
23. Hayâh Al-Imam Hasan as., jilid 1, hal. 330.
24. An-Nihâyah, karya Ibn Atsîr, jilid 3, hal. 321.
25. Hayâh Al-Imam Hasan as., jilid 2, hal. 333.
hal. ini telah kami paparkan pada jilid ke-2 buku kami, Hayâh Al-Imam Hasan as.
26. Syarah Nahjul Balûghah, jilid 18, hal. 89.
27. Idem.
28. Nahj As-Sa’âdah, jilid 8, hal. 280.
29. Kasyf Al-Ghummah, jilid 2, hal. 197.
30. Bihâr Al-Anwâr, jilid 75, hal. 106.
31. At-Tadzkirah, karya Ibn Hamdûn, hal. 25.
32. Jalâ’ Al-‘Uyûn, jilid 1, hal. 328.
33. Irsyâd Al-Qulûb, hal. 239.
34. Amâlî Ash-Shadûq, hal. 108.
35. A’yân Asy-Syi’ah, jilid 4, hal. 11.
36. Amâlî Ash-Shadûq, hal. 108.
37. Amâlî Ash-Shadûq, hal. 108.
38. Hayâh Al-Imam Hasan as., jilid 1, hal. 327.
39. Bihâr Al-Anwâr, jilid 10, hal. 93.
40. Al-Lum’ah, kitab Al-Hajj, jilid 2, hal. 170.
41. A’yân asy-Syi’ah, jilid 4, hal. 11.
42. Usud Al-Ghâbah, jilid 2, hal. 12.
43. Hayâh Al-Imam Hasan as., jilid 2, hal. 453.
(Islam-Muhammadi/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar