Allah swt berfirman:
فَمَنْ حَاجَّكَ فِيهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ ثُمَّ نَبْتَهِلْ فَنَجْعَلْ لَعْنَتَ اللَّهِ عَلَى الْكَاذِبِينَ
Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya): “Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta. (QS: Al Imran 61)
Ayat suci ini turun berkenaan dengan Rasulullah saw bersama Ahlulbaitnya yang keluar dalam rangka bermubahalah dengan orang-orang Nasrani Najran. Mereka yang dibawa Rasulullah saw, sebagaimana yang disebutkan dalam Sahih Muslim 7/12, Musnad Ahmad 1/185 dan lainnya, adalah Ali, Fatimah, al-Hasan dan al-Husain (as). Mubahalah adalah dalam satu perkara, dua pihak yang saling menghujat setelah adu argumentasi tak menghasilkan kepuasan bagi satu sama lain, lalu mengucapkan: “Jika Saya dalam kebenaran dan Anda dalam kebatilan, maka Anda akan ditimpa azab.” Di mubahalah, orang yang mengklaim dirinya benar telah melepas lawannya dalam urusan Allah swt.
Makna Keikutsertaan Az-Zahra dalam Mubahalah
Mengenai Sayidah Fatimah khususnya, pertama, Almarhum Qadhi Nurullah Syusytari dalam kitabnya, “Ihqaq al-Haq”, mengatakan bahwa lafaz نِساءَنا (nisâ`anâ) yang dimaksud dalam ayat tersebut, menurut para mufassir secara sepakat adalah Fatimah Zahra as.
Kedua, menurut satu pendapat bahwa keikutsertaan Sayidah Fatimah di dalam Mubahalah tidak menunjukkan arti keutamaan bagi Fatimah az-Zahra as, melainkan karena mereka adalah keluarga Rasulullah, bukan karena nilai-nilai yang lain. Kemudian Sayid Ja’far Murtadha Amili di dalam bukunya, “Ma`satu az-Zahra”, menjawab kesimpulan tersebut:
1. Allah swt melibatkan az-Zahra dalam perkara yang bersinggungan dengan kebenaran Islam dan subtansi keimanan di dalamnya sampai hari kiamat. Sebab, yang hendak dikukuhkan dengan mubahalah adalah kemanusiaan Isa as dan menafikan ketuhanan baginya.
2. Alquran mengabadikan keikutsertaan Sayidah Fatimah untuk menunjukkan puncak kesempurnaan dan keutamaan beliau as, bahwa Allah swt menjadikan ia sebagai satu bukti atas kebenaran Rasulullah saw terkait apa yang beliau katakan.
Jadi, Sayidah Fatimah dan keluarganya dilibatkan dalam mubahalah bukan karena mereka adalah keluarga Nabi saw. Tetapi dikarenakan mereka adalah manusia-manusia termulia di alam ciptaan. Tanpa keberadaan mereka, segala yang ada di dalamnya menjadi tak bernilai.
Sayed Murtadha Amili mengatakan: “Dalam mubahalah di antara semua wanita hanya Sayidah Fatimah seorang yang dibawa keluar oleh Rasulullah saw. Hal ini menunjukkan bahwa tiada seorang wanita yang dapat menyamai az-Zahra as dalam kemuliaan di sisi Allah..”
Demikianlah keutamaan agung Sayidah Fatimah yang diisyaratkan oleh satu ayat di antara banyak ayat lainnya di dalam Alquran. Semua ini tak sekedar untuk menerangkan kedudukan beliau yang tinggi di sisi Allah. Di dalamnya ada pesan-pesan dan nilai-nilai bagi umat ini terkait dengan putri kecintaan Sang Nabi Penutup saw ini. Yaitu, mengagungkan dan meneladani Sayidah Fatimah as.
Aktifitas Sosial Az-Zahra
Penulis pikir apa yang dipersoalkan berikut ini ada kaitannya dengan bagaimana umat bisa meneladani beliau terkait hubungan sosial? Yaitu, oleh yang mengatakan bahwa dalam sejarah tidak didapati aktifitas sosial Sayidah Fatimah di tengah masyarakat, kecuali dalam satu dua riwayat saja!
Sayed Murtadha Amili di dalam buku tersebut membawakan poin-poin yang menjawab perkataan itu, satu di antaranya yang dapat diangkat di sini ialah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud aktifitas sosial oleh orang itu? Jika adalah sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian wanita masa sekarang seperti lembaga-lembaga: pendidikan atau dakwah, sosial, budaya dan lainnya, Sayidah Fatimah dan sebagian wanita lainnya tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat mereka lakukan di masa mereka dalam bentuk itu. Sesungguhnya alam kehidupan masyarakat di satu zaman dengan fasilitas-fasilitas yang ada, menentukan bentuk aktifitas sosial yang dapat dilakukan sesuai zamannya, yang berbeda dengan alam kehidupan masyarakat di zaman lainnya.
2. Benarkah sejarah tidak menyebutkan adanya aktifitas sosial beliau? Sesungguhnya khutbah Sayidah Fatimah Zahra di dalam Masjid Nabi saw bersama wanita-wanita Anshar, yang menjadi sumber ma’rifat di sepanjang sejarah, adalah bagian dari aktifitas itu. Tidaklah jelas apa yang dikatakan orang itu hanya satu dua riwayat tentang aktifitas sosial az-Zahra as. Karena di sana banyak riwayat yang menyebutkan peran beliau di berbagai aspek, di antaranya seperti riwayat kehadiran Sayidah Fatimah yang diundang oleh kaum non muslim di acara pernikahan.
Riwayat lainnya tentang Arab badui yang diberi kalung dan alas tidur yang biasa dipakai oleh al-Hasan dan al-Husain as, dari Sayidah Fatimah. Lalu Ammar bin Yasir membeli dua barang itu. Juga tentang memberi makanan ketika keluarga az-Zahra akan berbuka puasa, kepada orang miskin, anak yatim dan orang tahanan yang baru keluar, dan kisah-kisah lainnya yang terkait. Kepedulian sosial Sayidah Fatimah terhadap “tetangga sebelum orang rumah” sekiranya ada peluang di zaman beliau untuk melakukan aktifitas kemasyarakatan atau kemanusiaan, kebudayaan dan lainnya, tentulah kepedulian beliau akan mengarah ke situ.
(Safinah-Online/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar