Mengenai ayahnya, Amirul mu`minin Ali bin Abi Thalib, dikatakan oleh Khalil bin Ahmad:
ما اقول في حق امرئ كتمت مناقبه اولياءه خوفا واعداءه حسدا ثم ظهر بين الكتمين ما ملأ الخافقيين
“Apa yang bisa saya katakan mengenai hak seorang yang keutamaan-keutamaannya ditutupi oleh para pecintanya karena kekhawatiran dan oleh musuh-musuhnya karena kedengkian. Kemudian menampak di antara dua tindakan menyembunyikan itu apa yang memenuhi timur dan barat.”
Ibnu Abbas pernah ditanya: “Apakah menurut hemat Anda, keutamaan-keutamaan beliau ada tigaribu?”
Ia menjawab, “Sekiranya pepohonan adalah pena-pena dan lautan adalah tinta-tinta, lalu bangsa jin dan bangsa manusia sebagai para penulis yang mencatat, mereka tidak dapat menghitung keutamaan-keutamaan Ali.” (Tadzkiratu al-Ummah bi Khashaish al-Aimmah, 13).
Mengenai ibunya, diriwayatkan (dalam al-Isti’ab fi Ma’rifati al-Ashahab 4/1896) dari Aisyah ra: “Aku tak melihat seorang pun yang dalam berbicara paling mirip dengan Nabi saw daripada Fatimah. Bila ia datang, beliau menyambut dan menciumnya, sebagaimana yang telah ia lakukan bila beliau datang kepadanya. Tak pernah aku melihat seorang pun yang dalam logat paling benar daripada Fatimah.”
Ia ditanya, “Siapakah orang yang paling beliau (saw) cintai?”
“Fatimah”, jawabnya.
“Kalau dari kaum laki-laki?”
“Suaminya”. Yakni Imam Ali bin Abi Thalib.
Dalam sebuah hadis yang menurut Dzahabi (dalam Mizan al-I’tidal, juz 2, hal 491) adalah sahih, Rasulullah saw bersabda:
فاطمة بضعة مني يريبني ما رابها ويؤذيني ما اذاها;
“Fatimah (putriku) belahan diriku. Meragukan aku siapa yang meragukan dia, dan menyakiti aku siapa yang menyakiti aku.”
Madinah, lima Jumadil-ula tahun keenam hijrah Rasulullah saw, rumah Ahlulkisa menyambut kelahiran putri Ali dan Fatimah –salamullah ‘alaihim. Ialah Zainab putri Haidar Sang Washi Amirul mu`minin Ali bin Abi Thalib dan Fatimah -Sang Penghulu kaum wanita seluruh alam- binti Nabi Teragung Muhammad saw. Dialah adik kandung al-Hasan dan al-Husain dua cucu kesayangan Nabi saw, dua pemuka kaum pemuda penghuni surga.
Zainab lahir di dalam rumah yang disebutkan dalam sebuah riwayat mengenai makna “buyut” (rumah-rumah) dalam QS: an-Nur 36:
في بُيُوتٍ أَذِنَ اللهُ أَنْ تُرْفَعَ وَ يُذْكَرَ فيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فيها بِالْغُدُوِّ وَ الْآصالِ
“(Pelita berkilau itu) berada di dalam rumah-rumah yang Allah telah memberikan izin supaya tembok-temboknya ditinggikan dan disebut nama-Nya di dalamnya. Bertasbih kepada-Nya di dalam rumah-rumah itu pada waktu pagi dan waktu petang,”
Seseorang bertanya kepada Rasulullah saw, “Rumah-rumah siapakah?”
“Rumah-rumah para nabi”, jawab beliau.
Lalu Abu Bakr bertanya sambil menunjuk rumah Ali dan Fatimah, “Wahai Rasulullah, rumah inikah di antaranya?”
Beliau menjawab,
نعم من افضلها;
“Ya, (bahkan ini rumah) yang paling utama.” (al-Burhan fi Tafsir al-Quran/Sayed Hasyim Bahrani).
Di dalam rumah itulah Sayidah Zainab lahir, yang para penghuninya adalah manusia-manusia agung nan suci. Yaitu Ahlulbait Nabi saw, yang banyak ayat Alquran dan riwayat hadis berbicara tentang mereka, salah satunya ayat at-Tathir (QS: al-Ahzab 33), hadis al-Kisa dan lainnya.
Ketika tentang kelahirannya dikabarkan kepada Rasulullah saw, beliau datang ke rumah Fatimah, dan berkata: “Duhai putriku, bawakan kepadaku putrimu yang baru lahir.” Rasulullah saw kemudian mengambilnya, memeluk dan mendekap ia ke dada mulia beliau. Nabi saw lalu menempelkan pipi beliau di pipinya. Kemudian beliau menangis menggalirkan airmata.
Fatimah bertanya, “Mengapa engkau menangis.. wahai ayah?”
Rasulullah saw menjawab, “Duhai putriku Fatimah, anak ini kelak akan ditimpa cobaan-cobaan. Berbagai musibah akan menimpa dirinya.. Wahai belahan diriku dan penyejuk jiwaku, sungguh siapa yang menangis karena dia atas musibah-musibah yang menimpanya, niscaya pahalanya seperti pahala orang yang menangis atas kedua saudaranya (al-Hasan dan al-Husain).” Beliau kemudian memberinya nama, Zainab.
Sebuah nama tentulah bermakna. Lalu apa makna Zainab? Dua pendapat mengenai maknanya; ialah sebuah kata yang terdiri dari dua kata: “Zain” dan “Ab”. Atau, nama sebuah tanaman atau bunga. Yang jelas, adalah nama yang indah dan bagus maknanya.
Terkadang ia disebut dengan “Sayidah Zainab al-Kubra” dan terkadang “al-‘Aqilah” yang disebut oleh Ibnu Abbas dalam meriwayatkan dari Zainab perkataan Fatimah ibunya tentang tanah Fadak, dengan mengatakan: “Haddatsatna ‘Aqilatuna Zainab bintu ‘Ali..” (Maqatilu ath-Thalibin, hal 60, cet. An-Najaf al-Asyraf, 1385 H). Al-‘Aqilah artinya yang mulia; yang terhormat dan yang indah.
Referensi:
Zainab al-Kubra min al-Mahdi ila al-Lahdi/Sayed Muhammad Kazhim al-Qazwini.
(Ikmal-Online/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar