Pesan Rahbar

Sekilas Doa Arafah Imam Husain as dan Doa Arafah Imam Husain as

Doa Arafah (Bahasa Arab: دعاء العرفة ) adalah diantara doa-doa Syiah yang menurut riwayat dibaca oleh Imam Husain as pada hari ke-9 Dzul...

Home » » Akhlak Adab Keluarga Fatimah Zahra Sebagai Parameter

Akhlak Adab Keluarga Fatimah Zahra Sebagai Parameter

Written By Unknown on Kamis, 21 Desember 2017 | Desember 21, 2017


Oleh: H. A. Shahab

Dalam kehidupan sehari-hari dapat kita temukan permasalahan yang muncul dalam keluarga. Masalah tersebut banyak dipicu karena masalah ekonomi internal keluarga. Tidak sedikit pula masalah ekonomi bukan menjadi masalah primer dalam suatu keluarga. Kadang masalah muncul dari psikologis kepala keluarga sebagai suami maupun istri yang mengatur rumah agar tetap nyaman untuk di tinggal.

Suami istri yang tidak mempunyai dasar agama yang kuat akan membuat keluarga tersebut berantakan. Keimanan dan ketakwaan dalam menjaga keluarga merupakan modal besar, sehingga dengan modal imam dan takwa akan membawa keluarga yang dibina mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.

Tentu dalam edukasi membina keluarga yang baik dan berintegritas dapat diambil dari para manusia pendahulu. Kisah para nabi dan keluarganya dalam membangun sebuah keluarga dapat menginspirasi keluarga muda maupun bagi pemuda yang masih belum berkeluarga untuk merencanakan kehidupan keluarganya dengan baik dan terhormat.

Membangun sebuah keluarga dengan kondisi sosiologis masyarakat kekinian, kehidupan keluarga nabi menjadi parameter yang dianggap sebagai contoh terbaik dalam masyarakat. Kehidupan keluarga putri nabi inilah yang menjadi dasar penulisan artikel ini. Putri nabi Fatimah Az-Zahra sa yang dikenal sebagai wanita penghulu surga ini menjadi suri tauladan karena telah membangun keluarganya dengan penuh cinta dan kasih sayang sehingga mengangkat derajat keluarganya dihadapan Allah SWT.


Istri Sebagai Pondasi Rumah

Jalinan hubungan seorang Putri Rasul Saw dengan suami dan anak-anaknya dalam mengatur urusan rumah tangga, menjadi contoh bagi kehidupan keluarga saat ini. Dimana hubungan tersebut untuk membangun rumah tangga agar tetap bahagia selamanya, nyaman dan menjadikan rumah layak untuk ditinggali. Fatimah sa mengatur urusan isi rumah dan merawat suami dengan penuh hormat. Ia juga yang menjadi mitra dalam kehidupan maupun menjaga rahasia suaminya Imam Ali bin Abi Tholib as.

Hubungan suami istri yang dijalin oleh Fatimah Zahra bersama suaminya tidak sedikit orang mencoba untuk menjalankan kehidupan seperti mereka. Namun, pada hakikatnya kehidupan yang telah mereka jalin tidak mudah didapatkan di kehidupan masyarakat saat ini. Tidak hanya suami tapi istri yang menjadi sosok pondasi dalam sebuah rumah tidak menjamin rumah tersebut kokoh untuk menopang rumah tangganya.

Alasan itu banyak terkait dengan kondisi masa lalu istri dan suami yang masih selalu menghantui mereka dalam menjalin hubungan. Hal ini terbukti dari banyaknya kasus perceraian yang semakin hari semakin meningkat sudah menjadi rahasia umum. Alasan umum yang menjadi bukti sering terjadinya kasus perceraian tersebut diakibatkan banyak karena hilangnya rasa percaya, perselingkuhan, dan ekonomi. ketiga hal tersebut yang selalu menjadi polemik dalam kehidupan rumah tangga.

Awal permasalahan dari cerai berainya sebuah keluarga bisa dilihat bagaimana niat mereka membangun rumah tangga agar tetap bahagia, namun dapat berakibat fatal apabila tidak direncanakan dengan baik.


Kemuliaan Istri

Pada suatu ketika situasi dan kondisi perekonomian melanda umat Islam, di rumah saat itu tidak ada makanan dan anak-anaknya kelaparan. Namun, Sayyidah Fatimah Zahra sa tidak meminta apapun atau mengeluh kepada suaminya, begitu pula tidak pernah meminta kepada sang ayah Nabi Muhammad Saw walau kondisi sulit melilit keluarganya.

Pada kondisi kekinian dalam masyarakat saat ini sudah terstigma bahwa setiap suami harus memenuhi kebutuhan suami dengan apapun bentuk dan caranya agar semua yang dibutuhkan dalam keluarga dapat terpenuhi. Tidak dapat dipungkiri bahwa hal tersebut merupakan kewajiban mutlak seorang suami sebagai tulang punggung dalam keluarga. Namun, kondisi keluarga seketika akan berubah ketika usaha suami sedang bangkrut atau dipecat oleh perusahaan dimana ia bekerja.

Istri yang tadinya selalu tersenyum akan bermuka masam dan membuat sifat dan kepribadiannya berubah. Dengan berbagai alasan hubungan suami-istri akan renggang. Kondisi seperti itu yang dapat membuat hubungan keluarga hancur karena tidak ada lagi rasa iba terhadap kerja keras suami.

Kondisi seperti itu acap kali kita temukan di media online maupun konvensional, istri atau suaminya terpaksa menghalalkan segala perbuatan tercela untuk menghidupkan keluarganya. Akibat dari perbuatan tersebut pelan tapi pasti harga diri keluarganya akan tercela, dan psikis anak-anaknya akan terganggu.

Berbeda dengan sikap teladan Fatimah Zahra ketika melihat kondisi ekonomi sang suami. Ia justru khawatir apabila suaminya tidak dapat memenuhi permintaan atau menyediakannya dan tidak ingin membuat sang suami malu terhadapnya. Begitu besar perhatiannya terhadap kondisi keuangan suami dan menghindari permintaan secara langsung, dialah satu-satunya istri dan pasangan Imam Ali as yang mulia.

Tidak sedikit dari sikap para istri yang membuat kondisi suami semakin terpuruk karena kehilangan pekerjaan. Dengan sikap seperti itu bukan justru akan merubah keadaan lebih baik, malah sebaliknya. Istri yang beriman dan bertakwa akan membawa sang suami ketenangan dan kedamaian dalam kondisi yang terburuk sekalipun. Sikap istri yang seperti itu akan memberikan semangat pada suami untuk mendapatkan kehidupan yang lain baik bagi keluarganya.

Pada suatu situasi dan kondisi dimana istri sering kali menghindar dari pekerjaan rumah khususnya di dapur. Istri lebih suka memberikan pekerjaan tersebut kepada pembantunya, membuat adonan, memasak dan pekerjaan rumah lainnya. Seperti merawat anak, ia lebih memilih untuk diberikan kepada babysitter untuk melakukan pekerjaan tersebut. Kondisi seperti ini melepaskan istri dari tanggung jawab sebagai seorang ibu rumah tangga. Adab yang demikian tidak termasuk dalam kategori membangun keluarga dengan baik, tepatnya intensitas seorang ibu dan istri yang hangat tidak dapat dirasakan oleh suami dan anak-anaknya secara langsung. Tidak sedikit karena adab yang demikian dapat mengurangi keharmonisan keluarga.


Tanggung Jawab Istri

Partisipasi Fatimah Zahra dalam pekerjaan di dalam rumah merupakan sebuah manifestasi dari pola perilaku keluarga yang patut ditiru. Ia sebagai kepala rumah yang mengatur semua urusan isi rumah membuat suami serta anak-anaknya selalu hangat dan nyaman. Semua tenaganya dicurahkan untuk memenuhi semua kebutuhan yang ada di dalam rumah. Terkadang karena rajinnya bekerja tangannya kapalan dan kasar, pakaiannya berdebu dan di pipinya terdapat debu arang akibat memasak.

Dalam membangun rumah tangga Imam Ali as dan Sayidah Fatimah sa membagi dua tanggung jawab; mengambil air dan mempersiapkan kayu bakar serta pekerjaan di luar rumah seperti mencari nafkah bagian tanggung jawab Imam Ali as. Sedangkan memasak, membuat adonan, memanggang roti, menjahit baju, merawat anak serta pekerjaan lain di dalam rumah merupakan tanggung jawab Sayidah Fatimah Zahra sa. Dengan pembagian pekerjaan tersebut ia sangat senang; karena dengan begitu menjauhkan diri berhadapan langsung dengan lelaki yang bukan muhrimnya. Hal ini merupakan edukasi bagi muslimat untuk memperkuat adab dan menjaga kehormatannya di dalam masyarakat.

Berbeda dengan kondisi sosiologis masyarakat kekinian dalam rumah tangganya. Seorang istri lebih suka bekerja di luar mencari nafkah untuk keluarganya. Semua isi rumah yang mengatur pembantunya, dan yang paling buruknya lagi posisi suami menggantikan posisi istri di dalam rumah. Dengan kondisi yang demikian beban suami-istri akan lebih berat dalam mengatur rumah tangganya. Akibatnya, istri yang tadinya sebagai penopang isi rumah akan kewalahan karena energinya sudah terkuras di luar. Dan pada akhirnya kehangatan dan kenyamanan rumah tangga pun akan berkurang dengan sendirinya. Oleh karena itu, Fatimah Zahra memilih pembagian mengatur isi rumah dibandingkan di luar, karena ia memahami kondisi dan kapasitasnya sebagai perempuan.

Dalam riwayat Imam Shodiq as mengatakan; Imam Ali as dalam kehidupan keluarga mereka sehari-hari membawakan belanja keperluan di rumah, mengambil air dan mengumpulkan kayu bakar dari luar sedangkan Sayyidah Fatimah di dalam rumah menggiling gandum dan membuat adonan untuk memanggang roti serta menjahit baju. Beliau adalah seorang wanita dari wanita-wanita yang paling cantik hasil dari perkawinan suci antara Nabi Muhammad dan Siti Khadijah yang kecantikannya melebihi kecantikan bunga-bunga di telaga surga, ketika melihatnya seluruh kesedihan dan keletihan suaminya pudar dan lenyap dengan memancarkan kebahagiaan [1].

Imam Ali as menukilkan; Fatimah sedemikian sering mengangkat air dengan qirbah (tempat air dari kulit binatang) sampai membekas di dadanya, dan karena seringnya menggiling biji gandum jari-jari tangannya kasar dan kapalan. Sedemikian sering beliau membersihkan rumah, memanggang dan memasak api dibawah panci membuat pakaiannya berdebu dan berasap. Dan pekerjaan berat dan rasa sakit seperti ini sudah sering dialaminya [2].

Salah satu penyebab kebahagiaan dan kesempurnaan dalam membangun rumah tangga adalah melaksanakan kewajiban sesuai dengan kapasitasnya dalam keluarga.

Dalam riwayat dijelaskan ketika pada malam pertama pernikahan Imam Ali as dan Sayyidah Fatimah sa, Rasulallah menjelaskan mengenai pembagian pekerjaan mereka dengan cara demikian; mengadon tepung, memasak naan (roti), membersihkan dan menyapu rumah bagian dari kewajiban Fatimah. Dan pekerjaan di luar rumah seperti mengumpulkan kayu bakar dan membawa bahan makanan merupakan kewajiban Ali.

Setelah mendengar penjelasan ayahnya, ia berkata; hanya Allah Swt dan seseorang pun tidak mengetahuinya sampai sejauh mana saya menyukai pembagian pekerjaan ini, karena Rasulallah telah memisahkan saya dari melakukan segala sesuatu yang berhubungan dengan laki-laki[3].

Fatimah Zahra sa adalah seorang putri Nabi Muhammad Saw. Dengan status yang dimiliki ayahnya tidak senantiasa merajalela hidup santai dalam membangun rumah tangganya. Di dalam rumahnya bukan tidak ada seorang pembantu yang selalu siap melayaninya. Namun, tidak semua pekerjaan rumah diberikan kepada pembantu bahkan hampir semua pekerjaan rumah ia kerjakan sendiri, berbeda dengan kondisi masyarakat kekinian.

Wahai penghulu wanita surga, salam dan rahmat Allah kepadanya dan kepada kedua orangtuanya beserta anak-anaknya, turunan dan pecinta setianya.

Dalam hubungan rumah tangga acap kali kita mendengar keributan suami istri yang terdengar dari jendela rumah tetangga. Berbagai masalah yang diungkapkan, tidak hanya hilangnya rasa percaya, perselingkuhan, dan ekonomi saja. Namun, sering kali hal sepele dapat memicu percekcokan dalam keluarga. Rasa kecewa terhadap suami atau pun istri banyak dibangun dengan kejadian kecil yang dibesar-besarkan. Keharmonisan dalam keluarga akan berkurang ketika satu sama lain tidak dapat meredam situasi tersebut.

Dari beberapa berita yang dilansir oleh media massa pada akhir tahun 2016 tingkat perceraian di Indonesia termasuk yang tertinggi di dunia [4]. Kenaikan angka perceraian mencapai 16-20 persen berdasarkan data yang didapat sejak tahun 2009 hingga 2016. Ironisnya lagi, pada tahun 2015 tingkat perceraian di tanah air melambung hingga 40 perceraian setiap jam!

Menurut data Pustlitbang Kementerian Agama, penggugat cerai lebih banyak dari pihak perempuan, yaitu sebanyak 70 persen dari kasus perceraian yang ada. Lalu, apa alasan utama pasangan Indonesia bercerai? Menurut data Litbang 2016, setidaknya ada empat alasan utama pasangan di Indonesia bercerai, antara lain hubungan sudah tidak harmonis, tidak ada tanggung jawab, khususnya terhadap anak, kehadiran pihak ketiga dan persoalan ekonomi. Dari data sebanyak itu menandakan, para istri di Indonesia berani mengambil sikap jika tak bisa lagi menemukan titik temu untuk memperbaiki rumah tangga[5].


Merawat Suami dengan Kasih Sayang

Bagi perempuan keberhasilan dan penghargaan terbesar dengan urusan berbagai macam hal dalam kehidupan adalah mendapatkan kebahagiaan suami dan mencegah dari berbagai macam perbuatan penyebab suaminya gelisah.

Imam Ali as berkata; jihad seorang istri adalah merawat suaminya dengan penuh kasih sayang. Bagi seorang istri salihah untuk mendapatkan kapasitas jihad ini perlu ditempuh dengan usaha yang gigih sehingga dapat menjamin rumah sebagai tempat yang nyaman bagi suami dan anak-anaknya.

Sayyidah Fatimah Zahra sa dalam merawat suami adalah paling baiknya contoh bagi perempuan muslimat. Baginya, sikap cinta dan damainya dijunjung pada tingkatan tertinggi untuk melayani suaminya, seluruh kasih dan cintanya untuk sang suami. Bukan hanya karena tidak pernah menyakiti suaminya melainkan malah membantunya dengan penuh kasih sayang.

Imam Ali as pernah mengatakan; saya bersumpah kepada Allah SWT hingga sampai pada akhir hayatnya, saya tidak pernah membuatnya sedih dan tidak pernah melakukan satupun perbuatan yang menyebabkan istriku kecewa. Ia pun tidak pernah membuat saya sedih dan tidak ada satupun perbuatannya yang menyebabkan saya kecewa [6].

Imam Ali as menambahkan; setiap saya melihat wajah Fatimah Zahra sa saat itu pula kesedihan dan kekecewaanku lenyap [7].

Setelah kejadian pahit Saqifah, Para petinggi Saqifah datang untuk meminta saran mengenai opini publik untuk mencari solusi datang ke tempat tinggal Imam Ali as dengan membujuk untuk masuk ke dalam rumahnya. Namun, Fatimah menolak saran mereka sehingga terjadi kerusuhan, membuatnya bungkam dan kekecewaan yang berkelanjutan atas kejadian tersebut.

Pada suatu hari Imam Ali as berada di dalam rumah dan berkata; Fatimah sayang, Khalifah Abu Bakar dan Umar berada dibelakang pintu rumah dan menunggu ijin masuk dan untuk meminta pendapat.

Fatimah Zahra sa menjawab; Ali sayang, rumah ini rumah kamu dan aku sebagai istri kamu, kalau kamu menginginkan mereka masuk kamu lah yang harus memberikan ijin [8].

Bentuk apresiasi dan penghormatan diletakkan diatas yang paling tinggi kepada suaminya dengan tidak melepaskan jati dirinya di hadapan orang lain sebagai perempuan dan seorang istri yang setia. Apapun tindakan semua dikembalikan kepada tanggug jawab masing-masing sebagaimana telah ditentukan dalam rumah tangganya. Hal seperti ini jarang kita temukan dalam kehidupan rumah tangga masyarakat kekinian.


Saling Pengertian Hidup Bersama

Sejak pertama kali suatu hubungan yang dibina oleh keluarga terkadang diawali dengan ketidakpahaman satu sama lain. Biasanya ini terjadi karena diantara mereka tidak ada koneksi sebelumnya, berhubung dijodohkan tanpa mengetahui jati diri kedua pasangan. Tanpa basa basi orangtua meminta anak perempuannya menikah dengan seorang lelaki yang tidak dikenalnya. Tidak dinafikan, pada zaman dulu cara seperti ini masih layak dalam membangun pernikahan rumah tangga. Karena keduanya masih lugu dan tidak mempunyai ekspektasi tinggi dalam menjalin suatu hubungan, dengan alasan ingin memberikan orangtua yang terbaik, dan pihak perempuan lebih banyak memilih untuk menelannya mentah-mentah. Namun, berbeda dengan kondisi saat ini yang perlu adanya pemahaman terlebih dahulu sebelum menjalin hubungan untuk mengenal karakter calon pasangan supaya saling pengertian ketika menghadapi masalah.

Imam Ali as berkata; aku bersumpah kepada Allah SWT selama saya hidup bersama dengan Fatimah hingga sampai Allah mengambilnya dariku, aku tidak pernah membuatnya kecewa dan tidak pernah memaksa atau membuatnya enggan untuk melakukan satupun pekerjaan. Begitu pula dengannya, Fatimah tidak pernah membuatku kecewa dan tidak pernah mematuhiku. Rasa letih dan sedihku lenyap seketika disaat aku melihat wajahnya [9].


Mendorong Anak untuk Belajar

Dalam mengenai membangun karakter anak dimana tidak cukup dengan memberikan mereka motivasi vitalitas, suka cita dan kasih sayang dalam keluarga. Akan tetapi banyak hal yang perlu diperhatikan oleh orantua agar anaknya mempunyai integritas. Salah satu hal penting yang diperhatikan oleh Sayyidah Fatimah membangun karakter anak dengan memberikan motivasi dalam pendidikan.

Sejak masa kanak-kanak Sayyidah Fatimah meleburkan semangat anak-anaknya untuk membiasakan beribadah kepada Allah SWT. Sejak masa itu pula beliau mengajarkan perangai ketauhidan dengan kelembutan yang terdapat dalam diri mereka secara alami. Beliau telah mempersiapkan mereka dalam menuntut ilmu dan memberikan dorongan dalam belajar. Suatu hari Imam Hasan as yang masih berumur tujuh tahun disuruhnya pergi ke mesjid dan berkata; wahai Hasan, pergilah ke mesjid, dan apa yang telah kau dengarkan dari ceramah Rasulallah datanglah kepadaku dan katakan kembali hal itu kepadaku [10].


Berdoa untuk Orang Lain

Dalam kehidupan saat ini banyak masalah yang timbul dalam kehidupan bertetangga, antara lainnya melupakan tetangga sebagaimana saudara dalam kemanusiaan. Tidak sedikit pula kita dengki melihat kondisi tetangga dengan harta melimpah. Sehingga tidak ada keakraban ketika hendak bertatap muka. Sayyidah Fatimah dalam menjaga keakraban tersebut mempunyai cara berbeda yang jarang sekali dapat ditemukan pada kehidupan saat ini.

Imam Hasan as menukilkan sebuah riwayat; aku melihat ibuku Fatimah pada malam Jum’at diatas singgasananya beribadah hingga menjelang fajar beliau sujud dan rukuk, dan aku mendengarkan beliau mendoakan orang-orang mukmin dan mukminat dengan menyebutkan namanya satu persatu, dan tidak mendoakan untuk dirinya sendiri.

Lalu aku bertanya kepadanya, wahai Ibu, mengapa sedemikian mendoakan orang lain tapi tidak berdoa untuk dirimu? Beliau menjawab; wahai Anakku, awal kita harus memperhatikan tetangga lalu rumah sendiri [11].


Berkorban dan Pemaaf

Dalam riwayat Syiah dan Sunni menukilkan bahwa Amirul Mukminin Ali ibn Abi Tholib as, Sayyidah Fatimah sa, Imam Hasan as dan Imam Husin as dan para pembantunya pernah bernazar selama tiga hari berturut-turut untuk berpuasa.

Malam pertama menjelang berbuka puasa salah seorang faqir mengetok pintu lalu meminta, Imam Ali as membuka pintu dan hidangan buka puasanya diberikan kepadanya. Yang lain juga mengikuti Imam dan memberikan hidangan buka puasanya kepada seorang faqir tersebut dan mereka membuka puasanya dengan air. Malam kedua buka puasa seorang yatim piatu datang mengetuk pintu dan kembali memberikan hidangan buka puasanya kepada anak yatim. Dan pada malam ketiga ada seorang budak datang dan menginginkan sesuatu untuk dimakan, dan semua makanan yang dimiliki mereka untuk berbuka puasa diberikan kepada budak tersebut.

Dengan adanya kejadian tersebut dalam Keluarga Nabi turunlah ayat suci Al-Qur’an “Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?” [12].

Pada ayat suci yang lain menjelaskan mengenai kemuliaan seseorang terhadap pengorbanan dan kebaikannya “Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan (budak)” [13].

Tafsir dari hikayat ini terdapat dalam ilmu tafsir Syiah dan Sunni, yang sangat terkenal berjudul Kasyaf dari seorang penulis dunia dan mufasir tersohor Ahli Sunnah Jarallah Zamkhasyari yang dapat ditemukan dalam perpustakaan-perpustakaan Ahli Sunnah.


Rasulallah Membantu Fatimah Zahra as

Saat Rasulallah masuk ke rumah Imam Ali as, Rasul melihat Imam dengan Sayyidah Fatimah sedang sibuk menggiling gandum, lalu Rasul SAW bertanya; siapa diantara kalian yang paling letih?

Imam Ali as menjawab; Fatimah, wahai Rasulallah..

Rasulallah mengatakan kepada Fatimah untuk bangun dari tempat penggilingan tersebut, dan beliau segera bangun lalu Rasul duduk ditempatnya bersama Imam Ali untuk membantunya menggiling biji-bijian gandum tersebut.

Dengan demikian kesimpulan dari keahlian seorang Fatimah Zahra as adalah menghormati hak-hak suami dengan mencintainya dan mencintai anak-anaknya. Ia pekerja keras di dalam rumah untuk membuat suami nyaman dan merubah rumah seperti sekolah bagi anak-anaknya. Ia juga membuat rumah terkadang seperti mesjid selayaknya tempat ibadah, ia juga menata rumah dengan jadwal yang tertib termasuk hak-hak bagi pembantu dengan mengajarkan ngaji Al-Qur’an dan akhlak, hal-hal tersebut merupakan bagian khusus dari keahlian Sayyidah Fatimah Zahra as. Ia juga mempunyai keahlian merubah rumah menjadi markas pertahanan jihad melawan musuh-musuh Islam serta menjaga dan membela wilayah Ali ibn Abi Tholib as, semua itu merupakan tugasnya.

Selain itu, mendoakan tetangga yang merupakan keprihatinannya dalam menjaga hak-hak tetangganya, mengingatkan di dunia hidup sementara dan menanti kematian, menciptakan semangat ibadah dan infak untuk dibagikan kepada suatu kelompok dalam anggota keluarga, menjaga kehormatan suami dan mengambil tanggung jawab pribadi dalam membesarkan dan mendidik anak-anaknya juga membagi pekerjaan dalam membangun rumah tangga, konsultasi dalam hal toleransi, bersabar dalam menghadapi masalah dan kemiskinan dalam keluarga, menangani suaminya dengan moral dan spritual adalah keahlian Fatimah Zahra as. Bahkan untuk mencapai berbagai kesuksesan dan kebahagiaan keluarga dari puisi-puisinya untuk anak-anak, suami dan ayahnya adalah bagian dari adab kekeluargaan Fatimah Zahra as.


Catatan Kaki:

[1] Raudho’ Al-Kafi, hal. 165 (Terbitan Islamiyah Tehran).
[2] Bihar, jilid 42, 43 dan 82, Baitul Ahzan, hal 23.
[3] http://emamali.net/hamsar-ali.htm
[4] http://www.kompasiana.com/pakcah/di-indonesia-40-perceraian-setiap-jam_54f357c07455137a2b6c7115
[5] https://www.merdeka.com/khas/indonesia-darurat-perceraian-tren-perceraian-meningkat-1.html
[6] Husainy Sharevady, Sayid Muhammad, ulghuha-i raftar-i Hazrat Zahra sa, Tarbiate Farzand, hal. 14
[7] Husainy, Sayid Ali, karamat-va maqomat irfani Hazrat-e Zahra as, hal 44
[8] Dashti, Muhammad, farhanghe sukhanan Hazrat-e Fatimah sa, hal 13
[9] Bihar, jilid 43, hal 134, kashful ghamah, jilid 1, hal 492, baitul ahzan, hal 37
[10] Muhammad Ishtahardi, Muhammad, Neghahi be zendegi Hazrat-e Fatima sa, hal 64.
[11] Kashful ghamah, jilid 2, hal 25-26. Bihar, jilid 43, hal 81-82. Muntahal Al-Amal, hal 161. Baitul Ahzan, hal 22.
[12] (QS. 76:1), Amali Saduq, hal, 212-216. Kashful Ghanam, jilid 1, hal 413-417.
[13] (QS. 76:8), Manaqib Shahr Ashoob, jilid 3, hal 147-148. Muntahal Amal, hal 68 dar dzikr-va-qaye’ sal-e duvum

(Ikmal-Online/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Posting Komentar

ABNS Video You Tube

Terkait Berita: