Pesan Rahbar

Sekilas Doa Arafah Imam Husain as dan Doa Arafah Imam Husain as

Doa Arafah (Bahasa Arab: دعاء العرفة ) adalah diantara doa-doa Syiah yang menurut riwayat dibaca oleh Imam Husain as pada hari ke-9 Dzul...

Home » » Kesal Dikritik Soal APBD 2018, Anies Baswedan Sindir TGUPP Ahok Begini

Kesal Dikritik Soal APBD 2018, Anies Baswedan Sindir TGUPP Ahok Begini

Written By Unknown on Selasa, 21 November 2017 | November 21, 2017


Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kesal dikritik karena menaikkan anggaran Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) pada APBD 2018 menjadi Rp 28,99 miliar, naik 12 kali lipat dari yang sebelumnya hanya Rp 2,35 miliar.

Anies malah menuding gubernur sebelumnya, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, tidak transpransi dalam penggajian anggota TGUPP. Ia menyebut mereka digaji Ahok dengan menggunakan dana swasta, bukan dana APBD yang seperti dilakukannya.

“Sekarang Anda cek aja di berita-berita dulu, dulu dibiayai oleh siapa? Anda bandingkan saja. Lebih baik Anda bandingkan dan lihat dulu dibiayai dengan siapa, sekarang dengan siapa,” ujar Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Selasa (21/11/2017), dilansir anekainfounik.net dari Kompas.com.

Anies memang tidak menjelaskan apakah yang dia maksud adalah staf pribadi mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Anies hanya menegaskan penggunaan dana APBD untuk gaji timnya membuat mereka 100 persen kerja Iauntuk Pemprov DKI Jakarta. Ia pun tak mempermasalahkan besaran anggaran tersebut asalkan dari APBD.

“Kan lucu secara kepegawaian dibiayai swasta, tapi keberadaannya di kantor gubernur,” ujar Anies.

Dengan anggaran yang transparan dan didanai mengunakan APBD, kata Anies, TGUPP tidak akan ada ketergantungan kepada pihak luar. Sehingga TGUPP pilihannya nanti akan 100 persen bekerja untuk Pemprov DKI.

“Kalau mereka yang bekerja membantu gubernur, menyusun kebijakan, membantu percepatan pembangunan justru dibiayai swasta, maka potensi ada konflik kepentingan menjadi tinggi,” kata Anies.

Tudingan Anies ini memang berlebihan dan hanyalah ingin menuduh gubernur sebelumnya tak lebih baik dari dirinya dalam mengelola APBD.

Sebenarnya, staf pribadi gubernur dengan TGUPP merupakan hal berbeda. Staf biasanya diisi oleh orang-orang yang bekerja membantu gubernur, di luar dari instansi pemerintahan.

Biasanya, keberadaan mereka melekat dengan gubernur. Pada era Ahok, staf-staf juga diisi oleh anak magang yang berkinerja baik.

Sementara TGUPP merupakan penasihat gubernur yang berada di instansi pemerintahan. Biasanya diisi oleh PNS senior non-eselon. Anggota TGUPP diisi oleh mantan kepala dinas yang dicopot jabatannya oleh Ahok yang saat itu menjadi Gubernur DKI Jakarta. Salah satunya adalah mantan Kepala Dinas Perhubungan Udar Prastono.

Di era Ahok, sesuai Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 411 Tahun 2016, anggota TGUPP dibiayai oleh APBD. Jumlahnya pun tak banyak, hanya terdiri dari 11 orang, 1 ketua, 1 wakil ketua dan 9 anggota. Bahkan kala itu, Ahok berencana membubarkan TGUPP jika Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sudah memiliki kinerja baik.

“Kalau semua sistemnya sudah jalan, masih perlu percepatan lagi enggak? Perlu TGUPP enggak? Enggak usah,” kata Ahok, pada Agustus 2015, seperti dilansir dari Kompas.com.

Kemudian, orang-orang yang tadinya ada di TGUPP akan tetap menjadi staf. Namun staf biasa di SKPD, bukan staf “terhormat” yang bekerja langsung di bawah gubernur.


Staf Khusus Beda dengan TGUPP

Terkait pernyataan Anies yang meminta membaca berita terdahulu, salah satu staf Ahok yang sempat menjadi pembicaraan adalah Sunny Tanuwidjaja. Sunny bukan anggota TGUPP.

Sunny mengaku tidak menerima gaji dari Ahok selama menjadi staf pribadinya. Sunny menyampaikan itu saat menjadi saksi dalam persidangan mantan Presiden Direktur Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja, dan asistennya, Trinanda Prihantoro.

“Saya tidak digaji dengan dana operasional gubernur seperti staf yang lain. Saya hanya dapat gaji dari tempat kerja saya yang satu lagi, di Rajawali Corporate,” ujar Sunny, saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin.
Menurut Sunny, gaji staf Gubernur tidak terlalu besar, hanya sekitar Rp 10-12 juta. Jumlah tersebut dinilai jauh lebih kecil dibanding gajinya sebagai General Manajer di Rajawali Coorporate. Sunny mengaku hanya diminta oleh Ahok, sejak Ahok menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta, pada 2012.

Sesuai bidangnya, Sunny yang merupakan lulusan S2 Ilmu Politik di Northern Ilinois, AS, dipercaya oleh Ahok menjadi staf di bidang politik.

“Tugas saya, memberikan update perkembangan politik, diskusi soal kebijakan politik, dan bertemu dengan teman-teman politisi,” kata Sunny.

Pada Senin (28/9/2015), Ahok menegaskan, mahasiswa magang yang menjadi stafnya tersebut tidak dibayar gaji. Ahok mengakui menggaji mereka dengan dana operasional dirinya sebagai gubernur dan transparansi pun dilakukannnya dan dipaparkan secara detail di situs Ahok.org. Ia tak mau membebankan pembiayaan ini dalam APBD.

“Kita nggak digaji. Tapi dikasih bantuan transportasi. Kan saya ada uang operasional,” kata Ahok, dilansir dari detikcom.

Dilansir dari Liputan6.com, Ahok sempat mengungkapkan dirinya mendapatkan Rp 30 miliar per tahun. Penggunaan dana operasional itu transparan dan dipaparkan dalam situs ahok.org.

Dana operasional diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Dalam aturan itu, daerah yang memiliki pendapatan asli lebih dari Rp 500 miliar, dana operasional kepala daerah mimimal Rp 1,25 miliar atau maksimal 0,15 persen dari total pendapatan asli daerah.

Sebagai contoh, total pendapatan asli daerah DKI pada 2016 sebesar Rp 39 triliun. Atas dasar itu, anggaran operasional Gubernur DKI Jakarta dan Wakil Gubernur DKI Jakarta sebesar 0,13 persen dari pendapatan atau Rp 50 miliar setahun atau rata-rata Rp 5 miliar per bulan.

Dilansir Tempo.co, menurut Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Saefullah, saat Ahok masih menjadi Gubernur Jakarta, dana operasional yang diterima Ahok selalu diberikan kepada Sekda dan jajaran wali kota setiap bulannya. Menurut Saefullah, dana tersebut diberikan untuk menunjang proposal kegiatan untuk hari besar maupun keolahragaan yang ditujukan kepada Sekda dan wali kota.

Selain transparan, Ahok sendiri beberapa kali mengembalikan dana operasionalnya ke kas APBD. Pada 2014, Ahok mengembalikan sisa dana operasional sebesar Rp 4,8 miliar yang merupakan peninggalan mantan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Itu merupakan sisa dana operasional Jokowi selama 4 bulan. Pada Selasa (10/3/2015), Ahok mengunggah dua lembar bukti pengembalian dana operasional gubernur itu, di situs Ahok.org.

Tak hanya itu, sebelum mundur dari gubernur, Ahok langsung mengembalikan dana operasional sebanyak Rp 1.287.096.775 (Rp 1,2 miliar) pada Selasa (23/5/2017).

Jadi ada baiknya sebelum menuding orang lain tidak melakukan transparansi, Anies sendiri perlu meniru Ahok dengan melaporkan secara detail penggunaan dana operasionalnya sebagai gubernur. Beranikah? Atau anda hanya sekedar menciptakan opini sesat demi membela diri sendiri karena memasukkan puluhan anggota timsesnya menjadi anggota TGUPP?

(Info-Menia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Posting Komentar

ABNS Video You Tube

Terkait Berita: