Deklarasi Balfour telah mengubah nasib rakyat Palestina selamanya.
Hari ini menandai seabad sejak Deklarasi Balfour diterbitkan pada 2 November 2017. Ini merupakan sebuah janji Inggris terbuka, mengumumkan rencana mendirikan sebuah tanah air bagi bangsa Yahudi di Palestina.
Pernyataan itu dikeluarkan dalam bentuk sebuah surat dari Arthur James Balfour, kemudian menjadi menteri luar negeri Inggris, ditujukan kepada Lionel Walter Rothschild, tokoh masyaraat Yahudi di Inggris.
Deklarasi ini dibuat dan diputuskan semalam saja, bukan hasil kerja bertahun-tahun, melibatkan banyak orang dan dirancang beberapa kali sebelum dikeluarkan.
Janji Inggris ini dipandang secara umum sebagai salah satu katalis utama dalam proyek pembasmian etnis Palestina pada 1948 dan pembentukan negara Zionis Israel.
Deklarasi Balfour telah mengubah nasib rakyat Palestina selamanya dan berikut daftar orang-orang di belakang terbitnya Deklarasi Balfour.
Arthur James Balfour (1848-1930)
Arthur James Balfour adalah perdana menteri Inggris. Lebih penting dari itu, dia - kemudian menjadi menteri luar negeri dalam pemerintahan David Lloyd George - adalah penulis deklarasi tersebut.
Bangsawan Inggris ini berhasil meyakinkan kabinet untuk mengeluarkan sebuah pernyataan dan atas permintaan Chaim Weizmann serta Lord Rothschild untuk membuat surat itu.
Pemikiran kolonilismenya bisa dilihat dari pernyataan dia keluarkan dalam sebuah memorandum pada 1919:
"Di Palestina...kami tidak mengajukan usulan dengan mempertimbangkan harapan penduduk di negara itu. Zionisme, apakah ia benar atau salah, baik atau buruk, telah berakar dalam tradisi tua, dan diperlukan sekarang, dalam harapan masa depan dari para pembuatnya ketimbang keinginan 700 ribu orang Arab kini menghuni tanah kuno itu."
Sepupunya, Blanche Dugdale, pernah sekantor dengan Rothschild di the Jewish Agency, London, menulis Balfour adalah seorang Zionis Kristen dalam buku otobiografinya. "Ketertarikan Balfour terhadap Yahudi dan sejarah mereka sudah lama dan berasal dari kitab Perjanjian Lama diajarkan ibunya."
Namun sebagian yang lain berpendapat balfour anti-Semitdan kepentingannya dalam proyek Zionis semata-mata untuk tujuan startegis Inggris.
Sebelum berhenti sebagai perdana menteri, Balfour mendorong Aliens Act pada 1905, diyakini merupakan sebuah upaya untuk mengganjal imigrasi kaum Yahudi Eropa Timur ke Eropa, meski tidak dinyatakan secara terbuka.
Lionel Walter Rothschild (1868-1937)
Dia merupakan keturunan dari Rothschild, keluarga bankir Yahudi terpandang di Inggris. Dia adalah seorang Zionis dan sahabat dari Chaim Weizmann.
Meski pensiun dari parlemen pada 1910, Rothschild tetap aktif sebagai tokoh masyarakat yahudi di Inggris dan menjabat Presiden Federasi Zionis Inggris. Dia adalah penerima dari Deklarasi Balfour.
Pada musim panas1917, Arthur Balfour meminta Rothschild dan Weizmann untuk membuat sebuah pernyataan tertulis sejalan dengan tujuan-tujuan Zionis.
Draft asli dikirim oleh Rothschild kepada Balfour menyebutkan "Palestina seharusnya dijadikan sebagai rumah bagi bangsa Yahudi". Namun setelah mendapat penolakan dari kabinet, kata itu diubah menjadi lebih membingungkan.
Beragam upaya lobinya bareng Weizmann dan aktivis Zionis lainnya, di dalam dan di luar pemerintahan inggris, amat berperan dalam menekan pemerintah untuk mengeluarkan deklarasi itu.
Chaim Weizmann (1874-1952)
Chaim Weizmann, kemudian menjadi presiden pertama Israel, adalah Zionis Rusia merupakan ahli kimia dan tokoh paling berpengaruh dalam penerbitan Deklarasi Balfour.
Kalau Theodore Herzl dianggap sebagai "bapak Zionisme politik, Weizmann merupakan orang mewujudkan rencana itu ke dalam sebuah tindakan.
Setelah memperoleh gelar doktor bidang kimia di Swiss, dia pergi ke Inggris dan bekerja sebagai ilmuwan dengan pemerintah Inggris selama Perang Dunia Pertama.
Kontribusinya, terutama mengembangkan sebuah proses untuk memproduksi aseton sintetik buat bahan peledak, membikin dia memiliki hubungan baik dengan kalangan atas dalam pemerintahan Inggris, termasuk mantan Perdana Menteri David Lloyd George, Arthur Balfour, dan diplomat Mark Sykes.
Dalam otobiografinya, Lloyd George menyatakan Deklarasi Balfour diberikan kepada Weizmann, sudah menjadi warga negara Inggris, sebagai hadiah atas kontribusinya selama perang.
Atas permintaan Balfour, Weizmann dan Rothschild merancang deklarasi tersebut supaya sesuai dengan kepengtingan-kepentingan Zionis.
Weizmann melobi keras dalam waktu lebih dari dua tahun agar Inggris berkomitmen secara terbuka untuk membangun sebuah negara bagi orang-orang Yahudi di Palestina. Dia bilang sebuah negara Yahudi sejalan dengan kepentingan Inggris.
Dalam sebuah surat kepada the Manchester Guardian, kini dikenal sebagai surat kabar the Guardian, Weizmann menulis:
"Kalau Palestina jatuh dalam pengaruh Inggris dan Inggris harus mendorong terwujudnya sebuah permukiman Yahudi di sana, dalam 20-30 tahun kami dapat membawa sejuta orang Yahudi atau bahkan lebih ke Palestina. Mereka akan membangun negara itu, mengembalikan peradaban di sana, dan membentuk sebuah perlindungan sangat efektif bagi Terusan Suez."
David Lloyd George (1863-1945)
Ketika menjabat perdana menteri selama 1916-1922, pemerintahannya mengeluarkan Deklarasi Balfour.
Lloyd George menciptakan Kabinet Perang untuk menghasilkan keputusan-keputusan strategis dan memastikan proyek Zionis ada dalam agenda pemerintahan Inggris. "Saya diajarkan jauh lebih luas ketimbang sejarah mengenai orang-orang Yahudi ketimbang sejarah soal bangsa saya sendiri," katanya.
Dia percaya Palestina akan berada di bawah pemerintahan Inggris.
Dalam memoarnya, Lloyd George menyebutkan sejumlah asalan kenapa dia menyokong Zionisme, termasuk ambisinya untuk menggaet sumber-sumber keuangan Yahudi, keyakinan Kristen Zionis, lobi Yahudi di Inggris, dan simpatinya terhadap orang-orang Yahudi menghadapi penolakan.
Dia dikabarkan menawarkan Deklarasi Balfour kepada Chaim Weizmann sebagai hadiah atas kontribusinya terhadap Inggris dalam Perang Dunia Pertama, tapi sejumlah ahli sejarah meragukan hal itu.
Sebelum menjadi perdana menteri, Lloyd George bekerja sama erat dengan Theodore Herzl, "Bapak Zionisme Politik" dalam skema Uganda, yakni rencana memindahkan orang-orang Yahudi ke Uganda dengan bantuan Inggris.
Selama perang, Lloyd George menyarankan kepada panglima angkatan bersenjata inggris Edmund Allenby untuk mencaplok Yerusalem sebelum libur Natal. Ketika pasukan Inggris memasuki Yerusalem pada Desember 1917, Lloyd George menyebut itu sebagai hadiah Natal bagi rakyat Inggris.
Herbert Samuel (1870-1963)
Dia adalah menteri Yahudi pertama dalam kabinet Inggris pada 1909.
Pada 1914, Herbet Samuel, berdarah Jerman, menyatakan mungkin ada sebuah peluang untuk memenuhi impian kuno bangsa Yahudi dan membentuk sebuah negara Yahudi dalam sebuah diskusi dengan Menteri Luar Negeri Inggris Edward Grey.
Beberapa pekan kemudian, Samuel mengajukan sebuah memorandum berjudul Masa Depan Palestina kepada kabinet Inggris, yakni mengusulkan pembentukan sebuah persemakmuran Yahudi, tapi Perdana Menteri Asquith tidak mendukung.
"Dia berpikir kita mungkin akan menempatkan sekitar tiga atau empat juta orang Yahudi asal Eropa di wilayah sangat tidak menjanjikan sebagai sebuah solusi terhadap anti-Semit," tulis Asquith.
Dalam memorandum telah direvisi, Samuel bilang pemerintah Inggris mesti mengupayakan perpindahan Yahudi ke wilayah Palestina sehingga bisa menjadi mayoritas dan membuat pemerintahan sendiri. Dia mengatakan hal ini bakal menjadi amal baik bagi bangsa Yahudi di seluruh dunia.
Dia juga meyakini merupakan kepentingan Inggris untuk menempatkan sebuah kekuatan bersahabat dekat Terusan Suez.
Samuel bekerja sama erat dengan Chaim Weizmann dan menyarankan kepada dia bagaimana mencapai tujuan Zionis dalam lingkaran pemerintahan.
Pada 1918, Edwin, putra dari Samuel, ditunjuk sebagai pejabat Komisi Zionis di Palestina, sebuah kelompok diketuai Weizmann dan dibentuk untuk menjadi penasihat pemerintah Inggris dalam hal bagaimana melaksanakan Deklarasi Balfour.
Perdana Menteri Inggris Lloyd George memilih Samuel sebagai Komisaris Tinggi di Palestina pada 1920-1925. Dia disebut sebagai orang Yahudi pertama menjabat gubernur Yerusalem selama lebih dari dua ribu tahun.
Meski dalam beberapa kesempatan, dia menyatakan kuatir sebuah negara Yahudi dapat menyakiti mayoritas orang Palestina di sana, banyak yang mengkritik kebijakannya membiarkan jumlah warga Yahudi terus bertambah di Palestina.
Mark Sykes (1879-1919)
Bersama Francois Georges-Picot, Mark Sykes merupakan pembuat perjanjian Inggris-Prancis tersohor untuk membagi wilayah Timur Tengah seusai Perang Dunia Kedua. Keterlibatannya dalam Deklarasi Balfour kerap diabaikan.
Sokongannya terhadap proyek Zionis memang datang terlambat. Sykes menjadi penghubung kunci antara Chaim Weizmann dan para aktivis Zionis dengan pemerintah Inggris.
Dia menjadi wakil menteri dalam Kabinet Perang Inggris urusan Timur Tengah. Dia percaya permukiman Yahudi di Palestina akan memastikan kepentingan Inggris dan mengurangi pengaruh Prancis di sana.
Sykes sangat terlibat dalam perundingan-perundingan akhirnya menghasilkan Deklarasi Balfour.
Dia mengarahkan Nahum Sokolow, diplomat sekaligus aktivis Zionis asal Polandia, untuk meyakinkan Prancis agar menerima Palestina di bawah kontrol Inggris setelah Perang Dunia Pertama berakhir.
Dalam otobiografinya, Chaim Weizmann menulis Sykes - dalam sebuah pertemuan dengan satu kelompok Zionis pada 1917 - menyebutkan dirinya sangat bersimpati atas gagasan negara Yahudi di wilayah Palestina.
Pada 31 Oktber 2017, kabinet Inggris menyetujui rancangan akhir Deklarasi Balfour.
Nahum Sokolow (1859-1936)
Peran Nahum Sokolow, diplomat sekaligus penulis asal Polandia, dalam Deklarasi Balfour memang kurang dikenal. Padahal dia sangat terlibat dalam segala upaya sampai deklarasi itu diterbitkan.
Sebagai pembantu setia Chaim Weizmann, dia rajin berkeliling untuk mencari dukungan bagi Delarasi Balfour. Dia bahkan sampai meminta sokongan kepada Hakim Mahkamah Agung Amerikaa Serikat Louis Brandeis dan Paus Benediktus XV di Vatikan.
Dia juga mendapat dukungan dari Prancis dan Italia atas tujuan-tujuan Zionis sebelum Deklarasi Balfour dikeluarkan.
Berdasarkan Perjanjian Sykes-Picot pada 1916 untuk membagi wilayah Timur Tengah setelah kehancuran Kesultanan Usmaniyah, sebagian besar wilayah Palestina menjadi zona internasional. Namun berkoordinasi dengan Mark Sykes, Sokolow mengkampanyekan orang-orang Yahudi lebih suka Palestina berada di bawah kontrol Inggris ketimbang Prancis.
Setelah bertemu para pejabat Prancis pada Mei 1917, Sokolow mendapat dukungan negara Mode itu atas rencananya tersebut.
Dalam suratnya kepada Sokolow, Sekretaris Jenderal Kementerian Luar Negeri Prancis Jules Cambon menyatakan pemerintahnya mendukung kolonisasi Yahudi di Palestina.
Sokolow kemudian menjadi Presiden Organisasi Zionis Dunia dalam waktu sebentar.
(Al-Balad/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Menteri Luar Negeri Inggris Arthur James Balfour dan suratnya ditujukan kepada Lionel Walter Rothschild, pemuka masyarakat Yahudi di Inggris. (Foto: Wikimedia Commons)
Hari ini menandai seabad sejak Deklarasi Balfour diterbitkan pada 2 November 2017. Ini merupakan sebuah janji Inggris terbuka, mengumumkan rencana mendirikan sebuah tanah air bagi bangsa Yahudi di Palestina.
Pernyataan itu dikeluarkan dalam bentuk sebuah surat dari Arthur James Balfour, kemudian menjadi menteri luar negeri Inggris, ditujukan kepada Lionel Walter Rothschild, tokoh masyaraat Yahudi di Inggris.
Deklarasi ini dibuat dan diputuskan semalam saja, bukan hasil kerja bertahun-tahun, melibatkan banyak orang dan dirancang beberapa kali sebelum dikeluarkan.
Janji Inggris ini dipandang secara umum sebagai salah satu katalis utama dalam proyek pembasmian etnis Palestina pada 1948 dan pembentukan negara Zionis Israel.
Deklarasi Balfour telah mengubah nasib rakyat Palestina selamanya dan berikut daftar orang-orang di belakang terbitnya Deklarasi Balfour.
Arthur James Balfour (1848-1930)
Arthur James Balfour adalah perdana menteri Inggris. Lebih penting dari itu, dia - kemudian menjadi menteri luar negeri dalam pemerintahan David Lloyd George - adalah penulis deklarasi tersebut.
Bangsawan Inggris ini berhasil meyakinkan kabinet untuk mengeluarkan sebuah pernyataan dan atas permintaan Chaim Weizmann serta Lord Rothschild untuk membuat surat itu.
Pemikiran kolonilismenya bisa dilihat dari pernyataan dia keluarkan dalam sebuah memorandum pada 1919:
"Di Palestina...kami tidak mengajukan usulan dengan mempertimbangkan harapan penduduk di negara itu. Zionisme, apakah ia benar atau salah, baik atau buruk, telah berakar dalam tradisi tua, dan diperlukan sekarang, dalam harapan masa depan dari para pembuatnya ketimbang keinginan 700 ribu orang Arab kini menghuni tanah kuno itu."
Sepupunya, Blanche Dugdale, pernah sekantor dengan Rothschild di the Jewish Agency, London, menulis Balfour adalah seorang Zionis Kristen dalam buku otobiografinya. "Ketertarikan Balfour terhadap Yahudi dan sejarah mereka sudah lama dan berasal dari kitab Perjanjian Lama diajarkan ibunya."
Namun sebagian yang lain berpendapat balfour anti-Semitdan kepentingannya dalam proyek Zionis semata-mata untuk tujuan startegis Inggris.
Sebelum berhenti sebagai perdana menteri, Balfour mendorong Aliens Act pada 1905, diyakini merupakan sebuah upaya untuk mengganjal imigrasi kaum Yahudi Eropa Timur ke Eropa, meski tidak dinyatakan secara terbuka.
Lionel Walter Rothschild (1868-1937)
Dia merupakan keturunan dari Rothschild, keluarga bankir Yahudi terpandang di Inggris. Dia adalah seorang Zionis dan sahabat dari Chaim Weizmann.
Meski pensiun dari parlemen pada 1910, Rothschild tetap aktif sebagai tokoh masyarakat yahudi di Inggris dan menjabat Presiden Federasi Zionis Inggris. Dia adalah penerima dari Deklarasi Balfour.
Pada musim panas1917, Arthur Balfour meminta Rothschild dan Weizmann untuk membuat sebuah pernyataan tertulis sejalan dengan tujuan-tujuan Zionis.
Draft asli dikirim oleh Rothschild kepada Balfour menyebutkan "Palestina seharusnya dijadikan sebagai rumah bagi bangsa Yahudi". Namun setelah mendapat penolakan dari kabinet, kata itu diubah menjadi lebih membingungkan.
Beragam upaya lobinya bareng Weizmann dan aktivis Zionis lainnya, di dalam dan di luar pemerintahan inggris, amat berperan dalam menekan pemerintah untuk mengeluarkan deklarasi itu.
Chaim Weizmann (1874-1952)
Chaim Weizmann, kemudian menjadi presiden pertama Israel, adalah Zionis Rusia merupakan ahli kimia dan tokoh paling berpengaruh dalam penerbitan Deklarasi Balfour.
Kalau Theodore Herzl dianggap sebagai "bapak Zionisme politik, Weizmann merupakan orang mewujudkan rencana itu ke dalam sebuah tindakan.
Setelah memperoleh gelar doktor bidang kimia di Swiss, dia pergi ke Inggris dan bekerja sebagai ilmuwan dengan pemerintah Inggris selama Perang Dunia Pertama.
Kontribusinya, terutama mengembangkan sebuah proses untuk memproduksi aseton sintetik buat bahan peledak, membikin dia memiliki hubungan baik dengan kalangan atas dalam pemerintahan Inggris, termasuk mantan Perdana Menteri David Lloyd George, Arthur Balfour, dan diplomat Mark Sykes.
Dalam otobiografinya, Lloyd George menyatakan Deklarasi Balfour diberikan kepada Weizmann, sudah menjadi warga negara Inggris, sebagai hadiah atas kontribusinya selama perang.
Atas permintaan Balfour, Weizmann dan Rothschild merancang deklarasi tersebut supaya sesuai dengan kepengtingan-kepentingan Zionis.
Weizmann melobi keras dalam waktu lebih dari dua tahun agar Inggris berkomitmen secara terbuka untuk membangun sebuah negara bagi orang-orang Yahudi di Palestina. Dia bilang sebuah negara Yahudi sejalan dengan kepentingan Inggris.
Dalam sebuah surat kepada the Manchester Guardian, kini dikenal sebagai surat kabar the Guardian, Weizmann menulis:
"Kalau Palestina jatuh dalam pengaruh Inggris dan Inggris harus mendorong terwujudnya sebuah permukiman Yahudi di sana, dalam 20-30 tahun kami dapat membawa sejuta orang Yahudi atau bahkan lebih ke Palestina. Mereka akan membangun negara itu, mengembalikan peradaban di sana, dan membentuk sebuah perlindungan sangat efektif bagi Terusan Suez."
David Lloyd George (1863-1945)
Ketika menjabat perdana menteri selama 1916-1922, pemerintahannya mengeluarkan Deklarasi Balfour.
Lloyd George menciptakan Kabinet Perang untuk menghasilkan keputusan-keputusan strategis dan memastikan proyek Zionis ada dalam agenda pemerintahan Inggris. "Saya diajarkan jauh lebih luas ketimbang sejarah mengenai orang-orang Yahudi ketimbang sejarah soal bangsa saya sendiri," katanya.
Dia percaya Palestina akan berada di bawah pemerintahan Inggris.
Dalam memoarnya, Lloyd George menyebutkan sejumlah asalan kenapa dia menyokong Zionisme, termasuk ambisinya untuk menggaet sumber-sumber keuangan Yahudi, keyakinan Kristen Zionis, lobi Yahudi di Inggris, dan simpatinya terhadap orang-orang Yahudi menghadapi penolakan.
Dia dikabarkan menawarkan Deklarasi Balfour kepada Chaim Weizmann sebagai hadiah atas kontribusinya terhadap Inggris dalam Perang Dunia Pertama, tapi sejumlah ahli sejarah meragukan hal itu.
Sebelum menjadi perdana menteri, Lloyd George bekerja sama erat dengan Theodore Herzl, "Bapak Zionisme Politik" dalam skema Uganda, yakni rencana memindahkan orang-orang Yahudi ke Uganda dengan bantuan Inggris.
Selama perang, Lloyd George menyarankan kepada panglima angkatan bersenjata inggris Edmund Allenby untuk mencaplok Yerusalem sebelum libur Natal. Ketika pasukan Inggris memasuki Yerusalem pada Desember 1917, Lloyd George menyebut itu sebagai hadiah Natal bagi rakyat Inggris.
Herbert Samuel (1870-1963)
Dia adalah menteri Yahudi pertama dalam kabinet Inggris pada 1909.
Pada 1914, Herbet Samuel, berdarah Jerman, menyatakan mungkin ada sebuah peluang untuk memenuhi impian kuno bangsa Yahudi dan membentuk sebuah negara Yahudi dalam sebuah diskusi dengan Menteri Luar Negeri Inggris Edward Grey.
Beberapa pekan kemudian, Samuel mengajukan sebuah memorandum berjudul Masa Depan Palestina kepada kabinet Inggris, yakni mengusulkan pembentukan sebuah persemakmuran Yahudi, tapi Perdana Menteri Asquith tidak mendukung.
"Dia berpikir kita mungkin akan menempatkan sekitar tiga atau empat juta orang Yahudi asal Eropa di wilayah sangat tidak menjanjikan sebagai sebuah solusi terhadap anti-Semit," tulis Asquith.
Dalam memorandum telah direvisi, Samuel bilang pemerintah Inggris mesti mengupayakan perpindahan Yahudi ke wilayah Palestina sehingga bisa menjadi mayoritas dan membuat pemerintahan sendiri. Dia mengatakan hal ini bakal menjadi amal baik bagi bangsa Yahudi di seluruh dunia.
Dia juga meyakini merupakan kepentingan Inggris untuk menempatkan sebuah kekuatan bersahabat dekat Terusan Suez.
Samuel bekerja sama erat dengan Chaim Weizmann dan menyarankan kepada dia bagaimana mencapai tujuan Zionis dalam lingkaran pemerintahan.
Pada 1918, Edwin, putra dari Samuel, ditunjuk sebagai pejabat Komisi Zionis di Palestina, sebuah kelompok diketuai Weizmann dan dibentuk untuk menjadi penasihat pemerintah Inggris dalam hal bagaimana melaksanakan Deklarasi Balfour.
Perdana Menteri Inggris Lloyd George memilih Samuel sebagai Komisaris Tinggi di Palestina pada 1920-1925. Dia disebut sebagai orang Yahudi pertama menjabat gubernur Yerusalem selama lebih dari dua ribu tahun.
Meski dalam beberapa kesempatan, dia menyatakan kuatir sebuah negara Yahudi dapat menyakiti mayoritas orang Palestina di sana, banyak yang mengkritik kebijakannya membiarkan jumlah warga Yahudi terus bertambah di Palestina.
Mark Sykes (1879-1919)
Bersama Francois Georges-Picot, Mark Sykes merupakan pembuat perjanjian Inggris-Prancis tersohor untuk membagi wilayah Timur Tengah seusai Perang Dunia Kedua. Keterlibatannya dalam Deklarasi Balfour kerap diabaikan.
Sokongannya terhadap proyek Zionis memang datang terlambat. Sykes menjadi penghubung kunci antara Chaim Weizmann dan para aktivis Zionis dengan pemerintah Inggris.
Dia menjadi wakil menteri dalam Kabinet Perang Inggris urusan Timur Tengah. Dia percaya permukiman Yahudi di Palestina akan memastikan kepentingan Inggris dan mengurangi pengaruh Prancis di sana.
Sykes sangat terlibat dalam perundingan-perundingan akhirnya menghasilkan Deklarasi Balfour.
Dia mengarahkan Nahum Sokolow, diplomat sekaligus aktivis Zionis asal Polandia, untuk meyakinkan Prancis agar menerima Palestina di bawah kontrol Inggris setelah Perang Dunia Pertama berakhir.
Dalam otobiografinya, Chaim Weizmann menulis Sykes - dalam sebuah pertemuan dengan satu kelompok Zionis pada 1917 - menyebutkan dirinya sangat bersimpati atas gagasan negara Yahudi di wilayah Palestina.
Pada 31 Oktber 2017, kabinet Inggris menyetujui rancangan akhir Deklarasi Balfour.
Nahum Sokolow (1859-1936)
Peran Nahum Sokolow, diplomat sekaligus penulis asal Polandia, dalam Deklarasi Balfour memang kurang dikenal. Padahal dia sangat terlibat dalam segala upaya sampai deklarasi itu diterbitkan.
Sebagai pembantu setia Chaim Weizmann, dia rajin berkeliling untuk mencari dukungan bagi Delarasi Balfour. Dia bahkan sampai meminta sokongan kepada Hakim Mahkamah Agung Amerikaa Serikat Louis Brandeis dan Paus Benediktus XV di Vatikan.
Dia juga mendapat dukungan dari Prancis dan Italia atas tujuan-tujuan Zionis sebelum Deklarasi Balfour dikeluarkan.
Berdasarkan Perjanjian Sykes-Picot pada 1916 untuk membagi wilayah Timur Tengah setelah kehancuran Kesultanan Usmaniyah, sebagian besar wilayah Palestina menjadi zona internasional. Namun berkoordinasi dengan Mark Sykes, Sokolow mengkampanyekan orang-orang Yahudi lebih suka Palestina berada di bawah kontrol Inggris ketimbang Prancis.
Setelah bertemu para pejabat Prancis pada Mei 1917, Sokolow mendapat dukungan negara Mode itu atas rencananya tersebut.
Dalam suratnya kepada Sokolow, Sekretaris Jenderal Kementerian Luar Negeri Prancis Jules Cambon menyatakan pemerintahnya mendukung kolonisasi Yahudi di Palestina.
Sokolow kemudian menjadi Presiden Organisasi Zionis Dunia dalam waktu sebentar.
(Al-Balad/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar