Pesan Rahbar

Sekilas Doa Arafah Imam Husain as dan Doa Arafah Imam Husain as

Doa Arafah (Bahasa Arab: دعاء العرفة ) adalah diantara doa-doa Syiah yang menurut riwayat dibaca oleh Imam Husain as pada hari ke-9 Dzul...

Home » » Kisah Tersembunyi Osama Bin Laden dan Al Qaeda Dalam Pelarian

Kisah Tersembunyi Osama Bin Laden dan Al Qaeda Dalam Pelarian

Written By Unknown on Senin, 11 Desember 2017 | Desember 11, 2017


Buku yang berjudul The Exile: The Stunning Inside Story of Osama bin Laden and Al Qaeda in Flight, secara harfiah dapat diterjemahkan sebagai “Pengasingan: Kisah Tersembunyi Osama bin Laden dan Al Qaeda dalam Pelarian”. Buku yang ditulis oleh Cathy Scott-Clark dan Adrian Levy ini diterbitkan oleh Bloomsbury, New York., pada bulan Mei 2017.

Buku dengan ketebalan sebanyak 620 halaman ini mempunyai ISBN 9781408858769 untuk versi cetak sampul tebal. Isi buku ini disusun menjadi 13 bab. Buku ini juga dilengkapi dengan Daftar Catatan Kaki, Daftar Pustaka, dan Daftar Indeks.

Dalam karya jurnalisme investigatif bergaya sastra yang luar biasa ini, Scott-Clark dan Levy menelusuri kisah Osama bin Laden dan al-Qaeda pada dekade setelah serangan 11 September, dari perspektif para militan itu sendiri. Kedua penulis memanfaatkan akses mereka yang luar biasa ke lingkaran dalam al-Qaeda dan banyak pemain kunci lainnya untuk memecah monopoli informasi publik oleh pemerintah A.S.

Dengan menggabungkan wawancara yang tak terhitung jumlahnya dengan bahan-bahan yang tidak dikenal dan literatur sekunder, mereka membangun narasi yang memukau tentang pengalaman kelompok yang dicap sebagai kelompok teror tersebut. Narasi itu meliputi pemboman AS terhadap Afghanistan, taktik kerahasiaan al-Qaeda, serangan drone, drama interpersonal, dan serangan klimaks terhadap tempat persembunyian bin Laden di Abbottabad.

Pembaca buku ini akan memperoleh wawasan tentang peran dinas intelijen Iran dan Pakistan dalam melindungi militan al-Qaeda, ketidakefektifan taktik penyiksaan, yang menjadi pukulan keras terhadap pemerintahan Bush, dan peran invasi Irak yang dimainkan dalam pertumbuhan gerakan jihad.

Perspektif yang menarik dari buku ini adalah karena ia memaparkan kompleksitas manusia pada individu-individu yang sering terselubung intrik, dan memberi nuansa lain bagi pemahaman dunia Barat secara umum tentang kelompok-kelompok jihad. Karya yang diteliti secara ekstensif dan sangat mudah dibaca ini akan sangat meningkatkan pengetahuan publik tentang tahun-tahun dramatis tersebut dan akan disambut oleh para spesialis maupun para pembaca umum.


Ulasan Buku Ini

Berikut adalah ulasan terhadap buku ini yang diberikan oleh Owen Bennett-Jones yang dimuat dalam situs The Guardian.

Pada saat terjadi serangan 11 September di New York dan Washington, Osama bin Laden tengah berada di sebuah gua di Afghanistan. Disana ia tidak bisa mendapatkan sinyal TV satelit yang layak dan terpaksa mengikuti perkembangan melalui radio.

Kontras antara situasi yang melingkupi Osama bin Laden dengan dampak yang diakibatkan oleh gerakannya menjadi tema menarik pada dekade berikutnya, sampai akhirnya orang-orang Amerika berhasil menyergapnya dalam serangan di Abbottabad, Pakistan, pada bulan Mei 2011. Ini adalah satu dekade yang mana buku The Exile ini menggambarkannya dengan sangat luar biasa, dan memberikan detail baru yang mengesankan.

Reporter investigatif Cathy Scott-Clark dan Adrian Levy memulai buku ini dengan penjelasan rinci tentang gerakan Bin Laden. Ketika serangan udara AS dimulai, dia telah berpindah dari berbagai lokasi di Afghanistan, sambil berusaha mengatur pergerakan istri dan anak-anaknya.

Osama bin Laden sedang dalam perjalanan ke sebuah pertemuan dengan Mullah Omar di Kandahar pada tanggal 7 Oktober 2001 ketika sebuah pesawat tak berawak AS hampir saja membunuh mereka berdua. Dari sana ia kemudian pindah ke sebuah kompleks bawah tanah di pegunungan Tora Bora dekat dengan perbatasan Pakistan. AS menyerang Tora Bora, namun sekali lagi, Bin Laden berhasil menyelinap pergi, dan pada tanggal 14 Desember 2001 dia muncul di kota Karachi, Pakistan.

Merasa di Karachi terlalu terbuka, Bin Laden kembali ke Afghanistan pada Februari 2002 sebelum kemudian mencapai Pakistan utara pada musim panas tahun itu. Di sana dia tinggal dengan salah satu istrinya, Amal, dan anak perempuan mereka yang berusia sembilan bulan, Safiyah, di desa terpencil Kutkey. Mereka tinggal di dekat rumah mertua dari kurir dan penjaganya, Abu Ahmad al-Kuwaiti.

Bin Laden merasa rentan, terutama setelah tanggal 28 Februari 2003 ketika arsitek utama serangan 9/11, Khalid Sheikh Mohammed, ditangkap di Rawalpindi tidak lama setelah dia berada di Kutkey. Al-Kuwaiti, yang merasa takut bahwa Khalid Sheikh Mohammed akan dipaksa untuk berbicara, bergegas memindahkan Bin Laden ke sebuah bangunan tak berpenghuni yang dimiliki ayahnya di dekat Kohat di barat laut Pakistan.

Itu adalah solusi yang tidak memuaskan dan pada tahun 2004, al-Qaida yang ingin segera memberikan tempat tinggal yang layak dan melindungi pemimpinnya, telah berhasil mendapatkan rumah yang lebih sesuai untuknya di kota militer Abbottabad. Pada bulan Agustus 2004 Bin Laden, bersama dengan istri-istri dan anak-anaknya yang sedang berkembang, pindah kesana.

Pertanyaan utama yang muncul setelah serangan Abbottabad tersebut adalah terkait dengan dua orang paling kuat di Pakistan, Jenderal Ashfaq Kayani, kepala staf angkatan darat, dan Jenderal Ahmad Shuja Pasha, direktur jenderal badan intelijen utama, ISI. Apakah mereka mengetahui bahwa Bin Laden telah bersembunyi di Pakistan? Banyak yang tergantung pada jawaban atas pertanyaan itu.

Banyak orang di Washington percaya bahwa Pakistan bukan hanya sekutu yang tidak dapat diandalkan, tetapi juga negara yang benar-benar tajam. Bukti kuat bahwa negara itu telah memberi perlindungan kepada arsitek serangn 9/11 itu, akan menjadikan negara ini sebagai sponsor utama terorisme.

Ada beberapa alasan untuk berpikir bahwa orang-orang senior Pakistan itu mengetahui. Pertama, sulit untuk percaya bahwa Bin Laden bisa tinggal dalam jarak beberapa mil saja dari akademi militer Pakistan tanpa tentara mengetahui kehadirannya. Kedua, Pakistan memiliki rekam jejak dalam melindungi dan mensponsori para pelaku jihad dan berbohong tentangnya. Dan akhirnya, keseluruhan cerita ini tampaknya konsisten dengan modus operandi ISI.


Seiring berjalannya waktu sedikit bukti muncul untuk mengkonfirmasi kecurigaan itu. Banyak wartawan mencoba menindaklanjuti hal itu. Ada sebuah rumah di Abbottabad di samping rumah Bin Laden dengan sebuah piring kuningan dan nama seorang mayor di atasnya. Apakah dia seoran penjaga? Dia menyangkalnya.

Ada gambar arsitektur yang telah diajukan untuk izin perencanaan yang dibutuhkan dalam membangun rumah itu. Para arsiteknya dikabarkan memiliki koneksi dengan ISI. Apakah negara membangun sebuah rumah aman (safe house)? Para arsitek itu membantahnya. Penyangkalan mungkin tidak berarti banyak, namun ada indikasi lain yang menunjukkan kurangnya keterlibatan negara. Laporan yang kredibel dari Washington mengatakan bahwa CIA telah mendengarkan panggilan telepon antara pemimpin militer dan ISI segera setelah serangan tersebut dan menyimpulkan bahwa mereka benar-benar terkejut dengan apa yang terjadi.

Dengan berdasarkan pada dokumen yang diterbitkan dan yang lebih penting, wawancara dengan rekan-rekan Bin Laden di al-Qaida dan anggota keluarganya, Scott-Clark dan Levy mencoba menjawab pertanyaan tentang seberapa banyak Pakistan mengetahui.

The Exile menyimpulkan bahwa, sementara jenderal Kayani dan jenderal Pasha tidak menyadari, seorang mantan kepala ISI mengetahui tentang rumah Abbottabad tersebut. Jenderal Hamid Gul, yang meninggal pada tahun 2015, selama bertahun-tahun menjadi salah satu tokoh Islam paling menonjol di Islamabad. Dia adalah direktur jenderal ISI dari tahun 1987 sampai 1989.

Benazir Bhutto saat menjadi perdana menteri, yang melihat Gul sebagai seorang ekstremis, dengan cepat menyingkirkannya. Gul dengan getir membenci keputusan tersebut namun tetap menjadi tokoh yang sangat aktif dan menonjol, yang menjadi titik fokus bagi para pelaku jihad.

Scott-Clark dan Levy percaya bahwa Gul tidak hanya megetahui di mana Bin Laden berada namun juga melindungi pemimpin al-Qaida itu dengan menggunakan pengaruhnya atas sayap “S” dalam ISI, yang menurut mereka, “telah diketahui secara praktis independen dari dan tidak dapat dikendalikan oleh pimpinan ISI”.

The Exile juga menceritakan kisah menarik al-Qaida di Iran. Selama beberapa tahun sekarang ini, cuplikan informasi telah muncul tentang bagaimana Iran melindungi beberapa rekan senior Bin Laden dan kerabat dekatnya setelah peristiwa 9/11. Banyak yang memperlakukan klaim ini dengan sangat skeptis. Mereka bertanya-tanya apakah masuk akal bahwa Iran akan menawarkan tempat perlindungan bagi para jihadis Sunni yang membenci orang-orang Syiah? Scott-Clark dan Levy memberikan detail baru tentang apa yang terjadi. Ini adalah kisah tentang peluang yang terlewatkan.

Langsung setelah peristiwa 9/11, para pejabat di Washington dan Teheran menyadari bahwa serangan tersebut memungkinkan kedua negara untuk mulai bekerja sama melawan musuh bersama mereka: al-Qaida dan Taliban. Pada 15 September 2001, seorang pejabat senior departemen luar negeri AS, Ryan Crocker, dan wakil menteri urusan luar negeri Iran, Mohammad Javad Zarif, memulai serangkaian pertemuan tatap muka di Jenewa di mana Iran berbagi pengetahuan tentang posisi Taliban dan al Qaida di Afghanistan.

Namun, keengganan kelompok garis keras di Washington untuk menerima bantuan Iran menyebabkan usaha untuk memperbaiki keadaan menjadi terganggu. Dan ketika, pada bulan Januari 2002, presiden Bush memberikan pidatonya “poros kejahatan”, yang menargetkan Iran, upaya-upaya mereka benar-benar terhenti.

Salah satu sumber baru Scott-Clark dan Levy yang terbaik adalah seorang ulama Mauritania bernama Mahfouz Ibn al-Waleed. Selama lebih dari satu dekade sebelum peristiwa 9/11, Mahfouz yang memimpin komite syariah al-Qaida, mengumumkan validitas religius atas kebijakan dan tindakan organisasi tersebut.

Mahfouz adalah satu dari sedikit orang dengan pengetahuan yang lebih tentang serangan 9/11 tersebut. Sebenarnya, penentangannya terhadap apa yang oleh orang-orang dalam al-Qaida disebut “operasi pesawat” sangat kuat sehingga dia mengundurkan diri dari al-Qaida berdasarkan hal itu.

Menyadari bahwa posisinya yang berlawanan dengan Bin Laden tidak akan cukup untuk melindunginya dari kemarahan Amerika, Mahfouz, seperti jihadis kekerasan lainnya yang telah meninggalkan Afghanistan pada hari-hari setelah serangan 9/11, membutuhkan tempat untuk bersembunyi. Situasinya sangat genting sehingga mereka mulai membicarakan kemungkinan untuk pergi ke Iran.

Mahfouz membuat kontak rahasia melintasi perbatasan untuk mengeksplorasi apa yang mungkin terjadi. Sensitif terhadap berbagai kecenderungan politik di Teheran, dia menghindari kontak dengan pemerintah Iran dan hanya berurusan dengan Garda Revolusi. Dengan janji kekebalan dari serangan al-Qaida, Iran mengindikasikan bahwa mereka menerimanya dan pada bulan Maret 2002 ada aliran besar tokoh-tokoh al-Qaida senior dan kerabat Bin Laden pindah ke Iran.


The Exile mengungkap adanya tingkat permusuhan dan ketidakpercayaan diantara faksi-faksi di Iran. Ketika petugas pro-pemerintah di kementerian intelijen dan keamanan melacak adanya panggilan telepon dari pemimpin-pemimpin al-Qaida di Iran terhadap afiliasi mereka yang tertinggal di Pakistan dan Afghanistan, mereka mulai melakukan penangkapan. Pemerintah Iran bahkan sampai mengirim beberapa anggota al-Qaida kembali ke negara asalnya. Di luar kendali oleh keputusan ini, Garda Revolusi dibiarkan memohon kepada pemimpin al-Qaida untuk tidak menggunakan telepon mereka.

Akhirnya, para pemimpin yang menyinggung Teheran berhasil mencapai posisi yang sama. Bagaimana cara terbaik untuk menggambarkan kompromi mereka tetap menjadi bahan perdebatan. AS berpendapat bahwa Iran melindungi teroris. Iran lebih suka mengatakan bahwa mereka menahan para teroris itu, atau barangkali, memasukkan mereka ke dalam “tahanan pelindung”.

Pemimpin al-Qaida yang lebih senior ditempatkan di dalam fasilitas pelatihan pasukan Quds elit di utara Teheran. Beberapa kerabat Bin Laden ditempatkan di fasilitas terpisah di kompleks yang sama. Yang lainnya dimasukkan ke dalam rumah yang aman dan kelompok lain berakhir di sebuah penjara provinsi dimana kondisinya sangat buruk sehingga mereka melakukan mogok makan. Tidak ada yang bebas meninggalkan Iran – kecuali mereka akan melawan pasukan AS di Irak.

Iran beranggapan bahwa para tahanan bukan hanya sumber intelijen yang baik tetapi juga menjadi sebuah alat tawar menawar. Namun karena Garda Revolusi dan wakil presiden AS Dick Cheney secara terang-terangan menentang interaksi yang saling menguntungkan, hal itu merupakan kesepakatan yang tidak akan pernah bisa dilakukan.

Masalah seperti itu muncul kembali setelah invasi ke Irak pada Maret 2003. Karena AS khawatir dengan aktivitas al-Qaida di Irak, Crocker, yang didampingi oleh Zalmay Khalilzad, utusan khusus Bush untuk Afghanistan, mendekati Iran sekali lagi.

Kali ini pemerintah Iran memberikan tawaran yang luar biasa: jika AS mau memberikan para pemimpin Mujahidin-Khalqah -sebuah kelompok berbasis di Irak yang menentang pemerintah Iran- Teheran akan menyerahkan dewan militer al-Qaida dan keluarga Bin Laden. Tidak ada demonstrasi yang lebih besar tentang kedalaman permusuhan Washington terhadap Iran daripada keputusan untuk menolak kesempatan itu.

Mungkin beberapa argumen dalam The Exile dapat diperdebatkan dan beberapa detail ternyata salah. Sebagai contoh, versi bagaimana putra Bin Laden, Hamzah, berhasil melarikan diri dari Pakistan setelah serangan Abbottabad mungkin perlu direvisi saat informasi baru terungkap. Scott-Clark dan Levy menulis bahwa al-Qaida berhasil membawanya dengan sebuah pesawat terbang ke Qatar, sementara yang lain berpikir bahwa pergerakannya difasilitasi oleh ISI.

Namun kritikan semacam itu seharusnya tidak bisa menghilangkan pencapaian penulis dalam berbicara dengan tokoh al-Qaida yang sebelumnya terdiam dan anggota keluarga Bin Laden, belum lagi semua pemain kunci di dalam wilayah militer Pakistan. Kedua penulis telah menghasilkan kisah terbaik mengenai apa yang terjadi pada al-Qaida setelah serangan 9/11. Buku ini adalah karya yang sangat menakjubkan.

(The-Guardian/Seraa-Media/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Posting Komentar

ABNS Video You Tube

Terkait Berita: