Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipid Siber) Bareskrim menangkap setidaknya lima terduga penyebar hoaks penganiayaan ulama yang terorganisir dengan nama The Family Muslim Cyber Army (TFMCA).
Penangkapan secara berantai dilakukan selama dua hari sejak Senin lalu (26/2) hingga Selasa (27/2).
Pelaku-pelaku itu tersebar di lima kota, yakni M. Luth di Jakarta, R.S. Dharma di Pangkal Pinang, R. Saputra di Bali, Yuspiadin di Sumedang, dan R. Chealsea di Palu.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divhumas Polri Brigjen M. Iqbal menuturkan, kelima orang yang tergabung dalam TFMCA ini bekerjasama dalam melempar isu di media sosial. Ada sejumlah isu yang digarap grup tersebut.
Di antaranya kebangkitan PKI, penculikan ulama, penyerangan nama baik presiden dan sejumlah tokoh tertentu. ”Provokasi dilakukan melalui isu-isu tersebut,” paparnya di Kantor Divhumas Polri, Selasa (27/2).
Ada berbagai cara yang ditempuh kelompok ini dalam mengangkat sebuah isu. Namun, salah satu yang paling menonjol adalah dengan menyebarkan virus.
Sebuah virus itu biasanya digunakan untuk menyerang lawannya atau target yang diinginkan. ”Virus bekerja dengan target merusak alat elektronik target,” jelasnya.
Menurut dia, tidak hanya lima orang yang dikejar dari grup tersebut. Ada pihak lain yang saat ini dikejar, namun keberadaannya di luar negeri. Tepatnya, tinggal di Korea Selatan (Korsel). ”Yang di Korsel ini diusahakan untuk ditangkap,” terang jenderal berbintang satu tersebut.
Sesuai informasi yang diterima Jawa Pos, setidaknya masih ada sembilan kelompok lain yang sedang dikejar.
Yakni, Akademi Tempur MCA, Pojok MCA, The United MCA, The Legend MCA, M. Coming, MCA News Legend, Special Force MCA, Srikandi MCA, dan M. Sniper.
”Kami belum bisa detil. Nantinya, semua akan disampaikan Direktur Dittipid Siber Brigjen M. Fadil Imran,” ujarnya.
Ada sejumlah langkah lanjutan yang dilakukan penyidik, yakni melihat data transaksi keuangan dan meminta call detail record (CDR) dari para tersangka. Tentunya, akan terlihat bagaimana aktivitas mereka. ”Sabar ya, Rabu rencana ada konpres,” tegasnya.
Sementara Kabareskrim Komjen Ari Dono Sukmanto menegaskan, pengungkapan kejahatan penyebaran ujaran kebencian dan hoaks ini tidak akan berhenti.
”Pengungkapan TFMCA ini merupakan bukti, bahwa sebenarnya penyebaran ujaran kebencian dan hoax ini sudah pada tingkat kejadian luar biasa (KLB),” ungkapnya, Selasa (28/2).
Apalagi, ada indikasi sebagian masyarakat Indonesia merelakan dirinya untuk memakan ”gorengan” hasil racikan sindikat tersebut. ”Eeknya ikut terlibat menyebarkan ujaran kebencian dan hoax,” paparnya.
Dengan fakta bahwa sindikat TFMCA ini menyebar isu penculikan ulama, masyarakat jangan justru salah persepsi.
Bahkan, membuat analisa yang tidak tepat. ”Penangkapan ini murni merupakan penegakan hukum,” papar mantan Kapolda Sulawesi Tengah tersebut.
Menurut dia, perang terhadap ujaran kebencian dan hoaks ini sebenarnya telah dilakukan dunia internasional, bukan hanya Indonesia. Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menyepakati memerangi kedua fenomena tersebut.
”Pada 20 Maret 2017 lalu, diambil kesepakatan dalam International Day for the Elemination of Racial Discrimination. Intinya, perlawanan bersama se-dunia atas ujaran kebencian,” paparnya.
Ari mengingatkan kepada semua pihak untuk menghentikan penyebaran ujaran kebencian dan hoaks. Hentikan semua ”kegilaan” yang menggaduhkan ini.
“Jika tidak, Polri bergandeng tangan dengan semua institusi siap memberangus ”pemberontakan” semacam ini,” tegasnya.
(JPNN/suaraislam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar