Tolong sebarin yah.. Saya, Hariadhi, setuju sekali dengan mba Hartati Karsim. Walaupun statusnya agak nyelekit dan bawa-bawa agama suku dan bikin yang lain protes kenapa saya share ulang.
Saya bahkan dua kali lipat lebih menderita dari mba Hartati Karsim. Saya muslim, dan saya suku Minang. Saya double majority yang harusnya tidak akan memilih Ahok. Mendukung Ahok adalah sebuah pengorbanan luar biasa, karena seluruh keluarga dan lingkungan saya langsung menekan, mencemooh, dan mengasingkan saya saat saya memutuskan mendukung, bahkan jadi timses Ahok. Bahkan cap kafir sudah melekat di kepala, sampai harus menghadapi ketidak setujuan orangtua.
Kami, saya dan mba Hartati Karsim, sama-sama mendukung Ahok demi kebaikan. Saya awalnya hanya mendukung Jokowi. Saya tidak kenal Ahok, dan sebagai orang Minang, jujur di dalam darah kami mengalir kesinisan terhadap keturunan China. China Kristen pula, double minority melawan double majority. Tapi saat diajak Ahok makan malam, saya teryakinkan beliau orang baik dengan pemikiran hebat.
Saya teryakinkan, yakin bahwa Mendukung Jokowi dan Ahok itu satu paket. Saya tidak bisa paham mereka yang tergila-gila dengan Ahok lalu memusuhi Jokowi.
Mana ada? Mana bisa? Memangnya kalian pikir bagaimana caranya Ahok bisa jadi gubernur DKI yang begitu cemerlang kalau bukan Jokowi yang berikan kesempatan? Bagaimana mungkin Ahok bisa buat banyak sekali inovasi keren di Jakarta kalau pusat tidak mendukung?
Jokowi sudah tegaskan, membereskan Jakarta tidak bisa dari pemprov saja. Maka harus kolaborasi kebijakan pusat dan pemprov. Jadi ia harus jadi presiden, dan harus percaya seratus persen bahwa Ahok akan membantunya di balaikota. Begitu pula Ahok, mau tak mau percayakan ke Pakde kalau dia pasti akan dibantu dari Istana Merdeka.
Mungkin ga mereka bisa punya kepercayaan satu sama lain begitu besarnya kalau Ahok merasa akan dikhianati Jokowi? Mungkin ga Jokowi percaya Ahok akan menuntaskan semua kebijakannya di DKI kalau dari awal dia punya niat jelek singkirkan Ahok?
Ga mungkin..
Dalam politik, kita harus siap dengan segala kemungkinan terburuk. Dan hal yang terburuk terjadi. Ahok kalah dan dipenjara. Lalu apakah itu salah Jokowi?
Banyak yang menyalahkan Jokowi kenapa tidak intervensi hukum. Lalu membandingkan kenapa Ahok dipenjara sementara Bibib dapat SP3? Lalu ngamuk merasa Jokowi ngorbanin Ahok lalu mengubah sikap mendekati Islam radikalis?
Ayo kita belah dulu problemnya. Kenapa Ahok bisa dihukum sementara Rizieq tidak? Intinya karena semua adalah permintaan Ahok sendiri. Bukan salah Jokowi. Apa kalian ga ingat, Ahok sendiri yang minta kasusnya dituntaskan di Meja Hijau? Apakah pernah dia ajukan pra peradilan? Tidak kan? Pernah tidak teman-teman menyadari kenapa dia tidak banding? Kenapa dia selalu melarang pendukungnya mengerahkan massa saat sidang?
Itu artinya dia tidak menghendaki SP3, Ahok memang tidak ingin kasusnya dihentikan dengan cara-cara extraordinary. Memang Ahok yang ingin dirinya diadili. Dan sebagai orang yang mengerti dan taat hukum, dia sadar bahwa resiko menuntaskan di meja hijau adalah berakhir divonis penjara. Ahok adalah orang yang fair, yang tidak senang menyalahkan orang lain atas keputusannya sendiri, termasuk Jokowi. Dia tidak pernah menyalahkan Jokowi, bahkan berkali-kali menulis pesan untuk tetap dukung Pakde Jokowi.
Lah lalu kenapa kalian malah SOK TAHU sendiri merasa Ahok dikhianati Jokowi?
Terus kenapa Bibib bisa dapat SP3? Ya karena dia berusaha melawan cecaran hukum dengan cara-cara extraordinary. Dia mengajukan SP3. Dia kerahkan massa untuk mendesak kasusnya dihentikan. Dia melobby berbagai politikus dari Mekkah sana. Pernahkah usaha-usaha seperti itu dilakukan Ahok?
Kalau akhirnya, katakanlah, polisi mengalah kepada tekanan, lalu mengeluarkan SP3, apakah itu salah Jokowi? Yang keluarkan SP3 siapa? Lembaga Kepresidenan?
Kita semua cinta Ahok. Tapi jujur sebagai Minang Muslim, mendukung Ahok adalah penderitaan luar biasa. Maaf ya kalau membawa-bawa suku dan agama. Tapi buat kalian para keturunan Chinese dan non muslim, mendukung Ahok adalah easy thing to do. Kalian ga pusing hadapi komentar ortu dan saudara-saudara kalian. Mereka kompak dukung Ahok, dan akan ikut jempolin kalau kalian dukung Ahok. Kalian ga dikafir-kafirin saat ibadah mingguan. Kami? Mati pun ga akan disalatin lagi. Jenazah kami ga akan diurus. Bagaimana mungkin kalian bisa mengerti penderitaan kami dalam mendukung Ahok?
Apalagi saat tahu Ahok bukan tipe orang yang mudah diingatkan soal mulutnya. Ia sendiri yang mengakui kalau ia sulit dinasihati perkara pernyataan-pernyataannya di depan publik. Megawati dan Jokowi sekalipun tidak bisa.
Saat Ahok sembarangan ngomong, bikin orang ribut. Kamilah yang harus jadi juru bicaranya di tengah kecaman orang Minang. Kami yang harus beri pengertian satu per satu kalau bukan itu yang dimaksud Ahok.
Kalian? Apa yang mau dijelasin? Tiap kali Ahok ngomong seluruh keluarga kalian tepuk tangan kok..
Sekarang lanjut ke next problem. Jokowi memilih Maruf Amin. Kalian ga suka karena merasa beliau representasi muslim radikal. Lalu mengancam golput dan boikot, lalu jelekkan Jokowi di mana-mana, dengan topeng golput..
Bullshit. Kalian itu bukan golput. Jujur saja akui kalian itu sudah jadi haters Jokowi. Cuma biar ga menerima resiko diserang balik, kalian ga punya nyali declare dukung Prabowo. Kalian pura-pura jadi aktivis golput.
Saya bertarung untuk Jokowi Ahok. Untuk kebaikan masyarakat. Bukan demi emosi pribadi. Seorang petarung akan salut sama lawan yang berani ambil sikap. Termasuk perkara dukung mendukung. Kalau kalian ambil sikap berseberangan dengan Jokowi, lalu memutuskan dukung Prabowo, lalu serang Jokowi, maka saya akan kasih salam hormat. Mari bertarung dengan fair. Ayo kelahi!
Lah memutuskan berdiri di Pihak siapa aja kalian pengecut... Jangankan kelahi idealisme..
Kalian merasa Maruf Amin itu biang kerok Ahok dipenjara? Lah biang keroknya itu ya mereka yang salahgunain agama untuk kepentingan politik instan. Biang keroknya ya yang melaporkan pernyataan Ahok beramai-ramai.
Coba cek kapasitas Maruf Amin saat di pengadilan. Pelaporkah? Bukan.. dia saksi ahli. Saksi Ahli bukanlah orang yang berkepentingan dengan sebuah kasus. Ia hanya pihak yang dianggap berkompeten memberikan penilaian dan komentar atas suatu kasus.
Ada banyak saksi ahli. Maruf Amin hanyalah sebagian kecil dari banyak orang yang berperan dalam keputusan atas Ahok. Dia ditanya apakah pernyataan Ahok menistakan agama. Dia menjawabnya sebagai seorang saksi ahli. Bukan pelapor. Kebetulan, jawabnya adalah: iya. Saksi ahli hanya boleh menjawab berdasarkan expertisenya dia. Ga bisa bawa-bawa simpati pribadi lalu menyatakan kesukaan atau kebenciannya kepada seseorang.
Hakim menimbang berbagai pendapat dari saksi. Lalu merangkum seluruhnya menjadi sebuah keputusan: bersalah.
Ahok menunduk kepada hakim. Menerima putusan itu dengan segala hormat. Ia sempat mengajukan PK yang sayangnya ditolak.
Ya sudah. Emang itu salahnya Jokowi? Salahnya Maruf Amin? Mau salah-salahan?
Apakah dengan menyatakan Ahok menista agama lalu Maruf Amin dinyatakan Islam Radikal?
Gimana kalau saya nyatakan balik saja, kalian memusuhi Ulama kami, maka kalian semua kristen radikal? Ga mau kan?
Maka jangan hobi ngejudge sembarangan.. Ingat sekali lagi. Saya ini Minang muslim. Dalam darah saya mengalir DNa benci Cina Kristen. Naluri kami menyatakan Ahok pasti ga bener. Ga pantas diakui sebagai pemimpin di negeri mayoritas muslim.
Tapi saya, si minang muslim, sudah bertahun-tahun berusaha mengerti pilihan Jokowi, kenapa beliau mau-maunya jadikan Ahok wakil. Apa susahnya kalian lakukan hal sama, berusaha mengerti pilihan Jokowi atas Maruf Amin? Sesulit saya menerima kenapa dulu Jokowi pilih Ahok?
Saya juga tidak segitu senangnya Jokowi pilih Maruf Amin. Bukan perkara Ahok. Tapi merasa kalau banyak kandidat lain yang lebih kompeten jadi wakil presiden. Ada banyak yang lebih cerdas dalam ilmu pemerintahan dan punya "modal" lebih banyak dalam proses pencapresan.
Tapi apakah saya pakai ketidaksetujuan saya untuk ngancem dan berusaha menularkan pilihan golput? Ya enggalah.. emangnya pemerintahan dan politik itu semata ditentukan oleh pilihan Cawapres?
Pilihan cawapres itu hak mutlak presiden dan partai-partai pendukungnya. Ga ada porsi relawan seperti kita untuk ikut campur. Apalagi ngancem-ngancem golput, berkhayal dengan cara seperti itu lalu bisa dapat porsi menentukan siapa cawapres.
Naif sekali...
Kalau Jokowi sekedar ingin cari aman pemerintahan yang stabil tanpa isu SARA, pasti menang 80% lebih, dan semua berhenti nyebarin hoax, maka bukan Maruf Amin yang akan dipilih Jokowi. Kenapa ga Wowo aja sekalian? Dijamin 100persen terpilih!
Ye kan?
Maka ingatlah, bukan kalian yang "Paling Ahok". Saya berani taruhan, bukan kalian juga yang selama ini berkeringat mendukung Ahok. Gimana mau keringetan? Bukan kalian juga yang tegak dan gagah menghadapi para pembenci Ahok. Kalian cuma ikut gegap gempita begitu enaknya dukung Ahok. Karena orang-oranf sekitar kalian sudah dukung Ahok semua.. kelean itu cumak glory hunter yang berkhayal jadi petarung militan. Buktinya Jokowi hadapi pilihan sulit, kalian emoh mendukung, malah balik musuhi dia. Apa bukan glory hunter itu namanya?
Punya idealisme itu boleh, tapi jadilah petarung. Ingat. bahwa syarat pertama bertarung di ring adalah pilih dulu dirimu di sisi kanan atau sisi kiri ring
Sumber: dikutip beraninews.com dari akun fb HARIADI
(Berani-News/Berita-Terheboh/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar