Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menghadiri Haflah Khotmil Qur’an, Maulid Nabi dan Haul Masyayikh (Almaghfurlah) KH Maksum Ahmad (1870 – 1972) Ke-46 di lingkungan Pondok Pesantren Al-Hidayat, Jalan Gambiran No 42 Desa Soditan Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang Provinsi Jawa Tengah, Sabtu (25/11/2017) malam.
Dalam sambutannya, atas nama Pemerintah, Menag mengapresiasi dan menghaturkan terima kasih atas perjuangan dan sumbangsih Almaghfurlah Mbah Maksum atas Negeri ini.
“Atas nama Pemerintah, saya mengapresiasi dan memberi penghargaan yang tinggi kepada Beliau Almaghfurlah. Jasa Beliau atas Negeri ini sangat besar,” terang Menag.
Menag melihat, Almaghfurlah mempunyai kiprah yang luar biasa atas Negeri ini. Pesantren yang Beliau dirikan dan pimpin, juga mampu melahirkan banyak ulama, kiai besar dan tokoh nasional, seperti Mbah Mahrus Ali Lirboyo, Mbah M Badawi Pesugihan Cilacap, Mbah Abbas Cirebon, Mbah Ali Maksum Krapyak, Mantan Ketua MPR RI KH Ahmad Saehu, mantan Menteri Agama KH Mu’ti Ali, dan lainnya.
“Dulu, Saya dan kawan-kawan punya kelompok studi, pada tahun 1986-1987, kami membuat buku kumpulan biografi tokoh ulama dilingkungan NU. Ada 26 kiai dan ulama yang kami tulis dan jadikan buku dengan judul: Menatap Jejak Mengenal Watak. Harapannya, ke-26 ulama besar tersebut bisa menjadi teladan bagi kita semua,” ujarnya.
“Ada pelajaran-pelajaran, nilai-nilai perjuangan bisa kita ejawantahkan. Salah satu dari 26 ulama tersebut adalah Mbah Maksum,” imbuh Menag.
Menag melihat, Mbah Maksum mempunyai pengaruh tinggi di kasepuhan NU. Beliau dikenal sebagai ulama berpengetahuan luas dan memegang teguh syariat, khususnya Fiqih.
“Beliau pernah mengharamkan pemakaian sepatu dan dasi, agar kita beda dengan penjajah. Meski demikian, yang menarik adalah, Beliau tidak kaku dalam memegangi hukum agama, selama alasan yang dipakai, masuk akal, tuturnya.
Menag lalu berkisah kalau suatu hari, Mbah Maksum melihat Kiai Bisri Mustofa (Ayahanda Gus Mus) memakai sepatu. Mbah Maksum menegur Kiai Bisri dan bertanya, apa alasan Kiai Bisri memakai sepatu yang telah difatwaharamkan. Kiai Bisri berdalih, bahwa memakai sepatu adalah bagian dari ikhtiar memberi jaminan yang lebih untuk tidak kena najis. Mbah Maksum pun memaklumi dan menerima alasan Kiai Bisri.
“Betapa kearifan Beliau, kebijakan Beliau dalam melihat perbedaan meski itu datang dari murid sendiri. Dan, hal ini, hanya bisa terjadi pada orang yang mempunyai kedalaman ilmu dan kemampuan melihat persoalan yang ada,” tandas Menag.
Satu tahun menjelang wafat, lanjutnya, Mbah Maksum berpesan kepada Menag saat itu, KH Mu’ti Ali yang bersilaturahmi ke Pondok, agar dia berbuat adil, jangan membenci siapapun. Mbah Maksum berpesan agar Menag menjauhi perselisihan dan permusuhan antarwarga bangsa. “Hal ini sangat relevan dengan kondisi saat ini,” tambah Menag.
Menag menilai, apa yang dipesankan Mbah Maksum adalah esensi ajaran Islam. Islam hadir agar harkat, derajat kemanusiaan tetap terjaga. Agama hadir dengan kasih sayang, membawa kemanfaatan dan kedamaian.
“MUI mengeluarkan fatwa tentang ujaran kebencian. NU dalam Munas Ulama kemarin juga, salah satu keputusannya adalah mengharamkan menyampaikan fitnah, ujaran kebencian, caci maki dan hal-hal yang menyebabkan orang lain terluka perasaannya,” imbuh Menag.
Menag mengajak umat Islam untuk meneruskan perjuangan Mbah Maksum berada pada barisan terdepan dalam mewarnai dunia untuk menghilangkan ujaran kebencian umpatan dan makian. Karena itu bukan watak dan tradisi kaum santri.
“Kita isi medsos kita dengan hal-hal yang penuh kedamaian dan menyejukkan. Dan jika ada dari kita ngeyel, tidak usah diladeni, ajak istighfar. Semoga kita semua diberi kekuatan Allah untuk meneruskan perjuangan almarhum Almaghfurlah,” ajak Menag.
Sebelumnya, Bupati Rembang Abdul Hafidz mengatakan, Kabupaten Rembang mempunyai 198 ponpes, 876 Madin dan 960 TPQ. Jadi wajar, jika Rembang sering disebut sebagai Kota Santri.
Dalam Haflah Khotmil Qur’an, Maulid Nabi dan Haul Masyayikh tersebut, hadir sejumlah kiai dan tokoh nasional. Ikut mendampingi Menag, Staf Khusus Ali Zawawi, Kakanwil Kemenag Jawa Tengah dan Direktur PD Pontren Ahmad Zayadi.
(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Posting Komentar