Pesan Rahbar

Sekilas Doa Arafah Imam Husain as dan Doa Arafah Imam Husain as

Doa Arafah (Bahasa Arab: دعاء العرفة ) adalah diantara doa-doa Syiah yang menurut riwayat dibaca oleh Imam Husain as pada hari ke-9 Dzul...

Home » » Motifasi Iman

Motifasi Iman

Written By Unknown on Kamis, 18 Januari 2018 | Januari 18, 2018


Di antara semua kecenderungan yang ada pada diri manusia, yang terkuat adalah kecenderungan di tangan iman kepada Allah. Seorang mukmin yang berbuat karena Allah dan hatinya tenang dengan mengingat-Nya, tak terpengaruh oleh semua rayuan dan godaan di dalam dirinya.

Ia bertransaksi dengan Allah dan -karena itu- tidak mengharap terimakasih dari orang lain. Tidak membalas orang yang punya sikap tak bersahabat kepadanya, dan tidak mengurangi sikap seperti biasanya. Karena urusan dia dalam berbuat adalah ukhrawi, yakni dengan surga. Karena itu ia tak merasa merugi. Para nabi sebagaimana diceritakan dalam Alquran mengatakan kepada kaum-kaum mereka; Kami tidak menginginkan upah dari kalian. Upah kami urusan Allah.”

Seseorang berpaling pada satu di antara sifat-sifat Allah menguatkan suatu kecenderungan dalam dirinya. Misalnya, percaya pada rahmat Allah membawa spirit dan kecenderungan mengasihi orang lain. Percaya pada kuasa Allah membawa keberanian dan tidak merasa sendirian, dan menguatkan kecenderungan menghadapi musuh dalam dirinya. Alquran menyeru:

وَلا تَهِنُوا وَلا تَحْزَنُوا وَ أَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنينَ

“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. (QS: Al Imran 139).



Motivasi Iman

Orang beriman itu mengenal Allah, dan meyakini bahwa setiap kebaikan membawa catatan amal, pahala dan keridhaan Allah. Oleh karena itu:

1. Bila ia marah, mengatakan kepada dirinya bahwa Allah ridha dalam menahan dan meredam kemarahan. Sedangkan bertindak emosional adalah untuk melampiaskan amarah dirinya. Jadi, agar diridhai Allah ia berpaling dari dan meredam- emosinya.

2. Saat melihat orang lemah, ia katakan kepada dirinya bahwa orang itu adalah hamba Allah, dan materi yang ia punya adalah karunia dan amanat dari Allah. Maka ia memberi orang itu. Saat melihat kaum tertindas ia berkata pada dirinya bahwa semua manusia adalah setara di hadapan Allah, dan ia harus membela hak-hak manusia.

3. Saat melihat suatu kerusakan di tengah masyarakat, ia menjadi resah oleh murka Tuhan, dan karena itu ia bangkit dengan lisan dan kemampuannya di dalam mencegah kerusakan itu.

4. Ketika menghadapi suatu ancaman, ia berkata pada dirinya bahwa ridha Allah lebih utama dan murka-Nya lebih berat dari semua ancaman. Karena itu ia tidak menyerah pada ancaman.

5. Saat melihat fenomena kemaksiatan, ia merasa malu karena Allah selalu hadir dan Maha melihat.

6. Bila memegang harta benda milik orang lain, ia tidak berlaku khianat karena baginya Allah selalu hadir. Ia menyadari bahwa konsekuensi setiap keutamaan dan kesempurnaan menanggung kesulitan di dunia. Dengan keimanan, seseorang mampu menghadapinya.


Sedangkan orang-orang tak beriman difaktori oleh mengikuti secara buta, atau propaganda atau ancaman temporal, takkan konsisten dalam pengorbanan dan pengabdian. Sebab, tindakan-tindakan yang tak berakar keimanan, seperti bangunan di ambang keruntuhan dan tak berpondasi.

أَمْ مَنْ أَسَّسَ بُنْيانَهُ عَلى‏ شَفا جُرُفٍ هارٍ ; 

“ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh..” (QS: at-Taubah 109).


Dampak Iman

Kesimpulannya, hal menyadari bahwa semua tindakan seseorang dalam pengawasan, tak satu amal pun menjadi lenyap. Apa yang ia usahakan dengan ketulusan, sekalipun berupa niat yang baik dan ide yang positif, dihargai oleh Allah dengan pahala dan keridhaan-Nya.

Hal menyadari penghambaan diri kepada Tuhan, takkan tunduk pada kekuatan dan kedudukan apapun selain Dia. Seseorang yang demikian memandang semua manusia sama dengan dirinya sebagai hamba-hamba Allah. Tidak menghina diri di hadapan semua bentuk kekuatan dan tidak menyombongkan diri terhadap orang lain.

Tawakal, berlindung, berharap dan bermunajat kepada Allah dan yakin pada kekuatan dan pengetahuan-Nya yang tanpa batas, semua ini merupakan dampak-dampak iman. Bahwa, Allah menyayangi; menyelesaikan segala problem yang dihadapi hamba-Nya; menghargai kebaikan dan menutupi keburukan. Keimanan ini membawa spirit dan kecenderungan -yang kuat dan positif- dalam diri manusia. Tak ada satu faktor pun yang dapat menandingi faktor keimanan.

Allah swt berkata kepada nabi Nuh as, Buatlah bahtera dalam penglihatan-Ku, yakni bahwa Allah melihat apapun yang ia perbuat. Kepada Musa dan Harun (as) berkata, Datang (dan hadapi)lah Firaun!, bahwa Allah melihat kalian dan mendengar perkataan kalian.


Orang yang beriman yakin dengan janji dan kuasa Allah, bahwa Dia memberi pertolongan atau kemenangan baginya. Seseorang ber-Tuhan apa yang ia tak punya ketika telah memiliki Dia Yang Mahakaya, Maha pemurah dan Mahakuasa. Di dalam rahmat-Nya yang mahaluas tanpa batas, tiada sifat kikir, jenuh dan sesal bagi-Nya.

Jika tak ber-Tuhan, yakni tidak yakin dengan-Nya apa yang dia punya ketika semua yang dia punya pada hakikatnya- bukan kepunyaan dia. Manusia lahir ke dunia bukan atas keinginan dia. Jauh sebelum itu, kapan dia menginginkan atau tidak menginginkan hal itu, melainkan keinginannya itu baru muncul setelah hadir di dunia dan menjalani kehidupannya dengan segala karunia yang Tuhan berikan kepadanya, terlepas dia akui atau tidak dan dia syukuri karunia-karunia-Nya atau tidak.

Allah memuliakan dia dengan mewujudkan dirinya dan eksis di dunia. Tetapi karena hal tiadanya iman, seseorang menjadi serakah, dengki terhadap yang lain dan merasa kurang dari apa-apa yang Allah karuniakan kepadanya.

Bila kita bekerja untuk seseorang, ia tahu apa tentang kita. Sebagian orang dikarenakan dengki tidak mengapresiasi kebaikan yang kita lakukan. Orang kadang tak memberi upah karena memang sedang tidak punya sesuatu yang bisa dia berikan. Kadang pula orang itu memberi tetapi minim atau kikir. Namun bila kita bekerja untuk Allah:

Pertama, Allah mengetahui apa yang kita lakukan, apa yang kita niatkan dan apa yang kita rahasiakan dalam hati kita.

Kedua, tiada sifat dengki dan kikir pada Allah swt.

Ketiga, Dia Maha pemurah memberi segala macam upah (pahala) atas setiap amal baik hamba-Nya. Dia membeli atau membayar amal baik yang paling kecil dan ringan sekalipun dari hamba-Nya, terlebih amal baik yang besar dan berat seperti berjuang sampai mati di jalan-Nya.


Bekerja untuk Allah Menurut Kemampuan

Lalu, bagaimana bekerja (yang benar) untuk Allah? Allah telah menyiapkan jalan dan sarana-sarananya berupa manusia-manusia pilihan-Nya, para nabi, Rasulullah saw dan Ahlulbaitnya as bagi seluruh hamba-Nya. Mereka adalah figur-figur suci yang menjelaskan kepada kita apa yang harus dilakukan seorang hamba untuk Tuhan, cara dan tujuannya. Mereka jelaskan Alquran dan Sunnah, dan terangkan jalan lurus yang diridhai Allah swt.

Dalam bekerja untuk Allah (dengan cara yang Rasulullah saw dan Ahlulbaitnya ajarkan kepada umatnya), orang-orang beriman melakukan sesuatu karena Allah tanpa mereka pikir-pikir, penyesalan dan beban. Di dalam proyek ilahiah semua potensi material dan spiritual, pengetahuan, pemikiran dan lain sebagainya dikerahkan sesuai kemampuan seseorang. Allah swt berfirman:

لاَ يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَ عَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِن نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِن قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَا لاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَ اغْفِرْ لَنَا وَ ارْحَمْنَآ أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ

“Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya. Ia mendapatkan pahala (dari kebaikan) yang telah diusahakannya dan mendapatkan siksa (dari kejahatan) yang telah dikerjakannya. (Orang-orang yang beriman berdoa), Ya Tuhan kami, janganlah Engkau siksa kami jika kami lupa atau bersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang kami tak sanggup memikulnya. Anugerahkanlah maaf kepada kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkau-lah penolong kami. Maka, tolonglah kami terhadap kaum yang kafir. (QS: al-Baqarah 286)

Orang-orang tak punya di antara mereka selain niat tulus yang dimiliki, mereka dapat mencapai tingkatan sebagaimana yang dicapai oleh yang lainnya di sisi Allah. Dalam bekerja untuk Allah tak dibedakan antara yang kaya dan yang miskin. Hal yang menjadi ukuran di sini bukanlah kuantitas, melainkan kemampuan yang dapat diberikan. Sangatlah mungkin sama, pahala bagi seorang yang bersedekah seribu dengan pahala bagi yang bersedekah satu juta. Sebab, keduanya sama-sama bersedekah mengeluarkan sebagian dari yang mereka punya, menurut kemampuan mereka. Bahkan, boleh jadi orang yang pertama lebih utama karena ketulusan hati dan imannya kepada Allah swt.

Telah disampaikan bahwa kecenderungan yang terkuat di antara semua kecenderungan pada diri manusia adalah iman kepada Allah dan hari akhir. Selain itu, kecenderungan spiritual ini adalah obat yang ampuh bagi segala penyakit batiniah, yakni sifat-sifat tercela dalam diri.


Referensi:

Angizeh/Ayatullah Syaikh Muhsin Qaraati.

(Safinah-Online/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Posting Komentar

ABNS Video You Tube

Terkait Berita: